Eryk melangkah pelan memasuki rumahnya yang kini sepi tidak ada siapapun, hanya langkah sepatu hitamnya yang memenuhi keheningan.
Semua orang yang mengisi rumah besarnya sudah dikirim olehnya ke lokasi tempat yang berbeda selama semalam, tidak luput juga pembantu rumah tangga diliburkan hingga batas yang tidak ditentukan.
Eryk harusnya merasa senang saudaranya aman sekarang, jauh darinya yang merupakan sumber masalah, namun hati kecilnya tetap haus akan mereka.
"Eryk?"
Eryk mengangkat wajahnya, ditatapnya wanita berambut hitam panjang yang mengenakan pakaian tidur seksi yang memperlihatkan lekukan bagian tubuh idaman para lelaki, namun itu tidak membangkitkan semangatnya, sekedar senyum pun tidak padahal wanita itu yang menemaninya selama tiga bulan ini, "Pagi, kau sudah bangun?"
Katherine mengangguk, kemudian merenggangkan ototnya, memperlihatkan perut putih dan mulusnya, "Tidurku lelap sekali sampai tidak sadar kau pergi."
"Bukankah kau selalu begitu?" Eryk bertanya balik dengan senyum kepuasan di bibirnya mengetahui obat tidur yang ditaruh olehnya di minuman Katherine bekerja maksimal. Ia bisa menjalankan rencananya memindahkan saudaranya serta Gaea tanpa sepengetahuan Katherine.
Mata hitam Katherine menyapu keliling ruangan menyadari tidak ada satu pun tanda-tanda kehidupan di sini, "Yang lain kemana?"
"Mereka aku usir," kata Eryk memancing emosi Katherine.
Mata Katherine melebar, "Kenapa?"
Eryk berjalan mendekati kekasihnya, memberikan kecupan ringan di bibir mungil dan merah muda pada Katherine, "Karena aku mengingkan dirimu sendirian, baby."
"Eh?"
"Kenapa begitu kaget, baby?" Eryk bertanya dengan seringai di bibirnya, "kau tahu kita sudah lama tidak berduaan dan kau sendiri yang bilang merindukan aku. Jadi aku usir saja mereka dari sini."
Sebuah keheningan canggung memenuhi mereka berdua.
Eryk memperhatikan setiap gerakan, tatapan dan ekspresi Katherine tanpa berkedip satu detik pun, menolak melakukannya agar bisa mendapat petunjuk kecil bahwa Katherine tidak bersalah. Ini sebuah keputusan yang berat baginya curiga pada kekasihnya, tetapi sebuah jepretan foto dari ponsel lipat Rainer memaksanya melakukan penyelidikan ini.
Jepretan foto dengan resolusi tinggi Katherine bersama Kervyn berpelukan di luar lorong kamar, membuat api kecemburuan di dalam hatinya menyala lagi mengingatnya.
Eryk tidak bisa mengelak apalagi menanyakan keaslian foto tersebut, sumber ini dari Rainer, saudaranya yang paling dipercayai selain Alex, walau memang Rainer menaruh rasa tidak suka, foto itu asli.
"Apakah kau tidak berlebihan Eryk?" tanya Katherine.
"Mereka tidak," sahut Eryk. Mengakhiri obrolan ini dengan menggendong tubuh Katherine hingga keluar 'epp' pelan refleks melingkarkan kedua tangan kurusnya ke belakang lehernya. Kemudian mendekatkan Katherine padanya, membisikan kata-kata di telinga kekasihnya, "Aku menginginkanmu, baby," Setelah mengatakannya, dijauhkan lagi jarak wajah mereka agar bisa mengamati ekspresi Katherine.
Bingung, terkejut, takut, lalu akhirnya sebuah senyum malu-malu terukir di bibir Katherine.
Eryk mengira ekspresi Katherine masih terbilang normal meskipun masih kalah dengan sebelumnya ketika mengajak melakukan hubungan cinta mereka lebih dalam untuk pertama kalinya.
Eryk melangkahkan kakinya menaiki anak-anak tangga berlapis keramik seputih kulit Katherine tanpa hambatan sama sekali, menganggap ini sebagai olahraga juga yang tadi tidak dapat dilakukannya karena perlu menyiapkan buket bunga bagi Gaea di hari keberangkatan wanita itu.
Eryk menendang pintu cokelat tua kamarnya, berjalan lagi ke dalam, sebelum itu tidak lupa diperhatikan kamarnya apakah ada yang berubah atau hal mencurigakan lainnya, di rasa tidak ada, akhirnya membaringkan kekasihnya di atas ranjang berselimut putih selembut sutra dengan perlahan, tentu saja ia mengambil alih kendali di atas.
"Eryk. Bukankah sebaiknya kita sarapan dulu?" tanya Katherine.
"Sarapan pagi ku adalah kau, baby," kata Eryk, dengan perlahan tangan kokohnya membuka jaket miliknya beserta kausnya membuka penghalang tubuhnya polosnya.
Katherine yang melihat tingkah kekasihnya memiringkan kepalanya ke samping malu.
Eryk jelas memanfaatkan situasi ini untuk memeriksa leher jenjang Katherine apakah ada sesuatu yang dicurigainya sebuah tanda dari Kervyn mengingat dulu pernah bilang suka meninggalkan tanda sebagai bentuk kepemilikan.
Tidak ada.
Bersih.
Hingga bagian dada pun juga bersih hanya menampilkan kulit putih mulus tanpa noda yang terlihat begitu menggoda di matanya.
Eryk mulai meragukan foto yang diambil Rainer hanyalah sebuah kebetulan belaka.
Pelukan memang hal yang biasa baginya.
Tidak, Eryk boleh cepat lengah.
Tangan Eryk terulur hendak membuka pakaian yang melekat di tubuh Katherine namun, tersela oleh bunyi dering ponsel miliknya yang berada di celana jeans-nya.
Eryk turun dari ranjang untuk mengangkat telepon yang terus bergetar di celananya, melihat nomor telepon rumah sakit tempat Lola dirawat, "Halo? Dengan Eryk Enzo di sini."
[Tuan Enzo? Ini aku Dokter Harry. Bisakah ke rumah sakit? Ada yang ingin aku bicarakan.]
"Baiklah, aku akan segera ke sana," kata Eryk.
[Aku tunggu kedatangannya.]
Eryk mematikan ponselnya, memasukannya kembali ke kantung kecil celana hitamnya, melirik Katherine yang sudah duduk di ujung ranjang, "Aku mau pergi ke rumah sakit. Kau tunggulah di sini."
Katherine buru-buru menegakan tubuhnya mendengar kata 'rumah sakit', "Aku ikut, iya?"
Alis hitam tebal Eryk menyatu, "Kenapa?"
"Aku bosan di rumah," kata Katherine.
Ditatapnya dalam dua bola mata hitam Katherine yang terpancar penuh harapan agar pinangannya diterima, detik kemudian Eryk membuang muka ke sudut lain melihat wajah itu berubah jadi wajah Gaea, "Baiklah, kau boleh asal tidak membuat kegaduhan."
Katherine mengangguk patuh, "Aku mandi dulu begitu," katanya, lalu melangkahkan kakinya riang berjalan menuju kamar mandi yang tidak jauh dari mereka.
Eryk menghela napasnya, menghampiri jendela, memandang kosong lapangan yang tertutup oleh tumpukan putih salju di halaman belakang rumahnya.
Gaea.
Eryk berpikir apakah wanita itu sudah berada di pesawat? Ia tidak menunggu hingga keberangkatan sebab harus segera mengecek Katherine.
Entah kebetulan ataukah Tuhan memberikan alasan baginya untuk terus memikirkan Gaea, sebuah pesawat terbang melintas, membelah langit biru bersih tanpa awan, memberikan bentuk putih memanjang dari ekor pesawat.
Cklek.
Eryk seketika menoleh mendengar suara pintu terbuka, memperlihatkan Katherine yang hanya terbalut handuk biru di tubuh polosnya.
Sebuah pemandangan yang indah, dulu Eryk suka memuji aset Katherine, namun hari ini entah bibirnya sama sekali tak melontarkan kata pujian seperti dulu bahkan tubuhnya ini tidak bereaksi apa-apa melihat pemandangan di depannya. Ia memandang lagi keluar, dan mengembuskan napasnya berat.
Mungkinkah ia masih merasa kesepian? Ketika membuka baju pun tadi tak ada satu pun percikan gairah di dalam tubuhnya padahal posisi Katherine begitu seksi tadi.
Apa yang terjadi padanya?
Ia sakit?
Eryk tidak dapat menjawabnya hingga sebuah pelukan dari belakang memberikan jawaban untuknya.
"Kau melamun?" tanya Katherine.
"Hm ...."
"Apa yang kau pikirkan Eryk? Kau tahu, kau bisa bicara denganku," kata Katherine.
Eryk justru melepaskan pelukan Katherine di tubuhnya, menjauh sedikit, bahkan sentuhan intim begitu tidak lantas membuat gairahnya naik malah semakin turun dibuatnya, sebuah respon yang sama ketika mereka di kantor, ia pikir karena sedang bekerja, di kondisi bebas begini hasilnya sama.
"Eryk?"
Eryk tersadar, merasa malu dengan dirinya sudah bersikap terlalu dingin, "Kita pergi."
Katherine tidak menyahut, namun Eryk dapat mendengar langkah sepatu mengikuti dari belakang.
***
Eryk sampai di rumah sakit satu jam kemudian, melewati beberapa perawat dan orang-orang yang sibuk lalu lalang di lorong rumah sakit memegang banyak dokumen di tangan mereka atau sekedar mendorong troli berisi makanan untuk pasien, salah datang di jam yang sudah sibuk.
Eryk berharap Dokter Harry tidak sedang ada jadwal operasi. Namun, biasanya bila sudah ada janji pasti takkan melayani pasien kecuali di posisi darurat seperti Lola contohnya.
Ketika sampai di bagian lorong rumah sakit tempat ruangan Dokter Harry berada, matanya menangkap sosok Dokter Harry berbincang dengan seorang pasien, terlihat serius bila dilihat dari ekspresi wajah Dokter Harry yang sudah dipenuhi keriput penuaan.
Dokter Harry menyadari keberadaan Eryk setelah selesai mengobrol, bibir tebalnya seketika memamerkan senyum yang ramah sambil berkata, "Ah, Tuan Eryk selamat pagi, aku sudah menunggu."
Eryk berhenti untuk berjabat tangan, "Dokter ada urusan denganku? Apakah uang rawat inap saudaraku Lola masih ada yang keliru?"
Dokter Harry menggelengkan kepalanya, dilihatnya Katherine yang berada di samping Eryk, "Anda tidak bersama Nona Gaea?"
Eryk menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Kemanapun ia pergi, Gaea selalu mengikuti, huh?
"Ah ... sayang sekali," kata Dokter Harry.
Mendengar kekecewaan Dokter Harry membuat Eryk berpikir bahwa ini ada kaitannya dengan Gaea, "Jadi apa yang ingin dibicarakan, Dokter Harry?"
"Kita bicarakan ini di dalam, Tuan Eryk," kata Dokter Harry, membuka pintu ruangan kerja, "tapi maaf, aku hanya ingin berbicara empat mata saja." Ia melirik Katherine memberitahu maksudnya lewat isyarat.
Eryk mengerti tanpa perlu dijelaskan, melirik Katherine di sampingnya, "Kau tunggu di sini, iya?"
"Eh?"
"Tunggu di sini. Aku takkan lama," kata Eryk.
Katherine mengangguk sekali.
Eryk bersyukur Katherine tipe penurut, tidak membawanya ke banyak masalah maupun pertengkaran, sungguh berbeda dengan Gaea.
Lagi.
Membandingkan dua wanita.
Eryk segera masuk ke dalam ruangan Dokter Harry sebelum kepalanya mulai berpikir yang tidak-tidak mengenai Katherine, duduk di kursi besi yang ditempatinya beberapa hari sebelumnya, "Jadi ada apa Dokter?"
Dokter Harry mengambil napas dalam, baru mengatakan sesuatu yang membuat Eryk syok, "Maafkan kami Tuan Eryk, tetapi stok darah Nona Gaea ada yang mencurinya."
***
Gaea melangkah kakinya ke sebuah jembatan kayu, menghirup udara dalam-dalam baru membuangnya dalam juga, ditatapnya penuh nostalgia gunung-gunung yang mengelilingi kampung halamannya.
"Hm ...," Rainer juga memperhatikan kota tempat tinggal Gaea dengan seksama juga, "aku kira kota ini besar ternyata kecil, iya?"
"Sitka memang kota kecil, penduduknya juga tidak sampai sepuluh ribu loh," kata Gaea.
"Hm ...," Rainer mulai mengerti kenapa Chief Charles memilih tempat ini sebagai tempat persembunyian Gaea selama tujuh tahun.
Kota yang begitu indah masih belum ada gedung pencakar langit di sini, udaranya masih bersih bahkan Rainer bisa melihat banyak penduduk lokal memancing ikan di pinggir pelabuhan tak jauh dari mereka nampaknya di sini sektor perikanan yang maju.
Gaea mencari sosok ibunya yang katanya akan datang menjemputnya.
"Kau masih ingat rumah orang tuamu, 'kan?" Rainer tiba-tiba bertanya.
"Pertanyaan macam apa itu, jelas aku masih hapal," kata Gaea.
"Kalau begitu kita jalan kaki saja, aku ingin melihat suasana di sini," kata Rainer.
"Oh!" Gaea lupa bahwa ini pertama kalinya Rainer kemari jelas penasaran mau lihat kota Sitka. Ia rasa tak apa juga, yakin ibunya akan mengerti, "baiklah, sebentar aku kirim pesan pada Ibuku."
Rainer mengangguk, kemudian berjongkok untuk memeriksa apakah kopernya baik-baik saja tidak ada robekan atau semacamnya.
Gaea mengambil ponselnya dari dalam tas selempang kecil yang dibawanya, menekan tombol panggilan nomor ibunya.
Untuk beberapa saat terdengar nada sambungan tunggu biasa.
[Halo? Gaea sayang ada apa?]
"Ibu, aku mau bilang tidak usah menjemput di luar bandara, aku ke rumah sendiri saja iya," kata Gaea.
[Eh? Kenapa? Ibu sudah mau berangkat ini.]
"Tidak apa, Bu. Aku membawa teman, dia ingin melihat-lihat isi kota," kata Gaea.
[Oh! Teman? Berarti bukan Lola? Apakah tunangan mu yang tampan itu, sayang?]
"Iya, tunanganku yang tampan—eh?" Gaea menyadari bahwa yang dibicarakan adalah tunangan yang berarti Eryk, "Ibu tahu dari mana aku punya tunangan?"
[Sayang, Ibu memang tidak suka internet, tetapi kakakmu memberitahu video lamaran yang viral itu, Ibu jelas langsung mengenali jika itu kau, sayang. Oh, kau mendapatkan pria yang mapan.]
Gaea terbatuk gugup, tak menyangka bahwa video itu akan sampai ke kotanya, ia menjadi cemas sebab yang bersamanya bukan Eryk melainkan Rainer. Rencananya mau memakai Rainer agar kakaknya tidak mengganggunya gagal dengan berita ini, "Sesungguhnya aku tidak membawa Eryk, Bu."
[Jadi nama calon suamimu Eryk. Nama yang bagus, sayang. Eh ...? Kau bilang bukan Eryk? Lalu siapa?]
Gaea mengambil napas, lalu berkata, "Rainer, dia kekasihku." Begitu selesai mengatakannya, ia dapat mendengar suara ibunya di seberang telepon terkesikap syok.
[Gaea! Kau anak nakal! Kau berselingkuh?]
"Tidak, Bu! Aku tidak selingkuh hanya saja aku—" Gaea tidak dapat meneruskannya, tak mau mengucapkan bahwa hubungannya dengan Eryk telah berakhir. Ia tidak mau. Ia sudah berencana memperkenalkan Rainer sebagai pacar tanpa mau menyinggung Eryk. Namun, situasi ini membuatnya sulit.
Rainer mengambil ponsel yang berada di tangan Gaea, lalu menjawab apa yang harus dilakukan wanita itu sejak tadi, "Maaf, tetapi hubungan Gaea dan Eryk sudah berakhir, akulah kekasih anak Anda sekarang."
[Oh! Siapa kau?]
"Maaf atas ketidaksopanan ku, perkenalkan aku, Rainer," kata Rainer, "jika diperbolehkan aku dan Gaea mau jalan-jalan sebentar."
[Oh, tentu saja boleh kok Rainer. Ibu tidak masalah, hanya jangan makan di luar dulu iya, Ibu akan menyiapkan makan untuk kalian berdua.]
"Terima kasih pengertiannya," kata Rainer dengan senyum di bibirnya, "kalau begitu, bolehkah aku mulai berkeliling?"
[Hati-hati, Nak Rainer.]
"Iya," sahut Rainer sopan, kemudian Ibu angkat Gaea mengakhiri telepon mereka. Ia mengembalikan ponsel kepada pemiliknya, "mudah."
Gaea yang syok kembali ke sadar, "Apa yang kau lakukan?"
"Aku melakukan apa yang tidak bisa kau lakukan," kata Rainer kalem, menatap mata Gaea dalam, "mengakhiri hubungan kalian."
Gaea tersentak mendengar ucapan Rainer yang begitu dingin dan tertunduk sedih, memainkan cincin yang masih terpasang di jari manisnya. Memang benar ia tidak bisa berkata 'mengakhiri', takkan sebelum Eryk sendiri yang bilang.
Takkan sebelum Eryk mengambil cincin penghubung mereka berdua.
Gaea bingung kenapa kemarin Eryk tak menyinggung perihal cincin, mengingat itulah yang mereka perdebatkan kemarin lalu. Ia hanya berpikir positif bahwa Eryk masih mau mempertahankan hubungan palsu mereka.
Sebuah tangan berbalut sarung tangan biru tua menggenggam tangannya penuh kelembutan, kepalanya menengadah melihat siapa itu yang disambut senyum lebar terukir di bibir Rainer ketika mata mereka beradu.
"Aku tidak mau kekasihku memikirkan pria lain saat bersamaku," kata Rainer, "apalagi di kencan pertama kita."
"Kencan pertama kita!?" Lagi, Gaea syok dibuatnya.
Sejak kapan mereka berkencan?
"Kau berjanji kencan, 'kan? Sekarang saatnya melunasinya," kata Rainer sambil mengaitkan jari-jari mereka kemudian membawa Gaea ke dalam kota Sitka.
***