Setelah Wakil Presiden dan sekelompok dokter pergi, Qiao Chen melihat ke sekeliling ruang VIP yang kini ditempatinya. Ia masih terkejut dan kembali bertanya, "Kakak, mengapa mereka menukar ruangan biasa menjadi ruangan sebagus ini? Apakah Kakak Ipar yang mengaturnya?"
Qiao Chen masih belum tahu bahwa Qiao Mianmian dan Su Ze telah putus. Qiao Mianmian pun hanya menjawab, "Bukan dia."
Qiao Mianmian mengerutkan kening dalam kebingungan. Ia juga tidak memahami situasi ini. Su Ze tidak mungkin bersikap baik setelah mereka putus. Lebih mustahil lagi jika Ayah Qiao yang melakukannya. Tinggal di ruangan VIP yang terlihat sangat mewah seperti ruangan ini selama sehari penuh tanpa perlu melakukan apapun pasti akan menghabiskan banyak uang. Orang-orang dari keluarga Qiao tidak mungkin rela mengeluarkan uang untuk hal seperti ini. Lalu, siapa orang itu? Siapa yang begitu baik membantuku dan adikku? pikir Qiao Mianmian bingung.
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Saat Qiao Mianmian membuka pintu, seorang perawat sedang berdiri di luar untuk menemuinya. "Nona Qiao, presiden kami ingin berbicara dengan Anda tentang kondisi saudara Anda. Silahkan mengikuti saya," kata perawat itu sambil tersenyum
Qiao Mianmian lagi-lagi dibuat terkejut. "Presiden mencari saya?"
"Ya."
———
Perawat membawa Qiao Mianmian ke depan pintu kantor presiden, lalu mengulurkan tangan dan mengetuk pintu dengan lembut. Ternyata, pintu kantor tidak sepenuhnya tertutup. Terdengar suara yang indah dari dalam, seperti suara orang yang sangat muda. "Masuk."
Qiao Mianmian masih agak ragu-ragu saat ia mendengar suara yang begitu muda. Ia mengulurkan tangan dan pelan-pelan membuka pintu. Saat masuk, ia melihat seorang pria muda yang duduk di mejanya. Dilihat dari penampilannya, usianya kira-kira 25 tahun. Ia tampak menawan dan sepasang kacamata emas di pangkal hidungnya membuatnya terlihat seperti pria terhormat.
Dia... Presiden?! batin Qiao Mianmian. Matanya terbelalak dan menunjukkan keterkejutan yang tak terduga. Ternyata, presiden rumah sakit ini masih sangat muda. Ia pikir presiden setidaknya berusia 50 atau 60 tahun.
"Halo, Nona Qiao. Silahkan duduk."
Ketika Qiao Mianmian menatap Lu Rao dengan terkejut, Lu Rao juga mendongak dan menatapnya dengan penuh ketertarikan. Ini gadis kecil yang bersenang-senang dengan Mo Yesi? pikir Lu Rao. Wajahnya cantik tanpa perlu mengatakan apapun. Meskipun ia tidak modis, tetapi itu tidak menyembunyikan kecantikan aslinya.
Lu Rao memandangi Qiao Mianmian. Gadis muda itu berusia dua puluhan dengan fitur wajah yang sangat indah serta kulit yang cerah dan berkilau. Lu Rao terkejut saat melihat kecantikan Qiao Mianmian. Setelah memandang gadis itu sejenak, ia tersenyum dan berkata, "Nona Qiao tidak perlu sungkan. Kita masih muda, jadi anggap saja seperti bertemu dengan teman-temanmu yang biasa."
Qiao Mianmian merasa sedikit lebih santai setelah melihat Lu Rao tersenyum. Ia mengangguk dan duduk sambil membalas senyum pria itu. "Presiden, perawat memberitahu bahwa Presiden mencariku untuk membicarakan tentang kondisi adikku," Qiao Mianmian langsung bertanya tanpa basa-basi, "Apakah ada perubahan pada kondisi Chenchen?"
Lu Rao mengambil cangkir kopi di atas meja dan menyeruput kopinya sedikit, lalu menjawab, "Ya, ada sedikit yang berubah."
Qiao Mianmian tiba-tiba menjadi gugup. "Aku tidak tahu…"
"Penyakit adikmu seharusnya dioperasi lebih awal agar hasilnya lebih optimal. Tetapi, karena ia sudah terkena serangan jantung kali ini, ia sebenarnya sudah melewati waktu yang optimal untuk operasi."
Wajah Su Qiao Mianmian tiba-tiba berubah dan suaranya hampir bergetar. "Apa artinya Chenchen sudah melewatkan periode operasi terbaik? Apakah nantinya dia tidak akan mungkin bisa menjalani operasi?"
"Bukannya dia tidak dapat operasi, tapi hasil operasinya akan kurang optimal. Nona Qiao, operasi adikmu tidak dapat ditunda lagi."
"Aku tahu…" Qiao Mianmian mengepalkan tangannya. "Aku… Aku akan mencari cara agar dia dapat menjalani operasi secepat mungkin. Presiden baru saja bilang bahwa jika Qiao Chen dioperasi sekarang, hasil operasinya tidak akan begitu baik…"