Pria yang baru datang ke kantor Mo Yesi mengenakan kemeja merah muda, mengepang rambutnya, dan mengenakan anting berlian hitam yang mengkilap di kedua telinganya. Wajah tampan pria itu sedikit gugup dan ia terlihat sedikit tidak nyaman. Setelah ia masuk beberapa langkah, ia tidak berani lanjut berjalan lagi. Ia berdiri dan mengambil jarak sekitar lima sampai enam meter dari tempat Mo Yesi dengan tangan terlipat di depan, seperti seorang siswa yang melakukan kesalahan dan menunggu dimarahi guru.
"Kakak Kedua, aku tahu ini salahku. Aku tidak punya hati nurani hingga tadi malam aku melakukan hal yang brengsek semacam itu. Kakak Kedua, kau boleh memarahi dan memukulku, tapi jangan mengirimku kembali ke orang tua itu."
Mo Yesi mengangkat kepalanya dan mencibir diam-diam. "Kau cukup berani, Adik Ketiga Yan. Memarahimu merupakan hukuman paling ringan atas apa yang kau lakukan semalam. Bahkan, mati seratus kali pun belum cukup untuk menebus kesalahanmu."
"Kakak Kedua, aku benar-benar tahu itu salahku!" Yan Shaoqing sangat takut sehingga wajahnya pucat. Ia berjalan ke samping Mo Yesi, lalu berlutut di lantai dan memeluk paha Mo Yesi sambil menangis. "Kakak Kedua, aku tidak akan pernah berani lagi mengulanginya! Kasihanilah aku. Bisakah kau lepaskan aku sekali ini saja? Selain itu, tadi malam kau juga tidak kehilangan keperjakaan—"
Mo Yesi menatap Yan Shaoqing dengan jijik dan menendangnya pergi. "Adik Ketiga Yan, kau sebaiknya mencari kejelasan tentang apa yang terjadi semalam. Kalau tidak, kau akan datang dengan berjalan dan pulang dengan berbaring."
Yan Shaoqing sangat terkejut hingga tersedak. Ia pun terus menangis hingga kini ia tampak sungguh menyedihkan. "Kakak Kedua, demi kecelakaan wanita cantik itu di tengah jalan, lepaskan aku untuk kali ini saja. Aku bersumpah, aku tidak akan pernah melakukannya lagi."
Wajah Mo Yesi tiba-tiba berubah dan kilat aneh melintas di matanya dengan sangat cepat. "Kau bilang, wanita itu mengalami kecelakaan mobil?'
"Ya! Ya!" Yan Shaoqing ingin sekali menjelaskan dengan sangat jelas, "Sekarang dia masih terbaring di rumah sakit."
Wajah Mo Yesi masih tampak tenang, tapi sebenarnya hatinya sudah bergetar. Adik Ketiga San seharusnya tidak berani lagi berbohong. Nah… Jika wanita yang mereka siapkan untukku mengalami kecelakaan mobil, lalu siapa wanita yang tidur denganku sepanjang malam itu? pikirnya sampai mengerutkan kening dengan kuat.
Yan Shaoqing tak hanya terkejut, tapi juga merasa takut saat melihat perubahan ekspresi Mo Yesi. Kemudian, ia kembali menangis. "Kakak Kedua, Kakak Kedua, aku sudah selesai menjelaskannya. Aku bersumpah, semua yang aku katakan adalah benar dan tidak ada kebohongan dalam omonganku!"
Mo Yesi menurunkan matanya dan menatap tajam Yan Shaoqing. Lalu, ia menendang Yan Shaoqing dengan satu kaki lagi. "Keluar."
Yan Shaoqing melompat dari lantai seolah-olah ia baru saja lolos dari kematian. "Baiklah. Baiklah, Kakak Kedua. Aku akan keluar dari sini. Keluar dari sini!"
Yan Shaoqing segera berbalik dan menyelinap pergi. Dalam sekejap mata, sosoknya menghilang tanpa jejak. Wei Zheng pun hanya terdiam melihat semua itu. Yan Shaoqing benar-benar tidak bernyali. Namun, bagaimana ia bisa berurusan dengan Tuan Mo tadi malam?
Yan Shaoqing tadi mengatakan bahwa wanita yang tadi malam datang ke kamar Tuan Mo bukanlah wanita yang mereka siapkan untuknya, tetapi orang lain? pikir Wei Zheng. Saat ia masih merenungkan pertanyaan ini, ia mendengar suara yang dingin dan dalam, "Pergi dan periksa segera apa yang terjadi pada wanita yang muncul di kamarku tadi malam."
"Baik, Tuan Mo."
———
Di rumah Sakit, Qiao Chen akhirnya terbangun. Qiao Mianmian langsung meraih tangan adiknya itu. Melihat wajah adiknya yang pucat, Qiao Mianmian merasa hatinya hancur. "Chenchen, sekarang apa yang kau rasakan? Apakah dokter harus datang untuk memeriksamu lagi?" tanyanya.
"Kakak, aku baik-baik saja."