Siapa sangka, tadi pagi ketika Tang Xinluo menolak Lu Yuchen, statusnya masih Nona dari keluarga Tang. Merasa tidak membutuhkan, dia pun tidak mau menuruti pria tersebut. Tetapi beberapa jam kemudian, dia justru kembali ke hadapannya.
Melihat senyuman Tang Xinluo yang lebih menyedihkan daripada tengah menangis itu, kerutan di kening Lu Yuchen sekarang menghilang. "Kemari..." katanya dengan jari telunjuk yang dibengkokkan untuk menyuruhnya mendekat.
Tang Xinluo terdiam sebentar, lalu dengan menundukkan pandangan matanya, dia berjalan menuju Lu Yuchen berada. Melihatnya yang begitu menurut, pria itu kembali mengerutkan alisnya.
Bekas air mata di wajah Tang Xinluo dan kacamata berbingkai hitam yang terlihat tua itu membuat Lu Yuchen merasa tidak senang. Di saat seperti ini, wanita itu tidak terlihat seperti wanita yang suka tawar menawar, tidak seperti wanita yang kalau tersenyum terlihat cerdas dan menawan.
Tiba-tiba Lu Yuchen merasa sedikit menyesal. Mematahkan sayap Tang Xinluo agar membuatnya masuk sendiri ke dalam kandang yang dia buat mungkin bukan keputusan yang tepat. Walaupun dapat membuatnya mendapatkan apa yang diinginkannya, tetapi dengan begini tampaknya telah menghancurkan aura yang ada di mata wanita itu. Matanya yang seperti bunga persik yang sebelumnya cemerlang itu terlihat jelas menjadi merah dan bengkak. Walaupun mengenakan kacamata, tetap saja tidak dapat menutupinya.
Diam-diam Lu Yuchen menghela napas, dia berpikir bahwa wanita ini ternyata memang masih seorang gadis kecil. Siksaan seperti itu mungkin baginya bukan lah apa-apa, tetapi bagi Tang Xinluo yang terbiasa dilindungi justru terasa bagaikan kiamat.
Lu Yuchen menarik Tang Xinluo yang berjalan pelan ke arahnya itu ke dalam pelukannya. Dia membiarkannya duduk di atas kedua pahanya.
"Kamu disakiti?" tanya Lu Yuchen dengan suara yang terdengar malas dan seksi. Dibandingkan tadi yang terdengar dingin, sangat jelas terdapat kehangatan di dalam suaranya.
Tubuh Tang Xinluo bergetar mendengarnya, lalu Lu Yuchen melihat dua buah 'mutiara' jatuh dari matanya. Tiba-tiba, pria itu pun merasa kasihan. Ternyata hal ini terlalu keras untuknya, seorang wanita yang sebelumnya manja, bagaimana dapat menerima semua siksaan ini.
Lu Yuchen sudah memeriksa semua data Tang Xinluo, dia mengetahui Ibu wanita itu selalu menjaganya. Jika bukan karena terlalu dilindungi, wanita ini tidak mungkin dengan bodoh menikah dengan Lu Qinhao yang memalukan itu.
"Sudah, jangan menangis…" ujar Lu Yuchen sambil meletakan kepala Tang Xinluo di bahunya, lalu dengan sabar dia menghiburnya.
"Aku tahu kamu telah disakiti. Tidak apa-apa, lain kali, jika ada yang berani menyakitimu, kita akan membalasnya. Kamu turuti saja aku, jadilah wanitaku. Aku jamin, tidak ada orang di dunia ini yang berani menyakitimu lagi."
Lu Yucheng memang tidak pernah membujuk seorang wanita. Maka dari itu, dia tidak mengerti, ketika wanita menangis, dia malah akan merasa semakin sedih jika ada yang menghiburnya.
Tang Xinluo adalah tipe wanita yang seperti itu, awalnya dia memberitahu dirinya agar tetap tegar dan berani menghadapi semua ini. Sejak masuk kedalam ruangan kantor ini, dia telah mempersiapkan dirinya yang akan ditertawakan dan dihina oleh Lu Yuchen. Tetapi dia tidak mengira, ternyata hinaan dan ejekan yang diperkiraan olehnya tersebut tidak terjadi. Pria yang suka memaksa dan sombong itu, justru dengan hangat memeluknya yang sedang tidak berdaya itu.
Tang Xinluo yang baru saja dikhianati oleh keluarganya, mengerti bahwa dia tidak boleh lemah. Tetapi, ketika Lu Yuchen memeluknya, memanjakannya dan menghiburnya, air matanya justru tidak mau berhenti mengalir.
"Huhu… Huhu… Huhu…"
Aku tidak boleh menangis, tidak boleh lemah, batin Tang Xinluo.
Namun, Tang Xinluo meminta maaf pada dirinya sendiri. Kali ini, dia ingin membiarkan dirinya mengeluarkan rasa sakit, biarkan dia melepaskan semuanya sekali saja. Dia berjanji, setelah ini dia akan menjadi Tang Xinluo yang kuat.
Isak tangis yang awalnya kecil itu menjadi tangisan besar setelah Lu Yuchen terus menghibur Tan Xinluo. Bagaikan ingin mengeluarkan semua rasa sakit hatinya, wanita itu bersandar di bahunya.
"Sudah, anak baik, jangan menangis lagi…" tutur Lu Yuchen yang masih berusaha menghibur.