webnovel

Pertemuan Tak Terduga

Aku terbangun di bawah selimut yang tebal menutupi tubuhku. Aku menoleh dan Lux sudah ada didepannmu dengan pakaian yang terlihat rapi.

"Selamat pagi, Vina. Ku harap kau mendapat mimpi indah."

Aku berangsur bangun dan melihat keadaan sekelilingku. Lux sudah tidak terlihat panik seperti semalam. Wajahnya kembali acuh tak acauh.

"Kau tidak tidur semalam?" tanyaku.

Lux mendekati tempat tidur. "Tidak semua dari kita bisa tidur dengan nyenyak aat malam Vina. Kau harus bersykur kau bisa tidur tanpa ganguan apapun."

Aku bangkit dari tempat tidur.

"Kau akan pergi?"

"Benar, aku harus datang ke acara talk show. Mereka mengundangku sebagai salah satu nara sumber."

Aku memperhatikan gaya berpakaian Lux. "Apa mereka ingin mewawancaraiau mengenai kasus yang membelitmu saat ini?"

"Kurang lebih begitu." Jawabnya.

"Selamat berjuang." Aku melangkah pergi. Saat aku buka pintu Angela menyapaku.

"Selamat pagi Nona Vina"

Aku tersenyum sebentar dan menanyakan apakah John sudah datang.

"Ia akan datang sebentar lagi. Silahkan Nona bersiap terlebih dahulu. Kita akan berangkat setelah John datang."

"Kemana?"

Angela berdiri dan menunjukkan undangan. Aku mengambilnya dan menyadari undangan ini adalah undangan yang sama dengan undangan milik Lux.

"Apa artinya ini?"

"Artinya, Kau juga harus datang menjadi salah satu narasumber bersamaku"

Kami menoleh ke arah Lux yang baru saja keluar dari kamar. Aku yakin, ini adalah ulahnya. Sama saat tiba-tiba ia menganti jadwalku mengunjungi panati bersama John.

"Aku tidak mau ikut" jawabku singkat. Aku masuk ke kamarku dan mempersiapkan diriku.

Tak berapa lama ponsel berbunyi.

"Vina, maafkan aku tapi kurasa kita tidak bisa melakukan rutinitas sesuai jadwal." Kata John dari seberang telepon.

"Tidak? Mengapa? Apa yang harusnya kita lakukan?"

"Tunggu aku akan membuka catatan", bisiknya.

"seharusnya kita kan berkeliling LA. Pergi ke pusat kecantikan dan kebugaran. Menemui desainer terkemuka, kita akan carikan baju yang tepat untukmu dan masih banyak lagi."

"Lalu?"

"Ya, kita harus membatalkan semuanya. Kita mendapat undangan dari sebuah stasiun televise. Mereka memintamu menjadi nara sumber bersama Tuan Lux. Ku harap Angela sudah memberitahumu."

"Aku mengerti" jawabku dan segera menutp telepon.

Aku mencari pakaian di lemari dan teringat pada gaun casual yang aku dapatkan beberapa saat yang lalu. Mungkin ini saatnya memakainya. Aku mengambilnya dan menutupnya dengan salah satu blazer dengan warna senada.

Merasa sudah cukup puas, aku keluar dari kamar.

"Wah, Nona Vina kau seperti seorang selebritis Hollywood." Celetuk John.

"Terimakasih, kau sudah menunggu lama?"

John mendekatiku dan berbisik. "Tidak masalah harus menunggu selama apapaun demi melihat seorang bidadari sepertimu."

Lux terlihat tidak senang dengan apa yang John lakukan. Terutama hari ini John membawakan seikat bunga untukku.

Tak mau ambil pusing aku segera meminta John untuk mengantar kami. John mengemudi, Angela duduk di sebalahnya. Sementara aku dan Lux duduk di bangku penumpang.

Sesampainya di kantor stasiun TV, kami disambut oelh sang produser acara.

"Selamat datang Tuan dan Nona. Masuklah, suatu kebanggaan kalian mau hadir di acara kami." Katanya dengan berbasa basi.

"Maaf , belakang panggung hanay untuk narasumber." Kata producer yang baru saja kami temui.

Ia mengatakan hal itu tepat, saat Angela dan John menngikuti kami.

"Tapi kami adalah penanggung jawab mereka." seru John. Berbeda dengan John Angela tak banyak berkomentar dan segera menanyakan dimana ia bisa menunggu.

"Kalian bisa menjadi penonton dibarisan depan. Mari ikuti saya." Kata seorang wanita berambut ikal. Di lehernya berkalungkan idedntitas yang menyaakan ia adalah manager panggung.

Dibelakng panggung, Luke pengacara Lux sudah menunggu. Ia menyalami kami dan menyapau secara khusus. Ia menjelaskan secara detail padaku mengenai apa yang boleh dikatakan dan yang tidak.

Selang beberapa menit, produser memperkenalkan kami pada Max, si presenter yang akan mewawancarai kami. Setelah saling menyapa, Max pergi bersiap melakukan pembukaan.

Seorang pria datang dengan membawa seorang asisten. Dari logatnya bicara aku bisa mengenali bahwa pria ini cenderung feminism.

"Kita ganti baju dulu ya?" sapanya padaku. "Aku Leon. Ini asisten ku ." katanya menunjuk ke arah pria lain di sampingnya.

"Boleh tau ukuran bajunya?" katanya padaku. melihat gesture tubuhnya, ia ingi melihat label pakain yang menempel padaku. makan aku berbalik dan dan menyingkapkan rambutku.

"OMG!!!!" teriak Leon. "Ini lebih mahal dari baju yang sponsor kasih. Pantesan kelihatan bagus banget. Ya udah You pake baju ini aja . OK?"

Aku mengangguk. Leon memanggil asistennya untuk emrapikan rambut dan riasan diwajahku. "Blazernya di copot aja ya. Di dalam ruangan udah nggak dingin kok. Ada pemanas ruangan."

Secara teknis, asisten Leon hanya merapikan rambutku, ia juga hanya menambah sedikit riasan tanpa mengubah wajahku. Menurutnya wajahku sudah cukup baik dan tidak perlu diubah sama sekali. Setelah melepasakan blazer dan menggangtunya di sisi ruangan, Leon dan asistennya pergi.

"Kita sudah mulai ya. Tuan Lux. Dalam lima menit Kami akan memangggil Anda." Seru manager panggung.

Kami mendekati pintu masuk. Lux terlihat sangat tegang.

"Bukankan bertemu dengan banyak orang bukan hal baru bagimu?"

"Benar. Tapi ada hal-hal yang tetap akan membuat kita gelisah. Terutama jika kau sedang dalam sebuah kasus. Ini akan sangat berbeda jika mereka mengundangmu sebagai motivator."

Luke berusaha menengkan kliennya. Ia mencoba membuat Lux yakin bahwa ia hanya cukup mengatakan sejujurnya. Kejujuran adalah awal dari sebuah pembebasan.

"Satu menit" teriak manager panggung.

Keringat dingin diam-diam mengalir dari kening Lux.

"Tiga puluh detik."

Aku melihat Lux semakin panik. Tanpa sadar, aku mendaratkan ciuman padanya. Ini membuat lux terkejut. Tapi ia tampak menikmatinya. Saat waktu dihitung mundur dari tiga aku melepasknya.

"…dua , satu."

Lux pergi dan menemui presenter di depan panggung. Di belakang panggung ada monitor untuk memantau jalannya acara talk show.

"Tuan Lux terlihat lebih tenang Nona Vina."

Aku tak meberikan reaksi apapun pada Luke. Ia segera mengerti aku tak suka membahas apa yang sudah aku lakukan.

"Jika anda menikah dengan Tuan Imanuel, aku yakin ia kan menjadi seseorang yang lebih hangat dari pada sekarang."

Aku menoleh tajam ke arah Luke. Dari tatapan mataku, ia bisa tahu bahwa aku ingin sekali bertanya dari mana ia tahu bahwa Lux memintaku menikah dengannya.

"Aku pengacaranya. Sudah lebih dari lima belas tahun. Aku mengetahui semua hal yang akan ia lakukan. Jangan tersingung, Lux bukan hanya klien saya. Tetapi ia seperti seorang teman bagi saya."

"Dengan kata lain, kau sedang mempromosikan klien sekaligus temanmu itu padaku?"

Luka hanya tersenyum dan tak menjawab. Bersaaman dengan itu, seseorang muncul bersama produser yang tadi membawa kami.

"Covina Ven?" teriak orang itu dalam keterkejutannya. Ini mengundang rasa penasaran produser dan Luke.

"Kalian saling kenal?"

Nächstes Kapitel