webnovel

37. Sakit

Setelah menghabiskan waktu selama satu bulan di kota orang untuk membantu korban gempa dan tsunami. Kini semua dokter dari AMI Hospital kembali ke rumah sakit karena tugas mereka sudah selesai. Semua dokter disambut meriah oleh semua karyawan rumah sakit yang dipimpin oleh Hans sang direktur. Semua dokter dan suster yang baru pulang dari tempat gempa di beri waktu untuk beristirahat selama 2 hari di rumah masing-masing.

Dan malam ini bertepatan dengan hari ulang tahun AMI Hospital yang ke 25 tahun. Perayaan ulang tahun ini dirayakan disalah satu hotel berbintang 5 di Jakarta. Hampir semua dokter datang dan beberapa orang dokter yang baru masih berada di rumah sakit. Bukan hanya AMI Hospital yang di Jakarta yang hadir, tetapi dokter dari AMI Hospital Cab Bandung, Bogor dan Balik papan juga hadir disana. Di malam perayaan ini orangtua Dhika juga hadir, karena Surya Adinata merupakan pemilik rumah sakit. Orang yang telah mendirikan rumah sakit ini, yang awalnya hanya sebuah klinik kecil dan maju pesat menjadi sebuah rumah sakit terkenal dan elits di Indonesia. Fasilitas dan dokter spesialis terbaik yang terkenal di AMI hospital.

Tuxedo hitam melekat di tubuh jangkung Dhika. Saat memasuki hotel, semua mata mengarah ke arah Dhika. Terutama kaum hawa yang terlihat terpesona dengan pesona Dhika yang sangat khas dengan wajah blasterannya. Elga dan Surya berjalan beriringan menuju meja yang sudah disediakan di dekat podium. Tak jauh disana, Hans sudah berdiri bersama sang istri menyambut kedatangan Elga dan Surya. Dhika berjalan di belakang mommy dan papinya, tetapi pandangannya menyisir ke setiap penjuru ruangan mencari sosok Thalita. Dhika ingin sekali melihat penampilan Thalita malam ini, apalagi setelah kepulangannya dari kota Banda Aceh. Dhika belum bertemu lagi dengan Thalita. Dhika ikut duduk disamping sang papi, dan acarapun dimulai dengan beberapa sambutan.

"mom, aku pergi dulu yah" ujar Dhika

"mau kemana kamu, Dhik? Sebentar lagi acara tiup lilin dan potong kue, kamu harus ada" ujar Elga

"aku hanya ingin mencari seseorang, sebentar saja" ujar Dhika. Dhika berkeliling mencari seseorang, di sekitar tamu yang berdiri dan sebagian ada yang memilih duduk dan ada yang bercengkraman.

"hai dokter" sapa seorang wanita membuat Dhika tersenyum kecil dan terus berjalan mencari seseorang tanpa memperdulikan godaan godaan disekitarnya.

"hei Dhik" tepukan ringan di pundak Dhika membuatnya menengok dan di sana sudah ada Angga bersama Ratu dan Rasya anak mereka.

"kalian datang? kapan ke Jakarta?" Tanya Dhika.

"kemarin kami sampai, kami menginap di sini" ujar Angga

"halo Rasya sayang, apa kabar?" Dhika menggendong Rasya yang terlihat cantik dan lucu dengan gaun berwarna pink putihnya.

"halo om Dhika, acha baik om. Om kemana aja? Gak penah main lagi ke Bandung" ujar Rasya dengan khas cadelnya.

"om sibuk sayang" Dhika mencium pipi tembem Rasya. "kamu semakin berat yah sekarang" ujar Dhika.

"dhik, kenapa loe kesini? Harusnya kan loe di depan bareng orangtua loe" ujar Angga.

"gue lagi nyari seseorang dulu" ujar Dhika.

"halo Rasya sayangg..." Okta datang sambil mengambil alih Rasya dari gendongan Dhika.

"astaga Rasya, kamu gak ketemu om selama satu bulan sudah berat begini. Pinggang om sampai sakit gendong kamu" ujar Okta pura-pura kesakitan.

"memang acha sebelat itu yah? Mama acha belat banget yah?" Tanya Rasya.

"tidak kok sayang, om kamu saja yang lebay" ujar Ratu mencibir

"aduh manis,, gue jujur kok" ujar Okta.

"loe masih saja panggil bini gue manis" protes Angga kesal membuat Ratu terkekeh.

"ya terus gue harus panggil apa dong, pahit? Emang mau dipanggil pahit?" Tanya Okta tak mau kalah

"terserah loe aja deh" ujar Angga akhirnya. "awas saja masih goda-godain bini gue" ujar Angga membuat Dhika terkekeh

"nggak lah, gue kan sudah dapet yang jauh lebih manis dari si manis loe itu" ujar Okta dengan bangga.

"mana?" Tanya Angga penasaran.

"kalian berdua bakalan kaget kalau melihatnya" ujar Dhika

"heh nela, sini" panggil Okta kepada seseorang yang tak jauh darinya sedang bercengkraman dengan orang lain. Gadis itu tengah memunggungi Ratu dan Angga.

"apaan sih loe crocodile?" ujar Chacha ketus sambil berbalik

"Chacha????" Ratu memekik kaget saat melihat Chacha. Angga juga terlihat kaget melihat Chacha dengan Okta.

"Ratu !!!" ujar Chacha dan berlari memeluk Ratu.

"astaga Ratu, ini loe?" ujar Chacha tak percaya.

"loe apa kabar?" Tanya Ratu melepas pelukan. Keduanya tertawa senang.

" gue baik, tapi ngomong-ngomong ini beneran loe?" ujar Chacha tak percaya. "astaga Ratu, kita gak ketemu selama 7,5 tahun dan loe berubah jadi feminim begini. Astaga loe pake bulu mata palsu juga, dan make up. Ini beneran loe kan?" cerocos Chacha heboh membuat Ratu terkekeh. "loe pake gaun sepanjang ini? Dan high heel? Oh my god, ini bener-bener loe?" pekik Chacha dengan heboh.

"astaga nela, loe berisik amat sih" timpal Okta.

"diem loe crocodile jelek" ketus Chacha dan memutar tubuh Ratu.

"astaga Chacha gue pusing" keluh Ratu

"om Okta, crocodile itu apa? nama coklat yah?" Tanya Rasya dengan polosnya membuat semuanya terkekeh.

"bukan sayang, itu spesiel buaya" jelas Angga

"oh gitu, tapi kenapa om Okta dipanggil buaya?" Tanya Rasya lagi

"karena dia mirip sama buaya" timpal Dhika terkekeh.

"milip apanya?" Tanya Rasya lagi bingung membuat semuanya terkekeh

"ini anak loe?" Tanya Chacha membuat Ratu mengangguk.

"halo sayang, siapa nama kamu? tante sahabatnya mama kamu?" Tanya Chacha.

"alo tante,, aku acha. Tante ciapa?" Tanya Rasya

"tante Chacha" ujar Chacha. "anak loe montok banget" Chacha mencubit pipi rasya pelan.

"iya dia hobinya makan" kekeh Ratu.

"astaga Ratu gue benar-benar tidak percaya, bisa ketemu loe disini" ujar Chacha. "Ratu, gue seneng ngeliat loe bahagia bersama keluarga loe" ujar Chacha tersenyum bahagia.

"nah loe kapan mau nyusul? Udah tua juga masih saja jomblo" ujar Ratu membuat Chacha terkekeh.

"kata siapa jomblo?" timpal Okta. "gue kagak di anggap apa" tambahnya.

"lho, kalian? jadi kalian?" ujar Ratu tak percaya.

"nggak,, kami belum ada ikatan apa-apa. Jangan ngaku-ngaku deh loe crocodile. Diterima aja belum" ujar Chacha.

"dari tindakan loe saja gue sudah tau jawabannya, tanpa harus keluar dari mulut loe" ujar Okta.

"tindakan apaan tuh?" Tanya Angga

"itu lho kitahmmmmmppp" Chacha spontan menutup mulut Okta membuat Angga,Ratu dan Dhika menatap curiga ke arah mereka berdua.

"pokoknya apapun status kalian, gue cuma mau nitip sahabat gue ini. Awas jangan sakitin dia, gator" ujar Ratu memperingati Okta.

"tenang saja manis, aku tidak akan menyakitinya. Hanya akan menaburkan ribuan bunga dalam hatinya" ujar Okta mengedipkan sebelah matanya ke Chacha membuat Chacha memutar bola matanya malas. Sedangkan Ratu dan Angga terkekeh.

Dhika masih menelusuri ke semua penjuru ruangan mencari sosok Lita. Tetapi tidak ditemukan, hingga pembawa acara mengumumkan acara tiup lilin dan potong kue. Dhika akhirnya berlalu pergi menuju podium mengikuti kedua orangtuanya. Surya memberikan sedikit sambutannya. Setelah itu ketiganya bersama-sama meniup lilin dan memotong kue bertingkat di atas podium. Tepuk tangan dari semua tamu menggema disana.

Dhika menatap ke arah para tamu hingga pandangannya menatap sosok yang daritadi dia cari. Thalita terlihat berdiri di dekat pintu masuk bersama beberaoa suster dan dokter. Gadisnya itu terlihat sangat cantik dan anggun dengan dres berwarna krem dan biru yang sangat kontras dengan kulit putih bersihnya. Rambutnya di tata rapi dan hanya menyisakan beberapa helai yang dibiarkan terurai. Dhika tersenyum melihat sosok Thalita yang selalu terlihat cantik. Thalita juga sempat melihat ke arah Dhika tetapi dengan segera memalingkannya. Dhika bersama kedua orangtuanya turun dari atas podium, dan acara masih berlanjut ke acara hiburan. Dan semuanya tengah sibuk bercengkraman, termasuk orangtua Dhika.

Dhika berjalan menuju ke arah Thalita. Hanya terhalang beberapa orang saja, tetapi pandangan Dhika dan Thalita sudah bertemu. Dhika tersenyum ke arah Thalita, sedangkan Thalita masih memasang wajah tanpa ekspresinya. Hingga kini Dhika berdiri di hadapan Thalita. "hai" sapa Dhika dengan senyum menawannya. "kenapa berdiri disini? Ayo kita ke depan" ajak Dhika.

"tidak, aku disini saja dok" ujar Lita dengan sopan.

"jangan jadi canggung gini dong Lita, kita kan sudah mulai terbiasa waktu di Aceh. Masa sekarang harus bersikap seperti ini lagi" ujar Dhika tetapi Thalita masih terdiam. "oh ya, malam ini kamu terlihat sangat cantik memakai gaun itu" puji Dhika membuat pipi Lita memanas. Dhika selalu suka melihat Thalita yang tersipu. "ayo ikut" ajak Dhika menarik tangan Lita.

"lepaskan aku Dhik, biarkan aku disini saja" ujar Lita merasa tidak enak, terlebih Thalita memang sedang menghindari Dhika dan kedua orangtua Dhika. Thalita belum siap bertemu mereka. "Dhik please, lepaskan aku" ujar Lita menghempaskan tangan Dhika.

Dhika berbalik ke arah Thalita yang hendak berbalik kembali.

"lita" panggilan lirih seseorang membuat Thalita mengurungkan niatnya dan menengok ke sampingnya. Thalita juga kaget melihat Ratu dan Angga yang sudah berdiri tak jauh darinya. Thalita memasang wajah tenangnya. Sedangkan Ratu terlihat mematung, sebelah tangannya menutup mulutnya dengan mata yang sudah penuh dengan air mata.

"li-lita, ini beneran loe" ujar Ratu mendekati Lita yang masih mematung. Angga mematung ditempatnya dengan tatapan syoknya.

"hai Ratu, kak Angga. Sudah lama yah" ujar Thalita setenang mungkin dengan senyuman terukir di bibirnya.

"lita" Ratu ingin sekali memeluk Lita saat ini juga, tetapi rasa canggung merasuki dirinya dan hanya bisa mematung.

"apa kabar tu? Kelihatannya kalian jauh lebih baik" ujar Thalita, tetapi Ratu maupun Angga tidak ada yang berniat menjawab. Keduanya masih menatap syok ke arah Lita. 10 tahun Thalita dikabarkan meninggal dan sekarang ada dihadapan mereka dalam keadaan baik-baik saja.

"lita" panggil Chacha yang datang bersama Okta dan Rasya.

"wah ini seperti reunian tanpa direncanakan" ujar Okta membuat Chacha menyikut Okta.

"Cha,, loe sudah tau mengenai Lita?" Tanya Ratu dengan air mata yang sudah luruh membasahi pipinya.

"iya, kami bekerja di tempat yang sama" jawab Chacha dengan senyumannya.

Ratu kembali melihat ke arah Thalita dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya. Ingin sekali Ratu memeluk Lita, tetapi sesuatu menahannya. Rasa bersalahnya membuatnya tidak bisa berbuat apapun dan merasa sangat canggung.

" ini anak siapa" Tanya Thalita mengalihkan pandangannya ke arah Rasya yang tengah di gendong Okta.

"ini anak Ratu dan kak Angga" jawab Chacha

"Halo sayang, kamu cantik sekalli" sapa Lita.

"halo tante, aku acha. Tante cantik sekali " ujar rasya dengan ceria.

"disini canggung sekali" ujar Okta

"Dhika, kamu dari tadi mommy cariin. Mommy mau kenalin kamu sama.....!!" ucapan Elga terhenti saat melihat Thalita. "Lita!!!" pekik Elga menutup mulutnya tak percaya. Dibelakang Elga, Surya berdiri dan juga tengah melihat ke arah Thalita.

Ini sedikit membuat Lita tidak nyaman, situasinya menjadi sangat canggung. "ini beneran kamu, nak?" Elga mendekati Thalita dengan air mata yang sudah mengalir. Elga memegang lengan Lita dan melihat Lita dari atas sampai bawah.

"ya allah, ini beneran kamu" Elga langsung menarik Thalita ke dalam pelukannya membuat air mata Thalita tumpah ruah.

"iya mom, ini Lita" ujar Thalita.

"kamu kemana saja sayang? kamu apa kabar? Dan apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Elga memborong.

"mom, situasinya tidak tepat untuk menanyakan itu, banyak tamu yang melihat kesini" bisik Dhika membuat Elga paham dan melepas pelukan Lita dan menghapus air matanya. "ya, dhika benar. Waktunya tidak tepat, tapi mommy senang melihat kamu ternyata masih hidup dan dalam keadaan sehat wal'afiat" ujar Elga yang dirangkul oleh Surya. Thalita menyalami Surya juga setelah menghapus air matanya.

"sudah simpan dulu reuni yang mengharukan ini, lebih baik kita makan bersama. Ayo" ajak Surya.

"maaf pap, tapi Lita harus pulang sekarang" ujar Lita.

"lho kenapa? Acaranya kan belum selesai?" Tanya Elga

"Lita sedang ada keperluan, jadi Lita harus segera pergi" ujar Thalita.

"biar aku antar" tawar Dhika membuat Lita hendak menggelengkan kepalanya tetapi tatapan Dhika yang tajam menyiratkan kalau dia tidak mau di bantah, akhirnya Lita menyetujuinya.

"baiklah kalau begitu kalian hati-hati dijalan yah. Dan Lita datanglah ke rumah, mommy ingin mendengar cerita kamu" ujar Elga membuat Lita mengangguk. Surya membawa Elga menjauh dari mereka.

Dan Thalita berlalu pergi bersama Dhika Ratu masih berdiri kaku, Lidahnya terasa kelu untuk mengeluarkan suaranya dan tenggorokannya tercekat seperti ada sesuatu yang menghalanginya.

Tak hanya Ratu, tetapi Angga masih mematung terdiam, melihat kepergian lita. Mulutnya seakan terkunci untuk mengucapkan sesuatu ke lita, kesalahannya sangat patal. Dan apa pantas dia dimaafkan, setelah semua yang dia lakukan. Hingga berdampak seperti ini.

Dhika dan Thalita sudah berada di dalam mobil, mobil Dhikapun sudah melaju. Tidak ada yang mengeluarkan suara diantara mereka. Air mata Thalita sesekali luruh membasahi pipinya, membuat Lita sesekali menghapus air matanya dengan sebelah tangannya dan menatap ke luar jendela. Tangan kiri Dhika terulur memegang tangan Lita dan meremasnya, membuat Lita menoleh.

"entah apa yang aku rasakan, tetapi rasanya sangat sakit. Disisi lain aku merasa senang bisa bertemu dengan mereka, tetapi rasa sakit itu juga masih ada. Aku belum siap bertemu dengan mereka lagi, Dhik" isak Lita. Dhika menepikan mobilnya dipinggir jalan, dan memiringkan tubuhnya ke arah Lita. di genggamnya kedua tangan Lita.

"percayalah, semua kesakitan kamu itu akan hilang dan tak akan pernah terulang kembali" ujar Dhika seraya menghapus air mata Lita.

"aku pastikan tak akan pernah ada lagi orang yang berani melukai kamu, aku janji akan selalu menjaga kamu." ujar Dhika. " Dan akan aku pastikan kebahagiaan kamu itu akan kembali, kebahagiaan yang 10 tahun lalu tidak kamu dapatkan" ujar Dhika membuat Lita menatap Dhika dengan seksama.

"Lita, apa masih bisa aku memenuhi janjiku itu? Aku mohon beri aku satu kesempatan lagi, Lita" ujar Dhika menatap manik mata Thalita yang sendu. "aku mohon beri aku kesempatan kedua, aku janji aku akan memperbaiki semuanya. Aku janji akan membuatmu bahagia. Bukankah dengan kita bersama kebahagiaan itu akan terasa sempurna? Aku mohon Thalita, selama ini aku hanya menunggu kamu. Aku menunggu keajaiban tuhan, aku yakin kamu masih hidup dan akan kembali padaku. Dan ternyata keyakinanku itu benar. Jadi aku mohon berikan aku kesempatan kedua," ujar Dhika membuat Lita diam seribu bahasa. "aku sungguh tidak bisa hidup tanpa kamu, Lita." Dhika menatap teduh penuh ketulusan ke arah Thalita. "aku sangat mencintai kamu, dan menyayangi kamu melebihi diriku sendiri," tambah Dhika.

"would you like to stay with me? Please" ujar Dhika lembut penuh harap.

"maaf Dhika, aku tidak bisa" ujar Lita melepas pegangan Dhika dan segera beranjak keluar mobil.

Thalita berjalan menerobos hujan deras di tengah jalanan yang cukup sepi. Dhika mengejar Lita yang menjauh. Hingga akhirnya Dhika menggapai tangan Lita membuat Lita tertarik dan menabrak dada Dhika.

Dhika melepas jasnya dan mengangkatnya ke udara menutupi kepala Lita dan juga dirinya. Tanpa ada yang bersuara keduanya bertatapan penuh arti. Thalita bahkan menangis dibalik air hujan yang menerpa wajahnya.

"aku mohon, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku sangat mencintai kamu, Lita. Sangat" bisik Dhika tepat di depan wajah Lita. Dhika menundukkan kepalanya mendekatkan kepalanya ke kepala Lita. Hingga kening dan hidung mereka beradu. "aku harus berbuat apa untuk mendapatkan kamu kembali, Lita. Aku tau kesalahanku sangatlah patal, tetapi tak bisakah kau memaafkanku dan menerimaku lagi? Tanpa kamu, apalah arti diriku. Karena hidupku sudah menjadi milikmu. Hanya kamu Lita, seterusnya hanya kamu. Selama 10 tahun aku menunggumu, aku menantimu. Hatiku sudah terpaut padamu, Lita. Aku mohon sekali ini saja, beri aku kesempatan yang kedua. Aku mohon, Lita. Aku sangat mencintaimu" gumam Dhika yang juga menangis di balik air hujan.

'ku mohon jangan lakukan ini Dhika, ini akan mempersulitku. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu, Dhika. Aku mohon menjauhlah dariku, aku mohon jangan sia-siakan pengorbananku, aku mohon Dhika' Batin Thalita.

Mata mereka masih beradu, dan memancarkan kerinduan. Bahkan mata mereka berdua terlihat memerah karena tangisnya. Cukup lama Dhika mendekatkan wajahnya membuat Thalita menutup matanya. Melihat respon Lita yang seakan menyetujuinnya, membuat Dhika semakin mendekat, bibir mereka hampir bersentuhan. Thalita spontan membuka matanya dan bahkan bibir bagian atas mereka sudah bersentuhan, tetapi dengan spontan Thalita mendorong tubuh Dhika, membuat Dhika mundur beberapa langkah.

"tidakkkk !!! ini tidak boleh" ujar Thalita histeris.

"Lita ada apa?" Tanya Dhika yang bingung dan mencoba mendekati Thalita dan hendak menyetuh lengan Lita, tetapi Thalita mundur menghindari Dhika dan mengusap wajahnya.

"ini tidak benar,, ini tidak benar...hikzz" Thalita berlari menjauhi Dhika dan saat bersama taxi melewat, tanpa pikir panjang Thalita langsung menyetopnya dan menaiki taxi itu meninggalkan Dhika yang berdiri mematung dengan kebingungan melihat ke pergian Lita. 'apa masih tidak bisa memberi kesempatan kedua' batin Dhika yang masih menatap taxi yang semakin menjauh dan menghilang.

***

Nächstes Kapitel