webnovel

part 22

Ezell kembali ke kediamannya setelah pergi menemani Celinna ke sebuah acara.

"Tuan, Nona Qiandra tidak mau diobati."

Ezell tak bereaksi, ia terus melangkah. Tujuannya tak berubah, kamar Qiandra.

"Selalu membuat ulah, ciri khas Qiandra."

Suara Ezell membuat Qiandra yang tengah menonton televisi mengalihkan fokus matanya.

"Aku seharian diam di rumah, masalah apa lagi yang aku buat kali ini?" Qiandra tak tahu kesalahan apa yang dia lakukan. Menonton televisi? Tidur di ranjang? Atau yang mana?

Ezell mendekat ke Qiandra, berdiri di depan Qiandra lalu membuka kemeja yang dipakai oleh Qiandra.

"Kau menolak dokter untuk mengobati lukamu. Aku tidak suka berhubungan badan dengan wanita yang memiliki bekas luka!"

"Jika kau lupa, kau yang sudah merusak kulitku."

"Kau milikku. Melukaimu ataupun mengobatimu adalah hak ku!"

Qiandra tersenyum kecil, "Aku masih saja lupa fakta itu."

"Sekarang kau sudah ingat. Dokter akan mengobati lukamu dan jangan membuat ulah lagi!"

Ezell merogoh sakunya, "Perintahkan dokter untuk ke kamar Qiandra!"

Usai memberi Robert perintah, Ezell memasukan kembali ponselnya. Ia kembali menatap ke Qiandra yang sudah kembali fokus ke televisi. Dia diabaikan.

Pintu terbuka, dokter masuk dengan peralatan kerjanya.

"Segera obati dia!"

"Jangan berani menyentuhku!" Qiandra memperingati tajam.

Si dokter menatap Ezell, karena perintah Ezell adalah mutlak, maka ia segera mendekat ke Qiandra.

"Kau akan menyesal jika menyentuhku!"

Dokter itu tak mengacuhkan kata-kata Qiandra. Ia mencoba membuka kemeja Qiandra yang tadi sudah Qiandra tutupi lagi.

Brakk!! Tubuh si dokter terjerembab ke lantai sebelum sempat menyentuh sudut meja di depan sofa yang Qiandra duduki.

"Qiandra!" Ezell mulai kehilangan ketenangan lagi. Qiandra memang selalu mengacaukan ketenangannya. "Kau selalu bertingkah!" Ezell mencengkram tangan Qiandra dengan cepat.

"Apa?!" Qiandra menatap mata Ezell tajam, "Ingin menghukumku lagi!"

"Kau akan mendapatkannya, Qiandra!"

"Atas alasan apa kau ingin menghukumku!"

Tak pernah merasa salah, Ezell tahu semua yang mengaliri darah Deane pasti memiliki sifat itu.

"Kau melarangku membiarkan laki-laki menyentuh tubuhku! Dan ketika aku melakukannya kau masih mau menghukumku. Apa yang aku katakan benar, bukan? Aku salah atau tidak kau akan tetap menyiksaku!" Ingin rasanya Qiandra memecahkan kepala Ezell, pria ini melarangnya disentuh pria manapun dan ketika ia melakukannya, ia masih akan menerima hukuman.

"Hukum aku! Hukum saja aku!" Qiandra menantang Ezell.

"Kau keluar dari sini! Sekarang juga!" Ezell mengusir dokter pribadinya.

Dokter itu segera pergi. Tatapan Ezell seperti ratusan pisau yang siap melayang ke arahnya.

Ezell mendorong Qiandra kembali duduk ke sofa, ia membuka kemeja Qiandra. Pikiran Qiandra, Ezell akan menambah lukanya. Tapi kenyataannya, Ezell mengobati luka yang ada di dadanya.

Ezell salah, ia tak mengakuinya lewat kata-kata tapi ia mengakuinya dengan perbuatan. Ia mengobati Qiandra dengan tangannya sendiri. Ia tak akan menghukum Qiandra yang sudah mengikuti kata-katanya.

Qiandra tersenyum, "Apa yang aku percayai selalu benar. Kau masih punya hati."

Ezell menatap wajah Qiandra dengan ekspresinya yang tak pernah berubah, tetap dingin dan mengintimidasi.

"Kau kejam karena menyakitiku, tapi kau memiliki hati karena mengobatiku." Setelah tadi menunjukan wajah pemberontaknya, Qiandra menampilkan wajah malaikatnya.

Ezell benci kedua ekspressi Qiandra. Wajah pemberontak milik Qiandra membuatnya ingin meledakan Qiandra, sementara wajah malaikat Qiandra, membuatnya ragu bahwa Qiandra sama dengan Deane. Tidak.. Ia tidak akan tertipu dengan wajah malaikat Qiandra.

"Jangan terlalu senang. Aku mengobatimu karena dokter tadi adalah pria!"

Qiandra tertawa kecil. Tawa yang membuat jari Ezell berhenti bergerak, "Dan kau mengakui bahwa kau salah."

Ezell tak menjawab kata-kata Qiandra, ia hanya mengolesi luka Qiandra dengan obat luar.

Setelah mengobati Qiandra, Ezell keluar dari kamar Qiandra tanpa mengatakan apapun. Ia masuk ke dalam ruang kerjanya. Mengistirahatkan tubuhnya di atas kursi kebesarannya.

Apa yang aku percayai selalu benar. Kau masih punya hati. Kalimat yang Qiandra katakan beberapa saat lalu menggema di telinganya.

Mata Ezell melihat ke figura yang ada di atas mejanya, wajah sang ibu yang tersenyum di foto itu tak merubah raut wajahnya.

"Mom, aku tidak bisa berhenti. Aku masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa mereka tertawa bahagia setelah kematian Mommy. Aku tidak bisa berhenti sebelum mereka menangis darah." Ezell bersuara sedih. Saat ini matanya terlihat sendu. Tatapan yang 12 tahun lalu masih ka gunakan untuk menatap ibunya.

"Dia mengatakan aku masih punya hati, Mom. Hanya dia satu-satunya orang yang mengatakan aku masih punya hati." Ezell telah dianggap monster pembunuh oleh rekan-rekannya. Ia banyak membuat orang merasa sakit tanpa belas kasihan, tapi sekarang ada satu orang yang masih percaya ia punya hati. Hanya Qiandra. "Aku tahu dia tidak memiliki andil dalam kematian Mommy, hanya saja aku tak mengerti, setiap aku melihat wajahnya aku pasti ingin meledak. Sejauh ini aku mengasumsikannya sebagai kebencian, tapi aku tak punya dasar kuat untuk membencinya. Terlalu picik jika aku membencinya karena dia putri Deane, tapi kenyataan dia putri Deane membuat luka yang aku simpan terbuka lagi."

Ezell terkurung dalam pemikirannya sendiri. Ia tidak bisa melepaskan Qiandra, ia juga tidak bisa bersikap baik pada Qiandra. Darah yang mengalir di tubuh Qiandra adalah hal yang menjadi dinding di antara mereka.

♥♥

Pagi ini Qiandra menjadi wanita yang baik. Ia menjadi sosoknya yang asli hanya karena Ezell mengobatinya, seperti luka yang ia terima karena Ezell tak pernah tercatat dalam kisah hidupnya. Ia benar-benar yakin jika Ezell masih memiliki sisi baik. Ia yakin Ezell hanya menutupi sikap baik itu. Dan sekarang ia sedang mencoba untuk mengikis batu tebal yang membentengi hati Ezell. Ia yakin dengan bersikap manis pada Ezell tiap harinya akan membuat Ezell lebih manusiawi padanya.

Sarapan pagi ini dibuat olehnya, ini pertama kalinya Qiandra memasak setelah beberapa lama tinggal di kediaman Ezell.

"Selamat pagi, Ezell. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu. Kau harus mencobanya."

"Rencana apa yang sedang kau buat?!" Ezell menatap Qian menuduh.

Qiandra tersenyum, "Jangan cemas. Aku tidak memasukan racun apapun. Lihat ini." Ia mencicipi makanan yang ia siapkan untuk Ezell.

"Berhenti memakai topeng malaikat! Kau tak pantas mengenakannya!" Ezell meninggalkan Qiandra begitu saja.

Qiandra mengejar Ezell, "Tidak bisakah kau menghargai apa yang sudah aku buat?"

Ezell membalik tubuhnya, ia segera melangkah kembali ke meja makan.

Qiandra harus patah hati, ia berpikir jika Ezell akan memakan makanannya tapi yang terjadi, Ezell menghamburkan makanan beserta piringnya ke lantai.

"Tak ada yang bisa kau tipu dengan sikapmu itu, Qiandra!"

"Siapa yang sedang mencoba menipumu, Ezell! Kau membuatku serba salah. Menjadi pemberontak kau tidak suka. Menjadi lebih baik kau mencurigaiku. Harus apa aku agar kau puas!" Menjadi baik untuk Ezell akan menyulitkan, dan Qian tahu itu. Tapi dia masih mencoba, ia mencoba untuk bersikap baik dengan Ezell.

"Karena kau putri Deane aku tidak bisa puas denganmu. Sikapmu licik seperti Deane."

"Apakah setiap anak akan sama dengan orangtuanya?"

"Ya, tentu saja."

"Itu artinya kau akan sama brengseknya dengan Daddy karena kau anaknya!"

"Jangan samakan aku dengan dia!"

"Kalau begitu jangan samakan aku dengan Mommy! Jika kau tak suka disamakan seperti itu maka jangan samakan aku seperti tadi! Kau tidak berhak menilai kehidupanku tanpa mengenal siapa aku!" Qiandra memang anak Deane, tapi ia tidak mengakui bahwa ia benar-benar memiliki sifat ibunya. "Dan catat baik-baik, aku tidak memiliki niat apapun padamu." Qiandra melangkah meninggalkan Ezell. Tidak, ia tidak sedang menyerah sekarang. Ia hanya perlu menenangkan diri. Ia benci ketika seseorang membuang masakannya seperti sampah. Tidak tahukah Ezell, bahwa masakan yang ia masak mewakili ketulusan yang ada di dalam dirinya saat ini.

tbc

Nächstes Kapitel