webnovel

Rasa sesal

Saat Gina menjauh dari sang ayah dan teman-temannya, Gina sempat melihat ekspresi kebingungan dari ayahnya yang terlihat mencari dirinya yang baru saja memberikan surat dan liontin milik sang ibu yang diberikan ayahnya saat mereka menikah dulu.

"Let's start this game,"ucap Gina lirih sambil tersenyum saat melihat wajah sang ayah untuk terakhir kalinya sebelum pergi dari tempat pesta.

Gina benar-benar sudah muak berada di tempat itu, para tamu yang hadir dalam pesta itu tak mencerminkan status sosial mereka dan Gina tak mau sampai kelepasan jika melihat pelecehan semacam itu dilakukan terus menerus didepan matanya. Dengan menahan perih Gina melepaskan kemeja putih panjang yang ia pakai, beruntung Gina memakai T-shit berwarna hitam sehingga ia tak merasa kesulitan saat mencari ganti pakaiannya yang sudah sobek dan kotor karena darah dan tanah.

Dengan menggeraikan rambutnya Gina kemudian naik ke atas motornya yang ia sembunyikan tak jauh dari kediaman Sanders, bunyi suara motor pun terdengar nyaring sata Gina memacu motor besarnya ke tengah jalan meninggalkan kediaman Sanders yang masih sangat ramai dan meriah.

Seorang pria yang tengah duduk di dalam mobil berwarna hitam nampak menaikkan satu alisnya saat mendengar suara motor cukup keras tak jauh dari tempatnya berada, ketika akan membuka mulutnya untuk memberi perintah pada anak buahnya untuk mencari tahu siapa pengendara motor yang mengganggunya itu tiba-tiba ia tertegun saat melihat motor yang bising itu melintas di depan matanya.

"A girl,"gumam pria itu kembali saat melihat Gina melintas didepan matanya.

Rambut panjang, tubuh ramping yang membentuk siluet indah membuat pria dalam mobil itu yakin kalau orang yang baru mengendarai motor dihadapannya adalah seorang gadis. Tanpa sadar sebuah senyum tersungging di wajah pria tampan itu sebelum akhirnya senyum indahnya tak terlihat lagi karena tertutup kaca mobilnya yang sudah langsung melaju dalam kecepatan tinggi membelah jalan raya.

***

London, 14 Februari 2020

Surat kematian

Sandra Garcia....

Deg

Seluruh tulang yang ada di tubuh Julian Sanders terasa meluruh saat membaca secarik kertas yang ada ditangannya, ia tak mampu meneruskan ucapannya membaca fotocopy surat kematian Sandra Gracia wanita yang sangat dicintainya itu. Seketika air matanya mengalir deras saat mengingat Sandra, wanita yang sangat baik dan ramah itu. Tanpa pikir panjang Julian pun keluar dari kamarnya dan bergegas menuju basement, sesampainya di basement Julian langsung masuk kedalam mobilnya dan memacunya dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumahnya yang masih ramai dengan para tamu yang belum pulang.

Sepanjang perjalanan menuju kantor kedutaan besar Inggris Julian terus berdoa, ia berharap surat kematian yang ia pegang palsu. Ia terus berharap supaya Sandra masih sehat dan baik-baik saja di London, Julian mengendarai mobilnya dalam kecepatan tinggi. Sudah tak terhitung banyaknya mobil yang membunyikan klakson untuk memperingatkannya agar tak ugal-ugalaan, saat dalam perjalanan Julian sempat menghubungi salah satu temannya yang bekerja di kantor keduataan untuk segera datang ke kantor.

"Fuck you Julian, kau tahu ini hari apa dan jam berapa?" Seorang pria berpakaian casual langsung memaki Julian Sanders yang baru saja turun dari mobilnya di depan kantor kedutaan besar Inggris.

"Aku tak ada waktu berdebat denganmu Patrick, sekarang ayo masuk aku butuh bantuanmu untuk memastikan sesuatu di London,"ucap Julian serak dengan mata yang sudah sembab.

Pria yang dipanggil Patrick itu terkejut saat melihat wajah Julian. "Kau menangis, Julian?"

"Patrick, ayo. Waktuku tak banyak,"ucap Julian kembali.

Pria bernama Patrick itupun lantas menaiki anak tangga menuju kantornya yang sudah tutup, namun karena ia adalah salah satu staf penting di keduataan Patrick mempunyai akses masuk yang lebih mudah. Setelah melewati pemeriksaan empat security yang berjaga Patrick pun membimbing Julian menuju ruangannya, sepanjang jalan menuju ruangannya Patrick tak bicara. Sebagai orang yang cukup lama mengenal Julian ia tahu kalau temannya itu sedang dalam kondisi yang tidak baik.

"Ok, apa yang ingin kau..."

"Cek keaslian surat ini." Julian langsung memotong perkataan Patrik sembari menyerahkan surat kematian Sandra.

"Ck kau ini, memangnya tak bisa menunggu sampai.."

Ucapan Patrik terhenti saat membaca kertas yang ternyata adalah surat kematian Sandra Garcia, istri pertama Julian Sanders sahabatnya. Sebagai sahabat Patrick tahu seberapa besar rasa cinta Julian pada Sandra, karena itu ia tak bicara lagi dan langsung bekerja untuk memastikan apakah surat kematian itu benar atau palsu.

Kedua tangan Patrick langsung dingin saat mengetahui kebenaran surat kematian yang diberikan Julian.

"Bagaimana Patrick? Surat itu palsu, bukan? Sandra baik-baik saja kan? Sandra Garcia yang dimaksud dalam surat ini bukan istriku, kan?" Julian langsung memberondong Patrick banyak pertanyaan setelah Patrick selesai berbicara dengan seseorang di telepon.

Patrick menghela nafas panjang. "Maafkan aku, Julian. Aku turut berduka, surat ini asli. Sandra meninggal tanggal 14 Februari 2020 karena penyakit paru-paru."

Bruk

Julian langsung terjatuh di lantai, dadanya terasa terhimpit batu besar. Begitu sesak dan sakit, seketika bayangan tentang masa-masa indahnya dengan Sandra 19 tahun yang lalu berputar lagi dalam ingatannya. Senyum cantik Sandra dan suara indahnya semuanya berputar lagi dalam ingatan Julian, dada Julian semakin sesak saat teringat buah cintanya dengan Sandra. Putri kecilnya darah dagingnya, Georgina yang belum pernah sempat ia sentuh sejak lahir.

"Sandraaaaa... kenapa kau pergi secepat ini Sandra!!! Sandraaa...."

Julian tak bisa menyelesaikan teriakannya saat tiba-tiba saja tak sadarkan diri, rasa bersalah yang begitu besar membuat Julian tak bisa menahan rasa sakit yang luar biasa.

Bersambung

Nächstes Kapitel