"Dia sudah gila" kata Rendra yang baru saja kehilangan kedudukan sebagai Yang Mulia Raja dari Artha Pura Kencana.
Kini ia mendekam di penjara bawah tanah bersama selir kesayangannya, Siane.
"Gila? Ku rasa, Anda yang lebih gila Yang Mulia Raja Artha Pura Kencana. Anda membiarkan Permaisuri Yang Terhormat memecat Anda. Aku tak pernah melihat seorang Raja setakut ini dengan istrinya."
Aura Rendra menggelap.
"Apa kau kira aku melakukan ini tanpa pikir panjang?"
"Aku tak pernah bisa membaca isi hati laki-laki" jawab Siane yang berada tepat di depan sel Rendra. Meskipun mereka sama-sama dikurung di bawah tanah, namun Permaisuri memerintahkan agar mereka di kurung pada sel yang berbeda.
"Siane, aku pastikan sebentar lagi, Raja Tawang Cakra akan datang dan membebaskan kita"
Siane tidak bergeming. Ia terus mengamati Rendra. Diam-diam ia merasa kasihan.
~Jadi Kau selemah ini? Pantas saja, kau ingin membunuh Permaisuri. Kau lebih menyedihkan dari pada para pangeran di Istana yang memperebutkan tahta ayahku dulu~
"Mengapa terdiam? Apa kau menghinaku?"
Siane tak menjawab dan berpaling. Menjawab Rendra saat ini bukan hal piliha yang tepat.
"Jika aku tidak mengalah pada Permaisuri, ayahnya Raja kerajaan Tawang Cakra akan menyerang kerajaan Artha Pura Kencana. Mereka memiliki sekutu kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, Bali dan juga Thailand. Kau tahu? Raja Tawang Cakra, dari dulu sebenarnya ingin mengambil alih kerajaan ini. Bahkan saat aku belum datang ke Artha Pura. Ia terus berusahan mengambil alih melalui perang.
Suatu hari, Kakekku yang merupakan pendiri Kerjaan ini meninggal. Saat itu, situasi sangat kacau. Peperangan terjadi di mana-mana. Artha Pura Kencana diserang kerajaan secara bersamaan. Salah satunya Raja Tawang Cakra. Rakyat banyak yang menderita. Mereka kelaparan dan bahkan menjadi korban perang.
Di saat itulah naiklah Raja Artha Pura Kencana yang adalah kakak dari ibuku. Raja Dharmawangsa Syimaratama. Setelah beliau naik tahta, beliau langsung maju berperang. Semua urusan kerajaan diserahkan kepada ibuku yang merupakan Putri mahkota. Ini dikarenakan, Raja Dharwangsa belum menikah ataupun memiliki anak. Ibuku yang berada di Eropa pun dijemput pulang. Saat itu, keadaan tidak membaik.
Dharmawangsa tidak bisa memanangkan perang. Sebelum ia wafat, ia mengirim seseorang untuk memberi tahu ibu agar ia mengurus kerajaan. Namun, peraturan mengatakan wanita tidak boleh menjadi Raja. Maka ibu meminta ayah agar mengirimku ke Artha Pura. Saat itu, banyak yang tidak setuju, bahkan beberapa orang di istana sampai membunuh ayahku, Duke Archinadia.
Raja Tawang yang melihat kekacauan ini datang untuk memanfaatkan situasi. Ia menawarkan sebuah perdamaian. Ia memberikan putri semata wayangnya untuk dijadikan permaisuri dan membantuku naik ke tahta. Secara garis besar, anaknya adalah asli darah biru dan aku adalah anak bangsawan biasa yang bahkan tidak berhak mendapatkan tahta kerajaan.
Demi kelangsungan hidup rakyat. Dan demi keselamatanku, ibu menyetujui hal ini. Siapa sangka, Permaisuri begitu arogan. Ia menindas semua orang dan bahkan tidak mau mendengar apapaun yang akau katakan."
"Itukah alasan kau ingin membunuhnya?"
Rendra menoleh. "Kau yang mengatakan hal itu, bukan aku."
"Lalu? Megapa kau membiarkannya mempermalukanmu hari ini?"
"Kau salah, wanita itulah yang mempermalukan dirinya sendiri. Mari bertaruh, sebentar lagi ia bukan hanya akan kehilangan jabatan sebagi Raja, tapi ayahnya sendiri yang akan menghukum dan meminta maaf padaku."
"Naif"
Sementara itu di istana milik Kaisar Yang. Seorang utusan dari Kerajaan Skanidavia merasa kecewa dan memutuskan hubungan baik mereka. Alasannya, karena Kaisar membiarkan Siane pergi dengan orang lain.
"Kami tidak bisa menerima ini Yang Mulia Pangeran dari Skanidavia. Apa artinya seorang Siane? Kami sudah mencabut gelar kebangsawanannya. Ia juga sudah bukan bagian dari kerajaan ini lagi. Sangat tidak pantas bagi anda yang seorang pangeran membuat keputusan pembatalan semua diplomasi dan kerjasama" kata salah satu menteri yang menemani Kaisar Yang.
Edward sangat tidak senang mendengar hal itu. Ia menoleh pada pengawalnya. "Zain, bunuh bunuh dia."
Segera setelah perintah itu, Zain segera menghunuskan pedang. Kaisar yang melihat semua ini murka.
"Tangkap dia!"
Maka dengan sigap semua pasukan di istana berusaha menangkap Zain dan Edward. Mereka maju satu persatu, namun pasukan yang Edward bawa bisa menghadangnya dan menumbangkan mereka. terlebih, Edward sendiri berbalik dan mendekati Kaisar serta mengancamnya dengan sebuah senjata api yang di sebut pistol.
"A ..a… apa yang kau lakukan Pangeran" kata Kaisar.
Edward melepaskan cengkeramnnya. Ia juga menurunkan senjata api miliknya.
"Sangat lemah. Sangat bodoh dan tidak punya otak. Mengapa Siane tidak menghabisimu? Mulai sekarang, tidak perlu lagi datang ke kerajaan kami. Kami tidak menginginkan kerjasama apapun lagi dengan kalian. Satu lagi, ia hanya seorang menteri. Nyawanya juga tidak berarti. Berhenti protes dan jangan mengangguku. Apa kau mengerti pria tua?"
Kaisar ketakutan dan mengangguk.
"Bagus" kata Edward. Ia segera pergi dan tidak menoleh sama sekali.
Bersamaan dengan keluarnya Edward dan orang-orang yang dibawanya, seseorang datang.
"Gawat Yang Mulia, Gawat" kata pria itu.
"Apa?"
"Ternyata, Pangeran Edward sudah menjadi Raja sekarang." Kata pria itu.
"Apa? Mana mungkin apa yang kau katakan, ia jauh dari urutan pewaris tahta kerajaan."
"Yang Mulia, satu minggu lalu. Pangeran Edward membantai habis bangsawan penerus tahta di Skanidavia. Entah apa yang terjadi, hari itu juga ia menjadi raja. Tunangannya yang bernama Putri Michella ketakutan dan lari. Namun, Edward malah mengejar waita itu dan membunuhnya juga. Ia kini berniat menjadikan Putri Siane sebagai Ratunya."
"Mengapa Siane? Apa yang ia rencanakan?"
"Yang Mulia Kaisar, apa yang harus kita lakukan? Apa kita harus menemukan Siane? Jika mereka memutuskan semua diplomasi dan kerjasama, ini akan berakibat buruk pada pemasukan kas kerajaan kita" kata pria itu.
"Sudah terlambat. Baru saja ia menyatakan permusuhannya dengan kita. Lihat Bahkan Menteri Yo pun telah ia bunuh di depan mataku, sangat arogan."
Pria itu berfikir sembari mengamati mayat Mentri Yo, yang masih ada di lantai.
"Mungkin, kita bisa menawarkan informasi sebagai ganti. Kita tidak boleh bermusuhan dengannya. Ini terlalu berbahaya."
Kaisar yang kelihatan ragu bertanya.
"Apa, informasi apa?"
Pria itu menjelasakn pada Kaisar. Setelah penjelasan yang panjang, maka Kaisar memutuskan menemui Raja Edward yang hendak berlayar pergi. Ia mendatangi kapalnya secara diam-diam di dermaga.
"Yang Mulia Kaisar, aku tidak punya banyak waktu. Silakan katakan maksud Anda, sebelum saya bernafsu membunuh anda" ancam Raja Edward.
"Sombong sekali. Kau mungkin kuat dan penuh ambisi. Tapi kau lupa, menjadi Raja juga butuh hikmat dan pengalaman." Kata Kaisar.
"Aku tahu di mana Putri Siane Yang berada saat ini. Sebagai ganti, bisakah kita hentikan permusuhan ini?"
Edward tertawa terbahak bahak. Tawanya sudah seperti iblis bukan lagi manusia.
"Aku menolak"