webnovel

PoV Nur

Aku masih tak percaya dengan semua yang di katakan Verra atau pun orang lain.

Sebelum Rania mengatakannya padaku. Aku takkan mendengarkan perkataan orang lain.

Aku lebih percaya Rania dari siapa pun, jadi aku memutuskan untuk bertanya langsung padanya.

*Triingg...* Notifikasi Whatsapp.

"Verra? Ada apa dia mengirimi ku pesan" ujarku.

[Verra : Bisa kau berhenti mendekati Rania?]

[Anda : Bukan urusanmu.]

[Verra : Percuma kamu berusaha mengejarnya, dia sudah tidak bisa mencintai orang lain. Dia hanya ingin aku.]

[Anda : Terserahku, itu bukan urusanmu.]

[Verra : Menyerahlah. Apa harus aku merebut apa yang kau punya sekarang? Ahh.. Aku hampir lupa, sekarang kamu tidak punya apa-apa lagi yang bisa ku rebut.]

[Anda : Berhenti menganggu atau mau aku blokir lagi?]

Itu menjadi pesan penutupku, aku benar-benar muak dengannya. Kenapa dia selalu hadir di saat aku bahagia dan dia adalah objek perusak di kehidupanku.

****

Malam tiba...

Aku pun bersiap menuju kost Rania.

Sesampainya disana aku mengungkapkan semua isi hatiku.

Ya.. Walau kurasa ini sudah tak ada artinya lagi, tapi kurasa ini akan menenangkan ku nanti.

Setelah berbincang, aku dan Rania memutuskan untuk ke mini market untuk sekedar mencari penganjal perut.

Tengah asik berbincang di mini market. Tiba-tiba ponselku berdering, notifikasinya terdengar seperti panggilan masuk.

"Kak, ponsel kakak bunyi." ujar Rania.

"Iya." ujarku mulai mangambil ponselku yang tersimpan di saku celana.

"Hallo..." ujar sesorang di sebrang sana.

"Ini siapa?" tanyaku

"Apa kamu melupakan suaraku teman?" ujarnya.

Kini aku tau siapa di sebrang sana, dia adalah Verra.

Sosok yang di cari oleh wanita yang berada di hadapanku.

"Jangan lupa, dia pacarku kamu gak akan bisa merebutnya dariku. Apa kau tak ingat aku telah merebut seseorang yang sangat berarti bagimu."

"Terserah... Apa yang kamu kamu lakukan saja, aku tak ada hubungannya dengan kalian." ujarku menahan amarah yanh membeludak di dadaku.

*tuuutt...tutt...* panggilan berakhir.

'Kenapa kamu akhiri panggilan ini. Dasar sialan.' gumamku geram.

"Kak, kakak baik-baik saja?" tanya Rania

"Kakak pulang dulu ya." ujarku.

"Lah kenapa pulang? Jadi aku di tinggalkan sendirian nih?" tanya Rania.

"Gak, motor ku kan masih di kostan mu" ujarku jutek padanya.

"Jadi kita pulang meninggalkan semua makanan disini?"

"Bawa pulang saja, gak ada susahnya." ujarku mulai beranjak dari tempat duduk.

"Kak." Rania menarik tanganku, membuatku menghentikan langkahku dan menatap wajahnya yang kini berbah menjadi sendu.

Kurasa dia merasakan perubahanku terhadapnya. Kalau di pikirkan lagi, aku memang egois melampiaskan amarahku pada orang yang tidak bersalah.

"Kakak kenapa?" tanya Rania menatap mataku dengan tatapan sendu.

"Aku gak apa-apa." jawabku melepaskan pegangan tangannya.

"Apa susahnya memberi tau ku?"

"Sebaliknya, apa susahnya untuk memberi tau ku. Apa pun yang kamu katakan, aku bisa terima." ujar ku kesal.

"Ma-maksud kakak apa?"

"Kenapa kamu tak pernah mau bercerita tentang Verra kepadaku. Padahal aku hanya ingin tau kenapa dan apa yang membuatmu terus mencarinya." ujarku padanya.

Mungkin ini sangat menyakitkan apa lagi ini pertama kalinya aku berkata sekasar ini padanya.

Hatinya pasti sangat terluka dengan semua perlakuanku terhadapnya.

"A-aku gak ada apa-apa kok." ujar Rania lesu.

Sudah ku duga, itu yang akan terlontat dari mulutnya. Dia benar-benar tak mau aku mengetahui alasan apa yang ia miliki.

Aku juga sebenarnya sudah tau, aku hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Rania.

Nächstes Kapitel