webnovel

Krisis Logard, Bagian #5

Kiev merebahkan dirinya, bersandar di sebuah pohon besar Lembah Kurila. Beberapa bagian tubuhnya terasa sakit, terutama bagian lututnya yang terasa nyeri akibat benturan keras saat ia melompat ke dasar lembah.

Kepalanya sedikit terluka, namun tidak parah. Tapi tetap saja terasa sakit di pelipis yang membuatnya merasa pusing juga. Kepalanya sempat tergores dan terbentur dahan dari pepohonan yang ada di dasar lembah. Tapi di sisi lain, pepohonan itu juga menolongnya mengurangi dampak dari benturan dengan permukaan tanah.

"Ugh... Seharusnya mereka membuat helm juga...." ujarnya pelan, mengkritisi perlengkapan Cerberus sambil menekan luka di kepalanya yang mengeluarkan darah.

Darah di kepalanya menetes, berpadu warna dengan mantel Cerberus merah yang ia kenakan, yang malah membuat bercak darah tidak terlalu terlihat.

Di kejauhan, Kiev mendengar suara sepeda motor. Dengan tertatih-tatih, ia berusaha bersembunyi, berjaga-jaga kalau suara itu berasal dari musuh yang tengah berpatroli mencarinya.

Namun ternyata pengendara sepeda motor tersebut bukanlah musuh seperti yang ia duga; melainkan Riev dan Vabica yang sedari tadi mencarinya.

Riev menghentikan laju sepeda motor begitu mendapati Kiev beranjak dari persembunyian sementaranya di balik pohon.

"Kau tidak apa-apa, Kiev?!" tanya Riev cukup cemas, sambil menghampiri Kiev setelah mematikan mesin sepeda motor.

"Aku tidak apa-apa...." jawab Kiev pelan.

"Sebenarnya, apa yang terjadi, sih?"

"Aku juga tidak tahu."

"Sial!" pekik Riev sembari meninju pohon besar, tempat Kiev bersandar.

Bukan situasi gentinglah yang membuat pemuda itu kesal. Pasukan Cerberus memang dilatih khusus untuk menghadapi segala situasi genting. Namun karena ketidaktahuannya tentang apa yang tengah terjadilah, yang membuat Ia kesal.

"Kita harus kembali ke markas secepatnya," ujar Vabica menyarankan. Ia menghampiri Kiev untuk mengobatinya dengan perlengkapan medis milik pemuda itu.

Kiev yang berperan sebagai 'pendukung' memang diwajibkan untuk membawa peralatan medis. Tapi karena kepalanya terlalu sakit, ia jadi tidak bisa mengobati dirinya sendiri.

"Hmm... Sulit. Butuh waktu berbulan-bulan kalau kita jalan kaki dari sini ke Left Head. Kita harus mencari cara... Tapi untuk sekarang, kita cari sisa pasukan Cerberus yang masih hidup," ujar Riev menambahkan.

Vabica dan Kiev menyetujui rencana Riev. Tapi Kiev meminta waktu sebentar untuk beristirahat.

Tentu saja Riev dan Vabica mengizinkannya.

Kemudian Kiev membaringkan dirinya di bawah pohon besar, dengan dedaunan sebagai alas.

Selagi Kiev beristirahat, Vabica dan Riev berjaga di sana. Gelapnya malam di lembah Kurila menjadi sebuah keuntungan bagi mereka yang terlatih untuk melihat dalam kegelapan.

[•X-Code•]

Setelah cukup lama Kiev tertidur, seberkas cahaya terlihat menyorot dari kejauhan, bergerak menghampiri mereka. Sontak saja Riev dan Vabica bersiaga dengan menggenggam senjata plasma-nya masing-masing.

Semakin dekat, semakin jelas pula sumber cahaya itu. Selain itu, terdengar juga suara mesin kendaraan dari sumber cahaya.

"Kesempatan, kita rampas mobil itu!" ujar Riev yang mendapati mobil militer Zinzam mendekat ke arah mereka.

Kedua anggota Cerberus itu berdiri di jalan untuk menghalangi laju mobil. Lajunya terhenti, tapi ternyata mereka tidak perlu merampas mobil yang tengah mereka hadang itu.

Teir, sosok yang mereka kenal, keluar dari mobil lalu menghampiri.

Teir berlumuran darah, hingga semerbak bau amis tercium darinya saat ia berada dekat dengan kedua anggota pasukan Cerberus itu.

"Syukurlah, kalian selamat!" ujar Tier dengan rasa lega, mendapati ada anggota Cerberus lain yang bertahan hidup.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Riev sembari kembali memasukan Scythe plasma miliknya ke dalam cincin.

"Akan kujelaskan di dalam mobil. Ayo, kita harus bergegas!" ajak Teir.

Riev dan Vabica mengangguk paham. Mereka membangunkan Kiev yang tengah tertidur memulihkan tubuhnya, lalu merangkul Kiev untuk membantunya berjalan. Mereka ikut bersama Teir masuk ke dalam mobil.

[•X-Code•]

Mobil lapis baja milik pasukan militer Zinzam itu tidak terisi banyak orang, hanya beberapa anggota Cerberus yang terluka di dalamnya.

Vabica berada di bagian belakang mobil, luas dengan kursi yang berderet sejajar berhadapan di sisi kanan dan kiri. Ia tengah merawat para pasukan yang terluka di sana.

Sedangkan Riev menemani Teir yang mengendarai mobil di bagian depan. Ia mengamati pemuda berwajah oriental yang bersimbah darah itu.

Teir memang berlumuran darah, tapi bukan darah miliknya. Itu darah dari pasukan militer Zinzam yang ia kalahkan.

"Ada apa sebenarnya, Teir?" tanya Riev menagih janji.

"Kita telah dijebak. Ternyata, para bangsawan Zinzam bekerja sama dengan Abaddon. Sedari awal, tujuan mereka merekrut kita bukanlah untuk membantu. Tapi untuk menjebak kita atas permintaan Grief. Tampaknya... Grief ingin menghabisi Cerberus secara perlahan," jelas Teir sambil masih fokus mengemudi.

"Cih! Berarti... Bisa dibilang kalau seluruh wilayah Zinzam sedang memburu kita? Betul?"

"Tepat. Aku rasa, para bangsawan itu takut akan kekuatan Abaddon. Sampai-sampai memilih untuk bekerja sama dengan Grief."

"Arrgh! Pengecut!" pekik Riev dengan geramnya.

"Untuk sekarang, kita harus mencari cara supaya bisa keluar wilayah Zinzam dengan selamat. Yang paling utama, kita harus mencari sinyal. Abaddon punya alat untuk mengeluarkan gelombang frekuensi pengacau sinyal. Aku tidak tahu seberapa luas jangkauannya, tapi yang pasti cukup luas."

"Hmm...." Riev bergumam pelan. Ia teringat akan Ain yang berencana menuju Elarina, ibukota Zinzam. Ain pasti bisa melindungi diri dan teman-temannya, tapi ia merasa harus segera memberi peringatan pada Ain.

"Teir, kau kenal Ain?" tanya Riev ingin memastikan.

"Ain? tentu saja. Siapa yang tidak mengenal Ain, kandidat istimewa yang langsung menduduki Rank-A?" jawab Teir seadanya.

"Mungkin Ain sedang berada di Elarina sekarang. Apa... Kita bisa menjemputnya? Aku yakin dia pasti butuh bantuan," pinta Riev pada Teir.

Walaupun Ain punya kemampuan yang tinggi, tapi pasti akan sulit baginya untuk melarikan diri sambil melindungi Tiash.

Memang, Agna dan Marlat ikut menyertai Ain. Tapi Riev tidak yakin mereka bisa membantu sahabatnya itu dengan baik.

"Hm... Mungkin itu ide bagus," jawab Teir, tidak disangka-sangka.

Riev sempat mengira Teir akan menolak permintaanya. Mengingat kondisi Zinzam saat itu, pasti akan sulit berkeliaran di Zinzam yang tengah bekerja sama dengan Abaddon untuk memburu mereka. Apalagi, Elarina merupakan ibukota Negara Feodal Zinzam.

"Di situasi seperti ini, kita sangat membutuhkan personel yang kuat. Selain itu, kalau terjadi sesuatu padanya... Akan cukup merugikan buat Cerberus. Kebetulan, tempat tujuan kita searah dengan Elarina. Aku tidak keberatan kalau harus sedikit memutar untuk singgah sejenak di Elarina," ujar Teir menyambung perkataan sebelumnya.

"Memangnya, kita mau ke mana?"

"Cabang Cerberus terdekat dari sini, Right Head."

"Hm, begitu ya... Aku setuju denganmu. Tapi, apa kau punya siasat supaya bisa sampai ke Elarina dengan selamat?"

"Tenang saja, aku sudah memikirkan sebuah strategi," jawab Teir yang tersenyum, sembari menoleh sebentar ke arah Riev yang duduk di sebelahnya.

Nächstes Kapitel