webnovel

Bab 21. Candu Untuk Menyentuhmu

Mohon kebijaksanaannya untuk pembaca dibawah umur. Terima kasih.

.

.

"Mengapa kau memberikan keperawananmu padaku? Bukankah semua wanita sangat menjaga harta itu?"

Elena mematung. Matanya menatap lekat mata Brian. Hembusan napas pria itu menyentuh wajahnya. Haruskah Elena mengatakan alasan sebenarnya.

Tidak! Elena tak ingin dikasihani dan tak ingin Brian tau tentang Diego. Apalagi mengenai kasus korupsi yang menimpa Diego. Brian maupun Elise tak perlu tau. Elena bukan malu Diego terlibat kasus korupsi tapi karena kasus itu berhubungan dengan Brian, pemilik sekaligus Presdir tempat Diego bekerja. Dan Elena yakin jika Diego tidak mungkin menggelapkan dana perusahaan. Jadi, dia tak mau orang lain memandang rendah tunangannya.

"Itu bukan urusanmu," jawab Elena datar. Tangan Brian mengepal di kedua sisi Elena. Namun sedetik kemudian dia menghela napasnya. Untuk apa dia mencampuri urusan Elena.

"Aku bebas menyentuhmu, bukan?" Entah mengapa Brian lagi-lagi bertanya tentang kesedian Elena. Dia menghargai kesediaan Elena dalan sex ini. Elena membuang wajahnya ke kiri. Semburat merah muncul di pipinya. Apa Brian harus menanyakan hal itu setelah semalam dia menyentuh Elena sebanyak tiga ronde? Membuat wajah Elena memanas saja.

Brian tersenyum simpul menyadari semburat merah di pipi Elena. Jemarinya terulur membuka kancing Elena satu persatu. Kepalanya menunduk dan terbenam di lekukan leher Elena. Mengecup leher jenjang nan putih milik Elena. Lidahnya bergerak menjilat leher Elena, membuat sebuah garis basah yang menjalar bagaikan aluran listrik keseluruh tubuh Elena.

Saat Brian hendak mengulum kulit putih itu. Tangan Elena menahan dada Brian. Pria itu berhenti.

"Bisakah kau tak membuat tanda di sana. A—aku tak ingin orang lain menyadarinya." Elena tak ingin teman kerjanya melihat tanda-tanda Brian di tubuhnya. Terutama saat mereka tau Diego masih tak sadarkan diri di rumah sakit. Dan Elena juga tak mau jika Diego tiba-tiba sadar dan melihat hal itu.

"Baiklah." Brian mengangkat tubuhnya. Menatap lekat wajah Elena.

"Tapi aku boleh menciummu dan membuat tanda di tempat tertutup bukan?" tanya Brian sambil meremas salah satu payudara Elena, seluruh kancingnya sudah lepas. Menampakkan payudaranya yang masih berbungkus bra. Wanita itu hanya mengangguk malu. Sebenarnya dia masih merasa tak nyaman disentuh oleh pria asing seperti Brian. Namun setelah mendapatkan orgasme pertamanya, Elena menyukai sensasi itu. Rasa nikmat nan melegakan yang dia dapatkan itu, membuatnya ketagihan. Lagipula ciuman Brian begitu lembut dan membuai.

Tanpa menunggu lebih lama lagi. Brian mencium Elena. Mengulum lembut bibir wanita itu dan membuai Elena untuk membalasnya. Elena tetap diam bertahan tanpa ingin membalas ciuman Brian sedikitpun. Matanya terpejam merasakan bibir Brian yang kini beralih menyusuri rahangnya. Mengecup sesekali lehernya hingga tepat berada di atas dadanya yang tak tertutup bra. Tangannya menyelinap ke punggung Elena dan membukanya. Berhenti sebentar dan menjauh untuk membantu Elena melepaskan baju dan branya. Lalu melempar asal. Mata Elena terus saja terpejam. Dia seakan enggan untuk membuka mata dan melihat semua yang akan dilakukan Brian. Namun hal itu membuat Elena semakin merasakan sensasi yang membakar tubuhnya.

Bibir Brian kini mengulum salah satu puncak tegang itu. Sedangkan tangan kanannya meremas gunung yang lain. Tubuh Elena semakin panas dan gelisah. Setiap gerakan lidah Brian yang menyentil putingnya, membuat dia menggerang gila. Tubuhnya bahkan sudah basah. Oh, Elena semakin lama semakin terbakar oleh gairah yang Brian berikan.

Malam ini mereka kembali mengarungi indahnya surga dunia. Dan Elena bahkan tak bisa menolak sedikitpun keinginan Brian. Tubuhnya seakan selalu siap jika pria itu ingin memasukinya.

....

Elena terbangun di pagi hari. Dia mengusap matanya dan menoleh ke sisi ranjang. Ada raut sedih di wajah Elena. Bukan sedih karena Brian tak ada di sana. Tapi sedih karena dia seperti seorang pelacur. Yang ditinggalkan begitu saja saat pagi hari. Tanpa kata, tanpa ucapan apapun. Elena meraih ponselnya mengecek adakah pesan masuk atau panggilan di sana. Dan benar saja. Ada sebuah pesan dari Mira. Semalam Elena memang menghubungi wanita itu untuk menanyakan keadaan Diego.

—Jangan khawatir. Diego baik-baik saja. Tapi belum ada tanda-tanda dia akan kembali sadar.—

Ada rasa kecewa di hati Elena karena Diego belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Tapi setidaknya pria itu baik-baik saja. Memaksakan senyuman di wajahnya, Elena turun dari ranjang. Kakinya bergetar ketika berdiri di lantai. Brian semalam benar-benar mengempurnya. Astaga, kaki Elena rasanya masih gemetar. Dan masih terasa perih di tubuh sensitifnya, tapi Elena masih bisa menahannya. Rasanya tak seburuk kemarin. Elena masuk ke dalam kamar mandi, dia harus bersiap pergi bekerja.

....

Elise tersenyum lebar saat menatap pria yang kini tengah memeluknya. Brian menepati janjinya yang akan ada di sampingnya saat Elise membuka mata. Elise menatap wajah tampan dan lelah itu. Pria itu tengah tidur. Elise tak tau kapan Brian pulang. Tapi itu tak masalah untuknya. Elise mendekat dan memeluk Brian dengan erat. Elise tak perduli jika orang lain akan mengatakan bahwa dia egois dengan meminta Brian seperti ini. Tapi dia memang ingin Brian selalu di sisinya. Karena dia sangat mencintai pria itu.

....

Hari-hari berikutnya terjadi seperti perkiraan. Brian akan selalu datang ke apartemen setiap malam diatas jam sepuluh. Menyentuh Elena beberapa ronde dan tertidur di sisinya. Lalu saat pagi Elena tak akan pernah menemukan keberadaan pria itu di sampingnya. Seakan dia tak pernah tidur di samping Elena. Dan hampir seminggu mereka terus menerus berhubungan intim. Elena bahkan membalas semua cumbuan Brian. Dia meyakinkan dirinya jika apa yang mereka lakukan hanya sebatas sex, hanya itu tak lebih. Karena Elena menikmati big orgasme yang selalu dia dapatkan dari Brian.

Malam ini adalah malam terakhir dari jadwal masa subur Elena. Sudah tiga jam berlalu dari mereka bergumul di atas ranjang, tapi mereka belum berhenti. Elena sudah berkali-kali diterjang orgasme hebatnya. Dan Brian sudah dua kali menyemburkan benihnya, tapi pria itu masih belum berhenti. Ini sudah ronde ketiga dan Brian masih memiliki semangat tinggi menggempur dan menghentak Elena. Pinggulnya bergerak menghentak tubuh Elena berkali-kali dari arah belakang. Mendorong tubuh Elena setiap kali dia menyentak tubuhnya masuk begitu dalam. Mencengkram pinggul Elena erat yang kini tengah menungging ke arahnya.

Sejak malam ketiga Brian mulai menyentuh Elena dengan gaya yang berbeda-beda. Dan Elena menyukai gaya yang saat ini Brian lakukan. Dia tak perlu menatap Brian, dan ... Brian masuk begitu dalam di tubuhnya. Begitu nikmat hingga sekujur tubuhnya gemetar. Kepala Elena terkulai diatas bantal. Dia sangat lelah, tapi tak bisa menolak ataupun menghentikan Brian. Tubuhnya seakan selalu siap menerima pria itu. Tenggorokan Elena bahkan serak karena sejak tadi hanya mendesah pasrah.

Brian semakin brutal bergerak saat puncak itu semakin dekat. Tubuh Elena ikut bergoyang akibat perbuatannya. Hentakan semakin kuat, kuat dan kuat. Oh astaga, Elena menjerit diiringi desahan panjang dan di belakangnya Brian juga mengerang nikmat. Dan sesekali masih bergerak untuk mengeluarkan semua benihnya dan menumpahkan dalam diri Elena. Lalu sedetik kemudian dia ambruk menindih tubuh Elena yang tengkurap di atas ranjang.

Deru napas mereka memburu begitu kuat, menarik napas dalam dan menghembuskannya, mencoba menormalkan laju napas mereka. Brian dengan pelan berguling ke sisi kanan Elena. Tangan besar Brian yang memeluk perut Elena membuat wanita itu berbaring miring dan rapat ke tubuhnya.

Nächstes Kapitel