webnovel

Das Ultimatum [Vierter Teil]

Democracy is a pathetic belief in the collective wisdom of individual ignorance.

Demokrasi adalah keyakinan yang menyedihkan dalam kebijaksanaan kolektif ketidaktahuan individu.

- Henry Louis Mencken (1880-1956)

>===o===<

"Mohon maaf untuk keterlambatan saya, nama saya Rafael Tendranatha calon ketua kelas A," ujarku datar dan tak peduli sekitar.

Sudah pasti rasanya kalau diriku akan jadi pusat perhatian. Datang di tengah acara dengan penampilan yang tidak rapi. Seharusnya aku meminjam jasnya Rio tadi. Sayangnya, aku lupa akan hal itu. Selain itu aku harus tetap berjalan menuju ke kursi depan bagaimanapun situasi kondisinya.

"Ah iya silahkan ...," ucap kak Hannah.

Aneh ... mereka tidak menanyakan sesuatu kepadaku. Persetan dengan hal itu, aku harus tetap berjalan dan tak peduli dengan berbagai sorot mata yang menusukku. Beberapa deret kelas telah kulewati dan suasana tetap saja sepi, seakan-akan sedang menjebakku. Hingga akhirnya aku sampai di deret tempat duduk kelasku. Kali ini kursinya tidak diurut sesuai nomor absen ya? Jauh juga sih kursi kosong itu.

Berbelok kanan dan tetap melangkah. Kedua kakak kelas di atas situ tetap saja diam. Ayolah ... apakah kehadiranku di sini harus dibuat sesunyi ini? Lebih baik dalam situasi ramai dan ribut dibandingkan sunyi begini. Hingga akhirnya aku telah berada tepat di kursi yang sepertinya memang disiapkan untuk ku.

Bukan masalah sih, jika posisinya di sebelah kiri adalah Ivan dan di sebelah kanannya adalah Clarissa. Lalu ... sebelahnya lagi Luna. Kuharap Luna telah berhasil melakukan tugasnya.

"Kondisimu sudah baik?" tanya Ivan.

"Sudah kok ...," jawabku langsung mengambil posisi untuk duduk.

Akhirnya aku bisa duduk dengan tenang setelah melewati beberapa hal yang melelahkan. Aku tak punya waktu untuk menceritakan beberapa menit sebelumnya, diriku sesegera mungkin harus melanjutkan skenario yang telah kubuat.

Seketika pandanganku tertuju kepada lelaki pengisi acara di depan sana. Aku sendiri tak pernah melihatnya, apakah dia seorang kakak kelas? Sepertinya iya, dari penampilannya sendiri sih, aku tak pernah melihat murid kelas sepuluh yang berperawakan tinggi dan menggunakan kacamata. Dia mulai menatapku juga. Pasti dia akan menanyakan beberapa hal.

"Ah, jadi ini salah satu kandidat yang katanya tadi gak masuk ya? Wah usaha yang bagus untuk tetap hadir di sini," ucapnya.

Aku sendiri sih tak berniat membalas ucapannya. Namun, satu hal yang membuatku penasaran hanyalah identitasnya. Aku hanya butuh menepuk sedikit pundak Ivan dan tak lama kemudian notifikasi pesan masuk ke dalam HPku. Seketika juga aku langsung tau nama dari kakak berkacamata itu. Namanya Darius Hank, nama yang keren menurutku.

"Wah ... wah ... sepertinya calon ketua kelas tertinggi kita yang satu ini cukup cuek yaa dengan seniornya ...," ucap Kak Darius.

Namanya memang bagus, tapi aku tak suka dengan sifat dan tutur bicaranya. Aku hanya masih merasa curiga saja, kenapa mereka tidak menanyakan ketidaknormalan pada pakaianku ini.

"Sudah sudah Darius ... lebih baik kita melanjutkan acaranya yaa ...," ucap Kak Hannah.

"Oh oke ... kalau begitu mari kita lanjutkan, pengambilan keputusan dimulai dari perwakilan kelas A ya!"

Tuh kan ... penampilanku ini benar-benar dicampakkan. Seketika saja Luna berbicara kepada Clarissa dan memintanya untuk bertukar tempat duduk. Clarissa menuruti ucapannya dan mereka segera menukar tempat duduknya. Lalu dengan Kak Darius dan Kak Hannah di depan sepertinya masih membisikkan sesuatu.

Tunggu sebentar ... bukankah dia terlalu dekat. Maksudku Luna, jujur saja ... aku sendiri merasa tak nyaman, tapi ... baunya harum dan sepertinya aku mulai salah fokus. Sebelumnya, aku tak pernah menyuruh dia duduk di sebelahku. Ada gerangan apa ini?

"Oke pertama ... Arkan Atmaja! Selaku kandidat pertama calon ketua kelas A, antara show dan hide, mana yang kamu pilih?" tanya Kak Hannah.

"Saya memilih show," jawabnya.

Show dan hide? Apakah telah terjadi sesuatu. Luna mulai menyentuh pundakku, rasanya ada yang ingin dia sampaikan. Dia mendekat? Kenapa ... sedekat ini, dadanya sampai menempel lenganku. Bukan hoki ini namanya, tapi yaa postur tubuhnya emang seperti itu. Meskipun begitu, tatapanku tetap mengarah ke pengisi acara di atas panggung.

"Oke ... selanjutnya, Edward Henry selaku kandidat kedua ketua kelas A, keputusanmu apa?" tanya Kak Hannah.

"Hide," ucap tegas Edward.

Jadi apa yang harus kupilih? Aku benar-benar tidak tahu mereka ini sedang memutuskan apa. Selain itu juga, Posisiku duduk yang sangat dekat dengan Luna membuatku tak mampu berpikir secara optimal. Wajahnya mulai mendekat ke telingaku. Ayolah ... kalau kau ingin memberitahu sesuatu lakukan dengan cepat.

"Show ...," bisiknya.

Apa benar aku harus menjawab itu? Itu kan jawaban yang dipilih oleh Arkan.

"Rafael ... Rafael ...." Sepertinya seseorang mulai memanggil namaku.

Hanya saja, aku masih salah fokus dengan yang ada di sampingku. Nafasnya berat dan sedikit hangat, selain itu kurasa badannya juga. Luna mulai menjauhkan posisi badannya dariku. Namun sempat terbesit dipikiranku, ada apa dengan dirinya? Tak biasanya seperti ini.

"EKHEM! Rafael!" Kak Darius membentakku?

"Ah iya maaf kak ... kondisi saya tidak terlalu sehat."

"Hmm ... selepas ini kusarankan untukmu beristirahat yang cukup."

"Oh oke kak ...."

"Jadi bagaimana dengan pilihanmu?"

"Show ...," ucapku tanpa berpikir terus terang.

Aku mulai memegang jidatku sendiri. Kurasa aku sudah cukup lelah untuk hari ini. Berkelahi dan berlari, sampai-sampai aku tak kuat untuk mengangkat kepalaku ini. Pengisi suara di depan yang masih menanyakan sesuatu kepada yang lainnya saja aku tak dapat mendengarnya dengan jelas.

"Apakah kondisimu baik-baik saja?" Suara Clarissa, sejak kapan mereka bertukar lagi.

Aku sedikit membangunkan kepala dan menoleh ke arahnya. Ah hingga saat ini kenapa diriku berpikir betapa manisnya dia jika dari dekat.

"Hey Rafael! Sadar!" panggil Clarissa.

Dia memegang pundakku, "Rafaaeell ...."

Aku sedikit tersadarkan setelah Clarissa sedikit menggerak-gerakkan pundak kananku. Aku harus berjuang sedikit lagi. Iya ... sedikit lagi, hari ini akan segera terlewati.

Aku mulai kembali mengangkat kepalaku dan segera menarik nafas panjang dan langsung mengeluarkannya. Setelah itu menoleh ke arah Clarissa. Rasanya baru kali ini aku melihat wajah khawatirnya terhadapku.

"Ah aku gak apa-apa kok, cuma butuh menenangkan pikiran saja," jawabku.

"Oh baguslah kalau begitu ... aku sangat khawatir tentang ketidakhadiranmu tadi ... ehm kamu dari tadi kemana aja?" ujar Clarissa.

"Nanti pas pulang bareng bakal kuceritain."

"Iyaaa ...," ucapnya sambil tersenyum.

Melihatnya terseyum saja sudah mengembalikkan beberapa tenagaku. Oke aku harus fokus kembali dengan apa yang ada di depan.

"Sip sudah fix! Semua perwakila kelas sudah mengambil keputusan dan yang terbanyak dengan perolehan, Kelas A unggul dua suara Show, kelas C dan E memilih Show. Lalu yang memilih Hide hanya kelas B dan D serta satu suara dari kandidat kelas A," jelas Kak Hannah.

"Kalau begitu kesimpulannya, suara terbanyak dipegang oleh keputusan Show yang berjumlah empat dan yang sedikit adalah Hide berjumlah tiga," ujar Kak Darius.

Oke kalau begitu sekarang aku berada di pihak dengan suara keputusan terbanyak. Sekarang, aku hanya perlu memahami apa yang mereka bicarakan selama ini.

"Wah kebetulan nih ... perhitungan jumlah suara sudah masuk dan kongkrit untuk penentuan ketua kelas E ...," ujar Kak Hannah kegirangan.

"Pas kan! Kalau begitu, mari kita lihat hasil pemungutan suara beserta siapa saja yang telah memilih pilihannya," sahut Kak Darius.

"Semuanyaaa! Silahkan liat hasil dan detailnya di HP kalian masing-masing yaa ...," ujar Kak Hannah.

Aku sudah paham apa maksudnya dengan Show dan Hide ini. Saat aku melihat hasil pemilihannya, aku juga cukup senang dengan hasilnya. Kuharap dia melihat bukti bahwa diriku mendukungnya.

"Woaahh ... gak kebayang yaa, Yurika lah pemenang dari pemungutan suara ini, buat Yurika selama yaaa ...," ucap Kak Hannah.

Sesuai perhitunganku. Yurika akan unggul suara terbanyak, hal itu tidak meragukanku karena penampilan dan sikapnya yang seperti itu. Aku cukup mengenalinya dari dulu, meskipun aku sendiri masih heran, apakah benar dia Yurika yang kukenal atau hanya orang lain yang mirip. Tidak heran juga jika pengisi acara akan menyertakan fitur seperti ini. Aku dapat melihat beberapa hal, tak hanya kelas namun identitas siapa saja yang memilih. Hanya saja, diriku cuma penasaran dengan pilihan beberapa murid di kelasku ini.

Aku mulai bergumam dan memikirkan beberapa hal, "kubu Edward memilih Mason dan Kubu Arkan memilih Yurika, lalu dengan kedua murid netral ini, mereka juga memilih Mason."

Aku tidak tau jika Edward adalah orang yang jalan berpikirnya seperti ini. Bukankah dia melakukan kerja sama terhadap murid-murid kelas E? Seharusnya iya, tapi ... menurutku melakukan hal itu terhadap kelas yang bernasib sama adalah sesuatu yang cukup rumit. Namun, kecuali jika Yurika mendapatkan iming-iming akan dipilih saat pemilihan.

Aku juga tak menyangka kalau Arkan bakal memilih Yurika. Mungkin, dia ada pemikiran sepertiku yang beranggapan, kelas terendah tak butuh pemimpin yang berkualitas. Kalau aku bodoh, mungkin saja diriku sudah memilih Mason.

"Oke dengan begini hasil diputuskan bahwa, Yurika sebagai ketua kelas E dan Mason sebagai wakilnya, silahkan beri tepuk tangannya untuk Pemimpin baru kelas E di sana," ujar Kak Darius.

Para murid pun bertepuk tangan mengungkapkan apresiasi keberhasilannya mengumpulkan suara. Aku sendiri tak yakin, mereka semua senang dengan keberadaan Yurika atau kemampuan Yurika yang dirasa tak memiliki keberanian membawa kelasnya untuk naik kasta.

"Baiklah ... kalau begitu, pemberian tongkat komando dan cincin kepemimpinan akan dilaksanakan saat selesai pengumuman hasil voting kelas A," ujar Kak Hannah.

Suasana di sekitarku berubah jadi terheran-heran dan penuh penasaran. Dari bagian kursi Edward dan Arkan, aku sendiri mendengar beberapa pertanyaan mengenai tongkat komando dan cincin kepemimpinan. Aku sendiri sudah pernah melihat tongkat itu, tetapi tidak dengan cincinnya. Aku sendiri jarang sekali fokus terhadap jari-jemari seseorang.

"Ke Acara Selanjutnya, yaitu pemilihan kandidat ketua kelas A. Acara akan diawali dengan penampilan visi misi oleh masing-masing kandidat ketua kelas A," jelas kak Darius.

"Karena di sini ada tiga calon yang cukup ambisius, maka daripada itu akan ada perpenjangan waktu," sambung kak Hannah.

"Tak usah berlama-lama lagi ... kepada ketiga kandidat dipersilahkan mengisi panggung," ujar Kak Darius sambil melihatku dan juga melihat kedua orang itu.

Mulai dari sini. Sepenuhnya akan menggunakan kemampuanku, bukan kemampuan milik teman-temanku. Entah apa yang akan terjadi, semuanya sudah kuperkirakan dan diperhitungkan.

>===o===<

Cerita ini adalah fiksi.

Semua orang, kelompok, tempat, dan nama yang muncul di Cerita ini.

Tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.

Nächster?

Pemilihan Akhir

[Ein weiterer Teil, um diesen Konflikt zu beenden]

Nächstes Kapitel