webnovel

3.Naik turun Naik.

Sudah tiga hari berlalu Papa dan Mama Ririn belum pulang dari luar negeri, entah kenapa Kak Reva selalu mengikuti ku.

Saat Aku ada pelajaran tambahan Kakak selalu ikut menemani ku sampai selesai, dan Kalau ada les atau kursus bahasa Ingggris Kak Reva akan setia menemaniku di lobby.

Entah kenapa Kakak ku selalu menghindari bila dirinya hanya ditemani oleh Papa tiri ku, dan alasan kak Reva adalah karena bosan dirumah dan ingin menemani Aku sebagai Adiknya yang perlu dia jaga.

Menurut ku alasan ini sangat realistis, dan tidak ada yang aneh Aku menganggap nya, kalau hal ini adalah karena rasa sayang seorang Kakak kepada Adiknya, apalagi kami berdua adalah korban perceraian kedua Orang tua kami.

Untuk urusan pendidikan kami berdua bisa dikatakan termaksud murid berkualitas di sekolah kami, mungkin karena Aku dan Kakak ku mewarisi kepintaran dari kedua Orang tua Kami.

Seorang pembisnis sukses dan Seorang manager Programer Pintar, inilah kelebihan kedua Orang tua kami yang memiliki segalanya tetapi tidak memiliki kepekaan terhadap perasaan Anak-anak mereka sendiri.

Pendidikan tinggi, kehidupan yang memadai, ingin apa saja Aku dan Kakak ku tinggal memintanya kepada Orang tua kami dan mereka pun segera mengabulkannya.

Biasanya setiap beberapa bulan sekali keluarga ku akan melakukan tamasya, tetapi sekarang hampir tiga tahun ini bahkan ke taman kota pun atau menemani kami melakukan rekreasi dari sekolah saja mereka tidak memiliki waktu, mereka hanya sibuk dengan pekerjaan mereka dan waktu untuk pasangan mereka masing - masing.

Memangnya Aku dan Kakak ku ini sebenarnya siapa di mata mereka?

Apakah Kami berdua hanyalah sebuah penghalang untuk kebahagian mereka?

Atau beban bagi keduanya karena harus membiayai semua kehidupan kami berdua.

Sebutan Anak yang di berikan kepada Aku dan Kakak ku hanyalah sebagai status belaka, hanya pelengkap kalau kedua orang tuaku adalah manusia normal yang dapat memperoleh keturunan dari hasil pernikahan mereka.

Kakak ku Reva menjadi seorang yang minder di sekolah, Aku dan Kakak ku tidak perlu mengkhawatirkan tentang jumlah teman yang dapat menjadi teman kami, karena tanpa di minta pun mereka yang akan mendekati kami.

Paras Kami yang cukup lumayan, dari kalangan orang berada dan juga karena kami berdua adalah siswa berkualitas, karena hal ini lah kami di cari untuk di jadikan teman bagi siswa lainnya.

Hanya Kakak ku yang tidak terlalu ingin bergaul kepada teman - temanya yang lain, Karena ini lah Aku selalu berusaha menjadikan diriku menjadi dewasa dalam berfikir, menjadikan diriku sebagai tempat Kakak ku mencurahkan kesedihannya walau Aku hanyalah seorang siswa sekolah dasar.

Saat pelajaran bahasa Indonesia Aku tidak mengerjakan PR karena semalaman Aku terus memainkan game pada ponsel Kakak ku Reva.

Ya, hanya Kakak yang memiliki ponsel yang dapat memainkan game 3 dimensi,

sementara ponselku hanya ponsel biasa yang hanya dapat mendengarkan radio atau musik Mp3 saja.

Aku baru tersadar setelah pagi, dan guru bahasa Indonesia adalah guru yang terkenal galak, Aku pun takut membayangkan kalau - kalau guru itu akan menghukum ku.

"Jun, mana PR mu yang bapak suruh kerjakan?" bentak Pak guru bahasa Indonesia kepada Ku.

"Maaf Pak, Saya tidak mengerjakannya." Jawab ku dengan wajah menunduk dan tidak berani menatap wajah guru ku ini.

"Kamu pemalas yah, sekarang kamu berdiri di luar kelas." Perintah guruku dengan mengarahkan tangannya ke arah luar pintu kelas.

"Anak - Anak, kalian kerjakan halaman 23, yang sudah kelar kumpulkan kedepan." Perintah Guru ku yang masih dapat jelas ku dengar dari luar kelas lalu guru ku menghampiri ku di luar kelas.

"Jun, Ayo kamu ikut Bapak!" pak guru menarik tangan ku kuat, Aku pikir dia akan membawaku ke ruang guru ternyata tidak, dia membawaku ke toilet khusus murid Pria.

Di dalam toilet sangat sepi tidak ada siapapun hanya Aku dan Pak guru berdua saja, sebab para murid kebanyakan akan ke toilet hanya pada saat jam Istirahat.

pak guru mendorong ku masuk kedalam kamar mandi khusus untuk closed dan mengunci pintunya lalu dia menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya.

"Kamu jangan bersuara yah!" pinta guruku dengan sorot mata yang mengancam ku.

Lalu guruku membuka retseleting celananya dan mengeluarkan si Jacky kepunyaannya yang nampak 3 kali lipat lebih besar dari Jacky kecil yang Aku punya, mata ku membulat saat melihatnya.

"Jun, Kamu remass ini Bapak yah caranya seperti ini." guruku segera meraih tangaku dan mendekatkan jemari ku lalu menuntun jemari ku menggengam si Jacky besar miliknya.

"Kamu gerakin seperti ini yah, naik turun, turun lalu naik kembali." jelasnya dengan senyum dan tanpa ancaman seolah dia sedang membujuk ku.

Aku tidak merasakan aneh atau takut, justru Aku merasakan hal yang biasa menurut ku karena Aku pun sudah dua kali memainkan si Jacky kecil milik ku beberapa kali, sehingga menurut ku ini hal yang wajar saja, sebab guru ku saja melakukannya sebagai laki - laki, kata ku dalam hati.

Aku melakukan yang beliau perintahkan dan guruku merasakan kenikmatannya tersendiri, dan Aku seolah takjub saat melihat si Jacky besar miliknya semakin keras dan bertambah besar persis seperti batang Singkong hutan yang sering gambarnya Aku lihat pada pelajaran IPA sekolah dasar, yang mempelajari tentang jenis Umbi - umbian.

Guruku terus mengerang dengan keringat yang membasahi wajah nya sampai Aku merasa jijik saat tiba - tiba si Jacky besar miliknya mengeluarkan cairan berwarna putih hangat yang Aku tidak tahu itu Apa? Aku malah merasa takut kalau - kalau si Jacky besar milik guruku itu mengalami cidera luka.

Dia memerintahkan Agar Aku mencuci tangan ku dan beliau kembali merapihkan celana nya, kejadian di dalam toilet ini hanya memakan waktu 10 menit saja.

"Jun, kamu jangan beritahukan hal ini sama siapa pun yah, termaksud keluarga kamu sendiri !" ancamnya kepada ku, baru saja seolah guruku merasa senang karena Aku melakukan sesuai dengan apa yang dia perintahkan, dan kali ini sorot matanya tajam dan mengancam ku kembali.

"Iya Pak, jun tidak akan kasih tau siapapun." Jawab ku takut.

Lalu beliau mengusap-usap rambut ku dan tersenyum kembali.

"Bagus Anak penurut, sekarang kamu keluar duluan lalu masuk kelas, baru setelah itu Bapak menyusul." Jawabnya dan mendorong ku perlahan ke arah pintu keluar.

Aku lalu kembali ke kelas dan duduk di bangku ku, serta masih mencerna hal apa yang barusan Aku lakukan atas perintah guruku sendiri, mengapa Aku harus merahasiakannya?

Mengapa Aku harus menutupnya rapat? tidak boleh ada yang menetahuinya sedikit pun.

Pertanyaan itu berputar di otak ku, berarti yang Aku lakukan juga termaksud hal yang tidak boleh di ketahui orang lain, bahkan keluarga ku sekali pun, termaksud Kakak ku sendiri, Kak Reva yang selalu Aku percayai melebihi kedua Orang tuaku.

_Bersambung_

Nächstes Kapitel