webnovel

BWW #32

💝💝💝

"Siapa El?" tanya Danuar yang sudah berdiri di belakang Elena. Dia hanya mengenakan sehelai handuk. Sebelum masuk ke kamar mandi, dia mendengar suara gaduh di depan pintu.

"Dia ...," ucap Elena terbata.

"Selamat pagi Pak Danuar Raharja dan Nyonya Elena. Saya Handi Artawila, manajer bagian pelayanan Hotel Santika. Direktur menginstruksikan langsung kepada saya untuk melayani Tuan dan Nyonya sebagai tamu VIP kami. Ini adalah set menu sarapan Tuan dan Nyonya yang telah disiapkan oleh chef terbaik hotel kami," ucap Handi panjang lebar.

"Oh, tolong diantarkan ke dalam," sahut Danuar seraya menarik bahu instrinya untuk memberi jalan kepada Handi. Sang manajer kemudian mendirong troli ke dalam kamar. Mereka berdua pun menyusul Handi ke dalam kamar.

Dengan tenang Handi mendorong troli penuh makanan hingga ke sebuah ruang duduk kemudian menata makanan tersebut di atas meja makan yang disediakan di ruang duduk tersebut. Elena memperhatikan gerak cekatan pria yang pernah menjadi kekasihnya itu.

Selesai menata meja Handi pamit pada pasangan pengantin.

"Selamat menikmati hidangannya Tuan dan Nyonya. Jika ada lagi yang Anda butuhkan segera hubungi kami. Saya permisi," pamit Handi. Dia membungkuk sejenak lalu mendorong troli keluar dari kamar. Elena hanya menatap kepergian Handi dengan perasaan berkecamuk.

"Ada apa sayang? Apakah kamu mengenal menejer pelayanan tadi?" tanya Handi menatap dalam raut wajah istrinya.

Elena segera mengalihkan pandangannya pada suaminya yang masih berdiri di sana.

"Mmm ... tidak. Aku hanya terkejut tadi. Aku kira dia siapa. Wajahnya mirip dengan salah satu teman zaman SD dulu." Elena merasa sedikit gugup. Danuar mengernyitkan kening.

"Sayang, cepatlah mandi lalu kita sarapan bersama. Aku sudah lapar," tukas Elena. Dia mendorong tubuh suaminya ke arah kamar mandi.

"Oke!" Danuar mengalah dan segera bergegas pergi mandi sebelum istrinya makin merajuk.

Elena duduk di salah satu sofa sambil menunggu Danuar. Pikirannya kembali melayang mengingat wajah Handi yang baru saja dia temui.

Setahun berpisah dengan pria itu, kini Handi telah menjadi salah satu menejer di sebuah hotel yang berkelas seperti ini. Belum pudar dari ingatannya setahun yang lalu pria itu masih luntang lantung cari kerjaan bahkan melakukan banyak kerja paruh waktu.

Dia pun ingat saat dia mengakhiri hubungan mereka. Pria itu menangis berlutut di hadapannya. Memohon agar tidak meninggalkannya.

Sekarang pria itu kembali bergentayangan di sekitarnya. Seperti hantu yang tidak berhenti membayanginya.

Elena memijit pelipisnya yang terasa pening. Perutnya kembali terasa sakit. Mungkin karena efek lapar. Karena sejak kemarin siang dia belum makan dengan benar sama sekali. Dia hanya makan beberapa potong kue dan meneguk beberapa minuman.

Lamunan Elena buyar saat tangan kokoh menyentuh bahunya. Dia menoleh dan mendapati wajah tampan suaminya yang telah rapi dan wangi.

"Kamu kenapa Yang?" tanya Danuar cemas.

"Lapar. Ayo kita makan. Aku sudah tidak sabar mencicipi semua makanan ini, Semuanya kelihatan lezat," seru Elena langsung menyendok beberapa makanan ke atas piring suaminya. Danuar tersenyum bahagia. Mereka makan dengan diselingi canda. Penuh rasa bahagia.

Setelah sarapan mereka memutuskan untuk check out dan kembali ke kediaman keluarga Raharja.

***

Awal pekan yang sibuk seperti biasa. Setelah sarapan pagi bersama keluarga, Ayushita dan Firda bersantai di ruang baca lantai dua. Firda sedang rebahan di atas karpet nyaman sembari matanya fokus pada novel lawas Habiburrahman El-Shirazy. Sementara Ayushita berkutat dengan ponselnya, membalas chat teman-teman kuliahnya satu persatu. Ayushita memasang sebuah foto terbarunya bersama Ayub yang pagi tadi akan berangkat berdinas di laman sosial medianya. Dia juga menandai Ayub dan Firda pada foto tersebut. Seperti biasa teman-temannya akan langsung heboh mengomentari penampilan kakak Ayushita yang menurut mereka sangat tampan, maskulin dan seksi dalam balutan seragam dinasnya.

Firda yang ikut ditandai merasa heran mendengar ponselnya terus berbunyi selama beberapa menit tanda ada pemberitahuan pesan yang masuk. Gadis mungil meletakkan novel di atas karpet lalu meraih ponselnya. Dia juga heran melihat Ayushita sedang tersenyum-senyum menatap layar ponselnya.

Firda mengaktifkan layar ponselnya dan tampaklah puluhan bahkan mendekati seratus notifikasi dalam waktu lima menit saja di kolom notifikasinya.

"Apa ini?" gumam Firda. Ayushita hanya melirik si gadis mungil dan senyumnya belum luntur dari bibirnya.

Tatkala Firda membuka salah satu notifikasi tampaklah gambar Ayushita dan kakaknya yang telah disukai oleh 1000 orang dan puluhan orang mengomentarinya. Kebanyakan komentar berasal dari kaum hawa yang sebagian besar komentar mereka berisi kekaguman mereka pada Ayub Ramadhan. Bahkan ada komentar yang terkesan berlebihan dan sedikit "vulgar".

Firda bergidik ngeri melihat deretan komentar-komentar itu. Luar biasa pengaruh duo kakak beradik ini. Semenjak Firda berteman dengan Ayushita di laman media sosial, biasanya ponselnya hampir tidak pernah sepi dengan deringan notifikasi pesan selama seharian. Dan mirisnya notifikasi tersebut bukan notifikasi komentar untuk status terbaru atau pajangan fotonya di laman berandanya. Tetapi sebagian besar bahkan mungkin semuanya adalah komentar tentang status yang dimuat oleh Ayushita dan menandai dirinya. Benar-benar miris.

Karena dilanda penasaran, Firda membaca satu persatu tulisan di kolom komentar.

"Wah Kak Ayub populer banget ya," celutuk Firda tanpa melepaskan fokusnya pada layar ponsel.

"Kak Ayub sudah populer dari dulu. Sejak aku masuk SMA. Teman-temanku banyak yang menyukainya. Bahkan mereka membuat fans club bernama Ayub Lovers," sahut Ayushita. Dia kembali terkekeh lucu.

"Wow sampai ada fans clubnya? Darimana teman-temanmu mengenal Kak Ayub," tukas Firda.

"Waktu SMA Kak Ayub sering antar aku ke sekolah dan kadang jemput juga. Waktu itu Kak Ayub sudah jadi polisi. Dari situ lah teman-temanku mulai mengidolakannya. Mereka selalu bilang kalau Kak Ayub itu kakak dan calon suami idaman," jawab Ayushita santai.

"Oh, pantas!" Firda membulatkan mulutnya kagum. Pantas saja Kak Ayub tampak seperti pangeran "tsundere" saja. Pengagumnya banyak sih, cetus Firda dalam hati.

Sedang asyik membaca komentar, tiba-tiba ada sebuah komentar muncul dari seorang wanita dengan foto profil memakai seragam polwan.

💭 PolwanX : babang @ayubramadhan yang paling tamvan sejagad raya, siapa sih @firdanurulaina itu? Ponakan baru ya?

Tak lama. Ting.

💭 ayubramadhan : Bukan. Dia bocah teman adikku. Tidak usah diganggu. Dia bocah yang baru belajar main medsos.

"APA???" Firda langsung meradang dibilang bocah. Dengan mata melotot emosi dia membalas komentar sang abang polisi.

💭 firdanurulaina : Hey Om. Jangan sikate-kate ya bilang aku bocah 😠 Gini-gini aku sudah dewasa ya, Om yang perlu ngaca tuh sudah hampir kadaluarsa 😏

💭 polwanX : Waduh dia marah. Kabur ah

💭 ayubramadhan : Sudah dewasa ya. Kirain masih bocah SD. Habis pendek sih.

💭 firdanurulaina : @ayubramadhan 😡😡

💭 netijenmahaseksi : ee tapi aku liat profil @firdanurulaina kamu imut banget ya cantik pula.

💭 firdanurulaina : makasi @netijenmahaseksi kamu menggunakan matamu dengan benar. Tidak seperti Om itu 😎😒 kayanya dia mulai rabun deh.

💭 ayubramadhan : @firdanurulaina imut katamu? kok aku lihatnya kaya marmut. Pendek dan bulat.

💭 ayubramadhan : 🐁 ini gambar marmut apa bukan ya.

Ayushita terbahak-bahak membaca perang komentar antara Ayub dan Firda. Dia bahkan sampai meneteskan airmata. Si gadis imut hanya bisa uring-uringan kerena kesal.

"Awas ya. Sebentar pulang aku ketok kepalanya pake palu!" gumam Firda dengan ekspresi dendam membara.

Ayushita yang masih tertawa langsung menghentikan tawanya ketika ada sebuah telepon masuk. Nomor tak dikenal.

Dengan ragu Ayushita menjawab panggilan telepon tersebut. Dia melangkah menuju balkon menghindari suara Firda yang terus mengomel sambil melanjutkan perang komentar dengan Ayub dan para penggemarnya.

"Halo! Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumussalam!" Sebuah suara pria yang sudah berumur. "Benar ini dengan Nona Ayushita Ramadhani?" tanya suara di sambungan telepon.

"Benar. Ini dengan siapa?" tanya Ayushita sopan.

"Saya Bapak Salam Aminullah. Pemilik Santika Hotel," jawab pria itu.

"Oh, begitu. Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya Ayushita lagi masih dengan nada ramah.

"Saya ingin bertemu dengan Anda Nona Ayushita. Semalam di acara resepsi putra keluarga Raharja, saya ikut mendengar pidato singkat Nona yang begitu lugas dan berani. Saya kagum dengan semangat Nona Ayushita yang ingin memperjuangkan nasib anak-anak di pedalaman. Oleh karena itu saya sudah meminta izin pada Pak Ruslan Ramadhan untuk bertemu dengan Nona Ayushita untuk membahas beberapa hal tentang misi Anda ke pedalaman."

Ayushita menahan napas mendengar penuturan Pak Salam tersebut. Untuk sesaat dia tidak berkata apa pun.

"Bagaimana Nona Ayushita? Apakah Anda punya waktu?" tanya Pak Salam kalem.

"Tentu saja Pak. Saya punya banyak waktu luang. Dimana saya bisa bertemu Anda, Pak?" tanya Ayushita antusias.

"Jika Nona Ayushita tidak keberatan kita bisa bertemu besok pada jam makan siang di restoran Hotel Santika," jawab Pak Salam.

"Tentu saja, Pak. Dan ini ... apakah boleh saya membawa seorang teman. Dia juga kolega guru saya di kampung pedalaman," timpal Ayushita.

"Tentu saja boleh. Oke, sampai ketemu besok Nona Ayushita. Assalamu'alaikum!" pamit Pak Salam.

"Wa'alaikumussalam!"

Setelah menutup telepon, Ayushita langsung berlari ke ruang baca menghampiri Firda yang kini kembali asyik membaca novel.

"Fir, temani aku besok ya," ajak Ayushita sembari mengguncang lengan sahabatnya.

"Mau kemana?" tanya Firda heran.

"Ke Hotel Santika," jawab Ayushita.

"Ngapain?"

"Ketemu pemilik hotel itu. Tadi dia nelpon minta ketemuan," jawab Ayushita dengan wajah berbinar.

"Ngapain dia ngajak ketemuan. Jangan bilang dia ... kamu," ujar Firda dengan wajah ngeri sambil mengangkat dua jari isyarat tanda kutip.

"Apaan sih?" Ayushita menoyor jidat Firda. "Dia mau ketemu untuk bahas proyek kita di kampung kayanya."

"Serius?" sahut Firda langsung bangkit dari rebahannya. Ayushita mengangguk dan tersenyum. Keduanya langsung berdiri dan berjingkrak-jingkrak senang di atas karpet dengan kedua tangan saling bertautan.

Sedikit demi sedikit impian mereka untuk membantu Joe dan kawan-kawannya akan menemukan jalan mulus.

***

Malam harinya, setelah makan malam mereka berkumpul di ruang keluarga tetapi tanpa Ayub karena pria itu belum kembali dari kantornya. Hal yang biasa bagi keluarga ini karena mereka sangat paham bagaimana tugas seorang polisi. Sama dengan dokter yang harus selalu siaga setiap saat. Bahkan mereka harus rela bekerja di luar jam kantor jika ada kasus yang membutuhkan penanganan cepat.

Ayushita menceritakan tentang pembicaraannya dengan pemilik Hotel Santika kepada kedua orang tuanya. Pak Ruslan memberikan izin kepada putrinya karena sesuai ucapan Pak Salam bahwa beliau sudah memohon izin kepada orang tuanya.

Mereka lalu mengobrol berbagai hal tentang situasi di pedalaman tempat Ayushita dan Firda mengajar. Bahkan Firda sudah tak merasa canggung dengan kedua orang tua tersebut. Dia menceritakan tentang program-program yang dicanangkan oleh ayahnya sebagai seorang kepala Desa di sana. Pak Ruslan dan Nyonya Aliyah menyambut dengan hati gembira proyek yang akan mereka laksanakan dan menyatakan rasa bangga mereka kepada kedua gadis tersebut.

Nyonya Aliyah tidak hanya memeluk Ayushita putrinya untuk memberikan semangat tetapi juga memberikan pelukan yang sama kepada Firda. Si gadis mungil merasa sesuatu yang aneh berdesir di hatinya. Bukan karena dia tidak pernah diperlakukan sayang oleh ibunya. Sebagai anak tunggal sudah pasti kedua orang tuanya sangat menyayangi dan memanjakannya. Tetapi baginya Nyonya Aliyah adalah wanita pertama selain ibunya yang memberikan pelukan hangat kepadanya. Firda terharu.

***

Tengah malam Firda merasa sangat kehausan. Mungkin efek terlalu banyak makan sambal terasi buatan Bi Sumi yang sangat enak tadi. Kerongkongannya terasa kering dan gatal.

Perlahan dia menuruni tangga menuju ke dapur. Firda menuang air ke dalam gelas yang di sediakan di atas meja makan. Dia kemudian meneguk isi gelasnya sembari duduk di salah satu kursi.

Bunyi suara kunci diputar disusul hendel pintu ditekan terdengar dari pintu utama. Ketika Firda menoleh, tampak bayangan pria jangkung dengan bahu lebar melangkah masuk. Siapa pula yang berani masuk ke rumah ini di tengah malam, batin Firda.

Firda hanya terpaku di tempatnya. Ketika bayangan itu semakin dekat, matanya langsung bersirobok dengan mata tajam mengintimidasi milik Ayub.

"Kenapa belum tidur?" tanya Ayub dengan suara datar seperti biasa.

"Sudah tidur kok. Cuma terbangun karena haus," jawab Firda ketus. Dendamnya tadi siang belum padam. Dia tidak senang sebelum berhasil mengetuk kepala tampan di depannya.

Dia tentu saja tidak berani melakukan sekarang karena sudah tentu dia akan kalah dari Ayub. Saat ini dia berada di wilayah kekuasaan Ayub dan pria itu masih mengenakan setelan dinas di lengkapi sebuah pistol di pinggangnya.

Firda berpikir seribu kali untuk menantang pria itu sekarang. Dia masih sayang nyawanya. Dia masih ingin hidup dan menunggu jodohnya yang masih mengembara entah kemana.

Firda menghabiskan air dalam gelasnya, beranjak mencuci gelas lalu kembali naik ke kamarnya. Ketika dia melewati Ayub yang masih berdiri di dekat tangga yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam, Firda berhenti sejenak dan membalas tatapan sang polisi dengan sama tajamnya. Bola mata indahnya sengaja dibuat melotot.

"APA!!!" gertak Firda kepada Ayub kemudian kabur menaiki tangga. Ayub hanya bisa menganga tidak percaya melihat tingkah gadis mungil itu.

"Dasar bocah!" gerutu Ayub.

Bersambung ....

💝💝💝

Jangan lupa batu kuasanya!

See you next chapter 😘

Nächstes Kapitel