webnovel

Kebaikan Yang Membawa Bencana

~Mark dari Byzntium~

Tidak ada salahnya yakin terhadap sesuatu. Iman muncul dari pendengaran. Pendengaran akan suatu kebenaran. Setiap orang benar menurut jalannya masing-masing. Adalah tugas seorang pastor membenarkan jalan seseorang yang salah. Bukan untuk mendapatkan sebuah kehormatan apa lagi gelar. Tapi demi menyelamatakan jiwa-jiwa yang terhilang. Karena satu jiwa diselamatkan, surga akan bersorak kegirangan.

"Jika kau meragukanku ikutlah denganku malam ini."

Kata-kata Ane terus terngiang ditelingku. Josef, salah satu muridku memperingatkan agar aku tidak terlibat dengan urusan keluarga kerajaan. Tapi kenyataan bahwa Ane adalah muridku membuatku mengambil keputusan besar untuk mengikutinya malam ini.

"Tuan Mark? Anda akan keluar istana selarut ini. Boleh aku tahu kemana tujuan anda?"

Tanya seorang penjaga gerbang. Aku menunjukkan sebuah undangan. "Aku akan memainkan harpa di sebuah rumah singgah bagi anak yatim piatu. Mereka mengundangku untuk memainkan harpa dan mencakan dongeng dari negri barat besuk pagi. Aku harus sampai di sana secepatnya."

Penjaga pintu membaca surat itu dengan saksama. Ia memerintahkan anak buahnya untuk membuka gerbang. Aku meninggalkan Josef, menurut Jendral Huo , aku akan aman berada dalam perlindungannya.

Aku membawa Harpa besar di dalam kereta kuda, dengan tenang aku keluar dari istana tanpa menimbulkan kecuriagaan apapun. Sampai di persimpangan, aku melihat Jendral Huo dengan pakaian tradisional dan seperti rakyat ada umumnya. Tanpa pakaian kebesarannya, Jendral wanita Huo terlihat layaknya seperti orang biasa. Tidak menakutkan sama sekali.

"Anak buahku akan mengamankan kereta ini. Ayo, Nona sudah menunggu."

Kami berjalan ke sebuah perahu kecil. "Bukankah ini sungai Hitam?"

"Benar, kita akan menyeberangi sungai ini. Apa kau takut?" ,tanya Ane yang sudah terlebih dahulu duduk diperahu kecil itu sebelum kami datang.

"Tuhan mengatakan jangan takut, aku besertamu." Jawabku singkat.

Aku duduk berhadapan dengan Ane yang berpakaian seperti seorang pelayan. Sedang Huo mendayung. Tak berapa lama kami tiba di sebuah hutan. Hutan yang gelap dan terasa begitu mistis. Dua orang wanita yang bersamaku sama sekali tidak terlihat gentar. Mungkin inilah yang disebut dengan beriman besar sebesar biji sesawi.

Di tengah hutan yang gelap kami melihat sebuah pondok dengan cahaya yang samar. Dua penjaganya berdiri mematung. Semakin dekat semakin terlihat jelas wajah dua orang itu. Satu orang berwajah seperti ular bersisik sedangkan lainnya seperti orang yang buta.

"Kami membawakan makanan untuk tawanan" kata Ane membungkuk pada dua penjaga itu. Penjaga itu segera mengecek barang yang Siane bawa. Setelah mereka yakin itu adalah makanan merek membiarkan Siane masuk.

"Bagimana dengan Pak tua ini?" tanya salah satu penjaga.

"Dia adalah cenayang, ia yang akan memeriksa apakah mantra kalian masih bekerja denganbaik atau tidak."

Tanpa mendebat lagi Ane mambawaku masuk semantara Huo berjaga di luar.

"Hanya ada dua penjaga di sini, Huo tidak akan masuk. Ia akan memastikan dua penjaga tadi tidak melakukan apapun yang merugika kita."

Aku hanya mengikuti Ane menelusuri lorong terang yang panjang. Di ujung lorong adalah sebuah alam terbuka. Gelap nyaris tanpa penerangan. Ane memberiku sebuah obor dan aku menyakan obor itu dengan api yang ada di dinidng mulut lorong ini.

Dengan pencahayanan yang minim aku terus mengikuti Ane. Ia mendekati sesesok wanita berambut panjang yang terduduk di sebuah batu menghadap ke arah danau.

"Siapa yang datang bersamamu hari ini?" tanya wanita itu dalam bahasa yang kerajaan ini gunakan.

Saat menoleh betapa terkejutnya aku.

"Permaisuri Yuelang." Kataku berlutut di lantai. Wajah wanita ini tidak berubah, hanya aku melihat ada sisik di sisi kanan dan kiri dahinya. Apakah ini yang Ane maksud dengan iblis?

"Apa kau mengenalku?" tanya permaisuri itu.

"Ia adalah Pastor Mark. Mungkin ibu tidak pernah bertemu beliau. Beliau adalah duta besar dari Bzyantium sekaligus guru bahasa asingku."

Mendengar hal itu permaisuri Yuelang memintaku berdiri. Ia mengucapkan banyak terimakasih karena aku bersedia mengajari putrinya.

Mengapa ia mengucapkan terimakasih?. Dan megapa ia tidak mengenaliku? Bukankah permaisuri beberpa kali bertemu denganku. Bahkan diperayaan ulang tahun yang ke empat pulih lima, beliau mengundangku untuk bermain harpa.

"Ibu pastor Mark tahu cara membunuh seorang iblis." Kata Ane. "Aku akan membunuh selir Xio tentunya dengan putra mahkota."

Wanita itu terkejut. "Apa kau yakin akan membunuh mereka? bukankah akan lebih baik tidak berurusan dengan mereka berdua? Aku tak mau kau bernasib sama dengan ibumu ini."

Selir Xio?

"Tuan putri bisa kau jelaskan kepadaku yang orang awam ini?"

"Maafkan aku Tuan Pastor. Anda pasti belum lama di kerajaan kami. Anda tidak mengerti. Biar aku jelaskan."

"Dengan senang hati saya akan mendengar Yang Mulia"

"Seperti yang kau katakan aku adalah permaisuri Yuelang. Suatu hari tepatnya lima tahun lalu aku diam-diam keluar istana bersama Ane dan Putra Mahkota. Aku bertemu dengan seorang pengemis wanita dan anaknya di jalanan. Aku merasa kasihan dan memeberinya sedikit uang serta makanan.

Tidak di sangka pengemis itu menangis. Dan memohon bantuan dariku. Ia berlutut dengan anaknya. Aku tak tahu apa yang mereka inginkan. Aku dengan mudahnya berjanji akan menolong mereka. Saat itu aku benar-benar ingin mambantu. Aku mengulurkan tanganku.

Berharap bisa membantu mereka berdiri. Tapi saat sang ibu itu meraih tanganku, ia membuat goresan dengan pisau. Goresan itu cukup panjang"

Kata permaisuri menunjukkan bekas goresan itu.

"Darah mengalir, dan ia mengutukku. Ternyata ia adalah seorang penyihir. Ia mengutukku. Mendengar kutukannya, aku ketakutan. Aku segera lari dan kembali ke istana. Aku tak menceritakn ini kepada siapun termasuk kaisar.

Malam itu aku memanggil tabib untuk mengobati lukaku. Karena sesuatu tidak terjadi, maka aku memilih diam dan memendam semua ini. Aku juga meminta Ane agar tidak bercerita pada siapa pun.

Satu bulan kemudian, Kaisar membawa seorang Selir baru bernama Xio. Saat ia diperkenalkan secara resmi, aku terkejut. Karena Selir itu berwajah sama dengan penyihir wanita yang mengutukku malam itu."

Teman-teman pembaca sekalian, mohon dukungannya dengan menambahkan komentar ya, terimaksih

Rahel_Andrea_Gocreators' thoughts
Nächstes Kapitel