webnovel

Pelarian Sesaat

Tiba di sebuah hotel petugas membuka pintu untuk kami. Saat john hendak keluar, Angela menarik tanganya. Lux sama sekali tak beraksi dan berjalan keluar seolah tak melihat kejadian yang jelas-jelas terjadi di depan matanya.

"Selamat datang Nona dan Tuan"

"Terimakasih"

Tak lama setelah kami masuk, Angela menyalakan mobil dan meninggalkan hotel.

"Inikah yang disebut undangan?"

Lux tak menjawab di depan resepsionis bediri pria yang kemarin menemui Lux.

"Selamat pagi Nona Vina, senang kita bisa bertemu kembali."

Aku tersenyum padanya. "Tuan Imanuel, ini pesanan Anda" katanya sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.

"Kami ada di ruang 1221."

"Aku mengerti, terima kasih"

Setelah pria itu pergi Lux membuka isi amplop yang diterimanya.

"Ambilah, ini adalah ponsel yang tidak bisa disadap oleh siapapun. Tersambung dengan semua jaringan internet terbuka secara otomatis . Kau bisa melakukan pangggilan internasional. Dan ini adalah kartu kredit milikku. Ada mall yang terhubung langsung dengan hotel ini. Belilah apapun yang kau inginkan."

Aku mengamati dua benda yang di sodorkan kepadaku tanpa rasa tertarik sedikitpun.

"Bagaimana denganmu?"

"Aku akan bertemu beberapa orang yang menuntutku di pengadilan. Sebelum kami berhadapan, aku berharap bisa menyelesaikan masalah ini secara damai."

Aku masih tak mengambil dua benda yang dari tangan Lux. Ia mengambil telapak tangan kananku dan meletakkannya secara paksa.

"Hari ini, kau bebas mealakukan apapun Vina. Kita akan kembali ke Sleep and See saat malam."

Percakapan berhenti saat Seseorang memanggil Lux.

"Apa aku datang terlamabat?" tanya wanita paruh baya yang baru saja memasuki lobi.

"Tidak sama sekali."

"Oh kau pasti Vina, perkenalkan aku Sandra. Aku akan menemanimu seharian ini. Ku harap kau tak keberatan."

Aku menyalaminya. "Tentu terima kasih sebelumnya."

"Jika kalian lelah, Luke memesan kamar 2122. Kalian bisa menggunakannya. Vina, belilah pakaian dan semua yang kau butuhkan."

Mendengarnya memerintahku membeli semua yang aku butuhkan membuatku sedikit sakit. Seolah aku terlalau miskin untuk membeli semua hal yang aku inginkan.

"Lux, aku tak membutuhkan apapun. Semua sudah tersedia di Sleep and See."

Lux menoleh, "Tapi semua yang ada di dalam kamarmu sudah dipindahkan Vina. Kau butuh yang baru. Aku tak ingin melihatmu memakai barang yang tidak kau sukai. Akan sangat baik jika kau mendapatkan apa yang kau inginkan dengan pilihanmu sendiri"

Lux mengakhiri pembicaraan kami saat lift tiba.

"Sampai jupa nanti."

Sandra mendekatiku, "Ayo, aku tunjukkan jalannya. Aku datang dengan Jeff, apa kau mau pergi ke tempat lain?"

"Kurasa tidak Sandra. Tolong tunjukkan saja jalannya.

Dalam perjalanan kami bicara banyak. Sandra adalah orang yang berusia lima tahun lebih muda dari Lux. Ia bekerja sebagai manager di rumah Lux. Ia adalah ibu dari seorang anak perempuan yang kini anaknya berkuliah sambil bekerja.

"Aku seperti teman bagi Lux. Dia orang yang baik. Ia tak pernah memperlakukan kami dengan dengan buruk"

"Kau membelanya Sandra."

Sandara tersenyum.

"Tidak juga, setiap orang memiliki sisi positif dan negatif. Yang paling mengerikan adalah bila mereka marah. Percayalah Lux adalah orang yang bila marah pun ia masih mimikirkan oran-orang yang ada di sekitarnya."

Kami tiba di sebuah Mall. Mall ini sangat ramai terutama saat akan natal seperti sekarang ini. Semua toko-toko dipenuhi hiasan natal dengan warna cerah.

"Aku sudah bekerja dengannya sejak muda. Aku tak mungkin salah menilai orang."

"Begitukah?"

Sandra kembali tersenyum, ia mengalihkan pembicaraan dengan topik lainnya.

"Apa kau menyukai suatu merek tertentu?"

Aku berfikir dalam perjalanan ini. "Tidak apa, kita punya waktu seharian santai saja."

"Aku bukan pemilih Sandra. Aku hanya melihat dan membelinya saat aku menyukainya."

"Itu bagus, mari kita lihat-lihat."

Sepanjang perjalanan Sandra bercerita banyak tentang kepribadian Lux. Dia berusaha membuatku berfikir positif tentang bosnya. Tak peduli sekeras apapaun usahanya bagiku Lux terlihat sangat berbeda. Aku tak yakin berapa lama ia akan tahan dengan diriku. Sebelum ini banyak yang menyukaiku tapi semua pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas.

"Lihat, bukankah baju ini bagus?"

Kami berhenti di depan sebuah toko yang menajang baju berwarna merah marun. Baju itu terlihat sangat elegan.

"Selamat datang di butik kami nona-nona. Mari masuk dan mencoba semua yang kami punya."

Kami pun memutuskan untuk singgah dan melihat-lihat.

"Apa aku boleh mencoba yang ada di patung?"

"Untuk anda nyonya?"

"Bukan tapi untuknya." Kata Sandra menunjuuk ke arahku. "Tentu saja. Hanya ada satu dan kurasa akan muat di tubuh nona itu"

Tak berapa lama penjaga butik kembali dengan asistennya. Mereka membawa baju yang Sandra minta dan beberapa helai baju lain untuk referensi.

"Cobalah, mari lewat sini."

Aku mencobanya. Saat Sandra melihatku dengan gaun itu ia sangat menyukainya.

"Kau harus membelinya. Kau terlihat memesona dengan gaun itu."

"Aku memutuskan menuruti Sandra. Lagi pula gaun ini memang terlihat simple tapi elegan. Aku juga mencoba beberapa baju santai lain di butik itu. Saat aku keluar dari ruang ganti aku melihat Sandra menelepon.

"Vina, ambil semunya ya? Aku tunggu di depan butik."

"Baiklah."

Aku meminta asisten yang membantuku membawanya ke kasir untuk di bayar.

"Silahkan ini tagihannya."

Aku meilihat tagihan itu. Betapa terkejutnya dengan harga yang dibanrol untuk sebuah gaun dan beberpa baju santai lainnya. Aku tak cukup gila membayar lima helai pakain senilai uang muka lima puluh persen sebuah apartement tipe studio di Jakarta.

Aku memang ceroboh, harusnya aku melihat harganya. Terpesona dengan tampilan baju-baju itu aku lupa tak melihat harganya. Dengan sangat malu aku meminta maaf pada penjaga butik. Aku memutuskan untuk membatalkannya.

Aku beruntung pria penjaga butik itu sangat baik dan ramah.

"Tidak apa-apa Nona, jangan khawatir. Aku mengerti. Jika kau berubah pikiran datang lah kami akan dengan senang hati membantu anda."

Mengucapkan terima kasih aku segera keluar dari butik.

"Vina kau sudah selesai.?" Sandra terlihat bingung. "Mana baju-bajunya?"

Aku menarik Sandra untuk pergi menjauh dari took itu. "Tiba-tiba saja aku merasa tak cocok, jadi aku membatalkannya."

"Mengapa begitu?"

Aku memutuskan mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan perutku lapar.

"Ada makanan Indonesia di sini. Lihat! Itu di sana. Bagiman jika kita ke sana? Aku selalu ingin mencoba salad kacang kalian."

Aku menyetujui usul Sandra. Setelah melihat menu, mereka menamai menu-menu itu sesuai nama asli mereka tanpa mentenrjemahkannya. Hanya saja di setiap menu ada penjelasan dalam bahasa inggris.

Aku memesan masakan padang kakap merah dan rendang. Sandra memesan gado-gado, salad sayur dengan saus kacang sepeti yang ia ingikan. Untuk minuman kami memesan es cendol hitam serta es cincau.

Selesai memesan telepon Sandra kembali berdering.

"Aku akan ke toilet sebentar" katanya berpamitan.

Setelah makanan tersedia, Sandra mucul. "Wah ini terlihat manis dan enak." Celetuknya. Tak lama kami segera menyantap makanan kami.

Selesai makan kami kekenyangan, Sandra memutuskan membantuku memesan berapa barang secara daring. Setelah merasa cukup mampu berjalan kami segera pergi dan membayar tagihan makanan dengan kartu kredit yang aku bawa.

"Sandra sudah sore. Kita kembali ke hotel saja pintaku."

"Tapi kita belum mendapatkan kosmetik untukmu Vina."

"Tidak apa-apa, aku akan meminta Lux mengembalikan semua barang-barang milikku ke kamar."

Sandra terlihat tak yakin. Pada akhirnya ia hanya menurutiku dan kembali ke hotel. Sesuai yang Lux katakan, kami meminta kunci kamar no 2122 dan beristirahat di sana.

"Apa kau mau pijatan? Aku bisa memesakna layanan spa untukmu."

Mendengar kata spa membuatku sangat senang. Sandra memesan terapis untuk ke kamar. Selesai menikmati pijatan aku tertidur lelah di bak mandi.

Nächstes Kapitel