webnovel

BAB 25

Keesokan paginya, Naruto memandangi langit-langit kamarnya dengan rasa penyesalan yang bertubi-tubi menyerangnya. Kalau saja dia tidak mabuk, mungkin idenya itu tidak akan pernah disampaikan ke Hinata. Namun menjadi kebiasaan kalau mabuk dia suka bersikap jujur—suka sekali mengakui apa yang terus menghantui di dalam kepalanya. Ia tidak mengira sampai pada akhirnya menceritakan ide gila itu pada kekasihnya, dan sekarang dia amat menyesal. Sampai tidak berani turun dari kasurnya, memikirkan dia perlu keluar kamar, astaga, tolong! Naruto ingin menenggelamkan diri ke tengah lautan kalau bisa karena sekarang dia amat malu.

Seseorang tiba-tiba mengetuk pintu di tengah kacau perasaannya. "Kenapa kau tidak keluar kamar untuk sarapan? Kudengar dari Hinata kalau kau mabuk. Benar?" Naruto menyikap selimutnya dan turun dari kasurnya sesegera mungkin sebelum neneknya menghilang dari depan kamarnya.

Begitu dia berhasil membuka pintu kamarnya, neneknya terkejut dengan sikap Naruto yang aneh. "Kau kenapa?"

"Masuklah, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu." Neneknya mengernyit heran, lengannya ditarik, dan mau tidak mau Mito masuk ke kamar cucunya untuk melihat reaksi cucunya yang berlebihan setelah itu—terserang panik—Mito bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah dia perlu mengirim seorang psikiater ke rumah?

"Apa yang ingin kaubicarakan denganku?"

"Tadi malam..." Mito menunggu dengan sabar, mengingat napas cucunya yang kembang-kempis seperti seseorang yang baru saja ikut lomba lari maraton, dan ia berpikir mungkin saja cucunya sehabis lari pagi seperti biasa, hanya saja mengingat kondisi kacau dan pakaian yang terakhir Mito ingat adalah setelan sederhana untuk pergi ke kantor, sepertinya itu tidak mungkin.

"Maaf, tapi nenek ingin memberitahumu," Naruto menganggukkan kepala antusias. "Kau seperti orang kurang waras sekarang."

"Nenek!" Naruto mendesah kesal. "Ini bukan waktunya bercanda!"

"Aku tidak sedang bercanda. Aku bahkan berpikir apakah perlu aku memanggil psikiater supaya kau mendapatkan obat dari mereka untuk berhenti panik seperti sekarang."

"Itu sedikit ampuh memang." Mito tersenyum, sepertinya dia memang harus mendatangkan seorang dokter, tapi ketika cucunya berteriak, "Tapi untuk sekarang bukan itu yang terpenting!" Mito berhenti memikirkannya. "Tadi malam, aku melakukan hal gila."

"Hal gila?" Mito mulai penasaran. "Segila apa?"

"Nenek bilang, kalau aku tidak boleh main-main dengan para manusia bergelar bangsawan."

"Iya, itu memang benar. Mereka memiliki adat yang jauh lebih kuno, dan mereka punya tradisi."

Naruto menghela napas, wajahnya terlebih menyesal. "Tadi malam aku menawari Hinata untuk membuat bayi," Mito memelotot. "Aku berpikir mungkin saja itu ampuh untuk mendapatkan restu dari keluarga Hyuuga, alih-alih direstui mungkinkah aku akan dibunuh oleh mereka?"

"Oh, ya Tuhan, itu ide bagus."

"Nenek!" Naruto menyalak dengan penuh amarah. "Mengapa nenek sampai bilang itu ide bagus!"

"Tentu saja, kadang orangtua tidak memiliki pilihan lain. Mungkin dengan itu tidak perlu lagi ada peperangan di antara kalian nanti."

Naruto pikir dia akan mendapatkan pukulan dari neneknya, tapi wanita tua itu berwajah semringah yang jelas tidak cocok di tengah percakapan mereka.

"Apakah nenek perlu memesankan hotel untuk malam pertama kalian? Ah, mungkin ide bagus untuk membawanya pergi berlibur. Anggap itu acara bulan madu."

"Astaga, nenek!" Naruto mengerang tidak percaya.

Padahal, padahal, sejak tadi Naruto sangat ketakutan sampai dia tidak berani keluar kamar.

Nächstes Kapitel