"Woii, Nat! Ada apaan sih? Ngomongnya sekarang aja, jangan tengah malem gitu." Boby muncul entah darimana sambil menepuk pundak Nara yang sedang duduk termenung di kursi taman kampus.
"Bob, loe bisa bantuin gue gak? Cariin gue info tentang pertandingan balapan kayak kemarin dong. Gue lagi butuh uang untuk bayar uang kuliah gue. Batas waktunya sampai minggu depan aja, Bob. Tolongin gue ya, Bob." Ucap Nara sambil menatap Boby dengan penuh harap.
"Jujur aja Nat, kalau untuk info tentang pertandingan balapan liar gitu, belum ada sih, Nat." Boby yang duduk di sebelah Nara mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Dia melihat - lihat info terbaru dari website khusus yang biasa dia kunjungi.
Nara hanya terdiam lesu mendengar kata - kata Boby. Dia sedang berpikir keras untuk mencari uang tambahan hanya untuk membayar uang kuliahnya. Jika dia tidak bisa membayarnya, dia pasti akan diremehkan oleh Papanya. Nara tidak mau itu terjadi.
"Nat! Ini ada info pertandingan bela diri antar provinsi. Gimana? Loe mau ikutan? Loe kan jago bela diri." Boby menunjukkan layar ponselnya pada Nara yang menampilkan info tanding bela diri dari website resmi yang terpercaya.
Nara menoleh dan membelalakkan matanya melihat dengan jelas kapan dan di mana pertandingan itu akan dilangsungkan.
"Karena ini resmi, hadiah pemenangnya cukup menggiurkan, Nat. Loe boleh coba yang ini dehh. Gue pasti dukung loe dan loe pasti menang," ucap Boby dengan lantang.
"Tapi...." Nara mulai ragu dengan apa yang mau diucapkannya pada Boby.
"Tapi kenapa, Nat? Kan loe jago bela diri dan gue yakin loe itu pasti menang seperti waktu itu pas tanding balapan liar itu," kata Boby dengan antusias.
"Tapi, jadwal tandingnya minggu depan Bob, gue kan perlu bayar uang kuliahnya juga minggu depan. Gue jadi bingung nih, Bob." Nara mulai menundukkan kepalanya karena kecewa melihat jadwal pertandingan itu yang bersamaan dengan jadwal akhir pembayaran uang kuliahnya.
Boby pun ikutan bingung mau merespon seperti apa. Karena sejujurnya dia tidak bisa membantu Nara untuk membayarkan uang kuliahnya, meskipun dia ingin sekali menolong Nara saat ini.
"Gini Nat, maafin gue ya? Gue pengen banget bantuin loe, tapi loe tau sendiri kan keadaan gue sekarang? Gue ini hanyalah anak kos yang juga butuh banyak biaya. Uang hasil menang taruhan kemarin udah gue pakai untuk melunaskan uang kuliah gue. Kan loe juga tau kalau gue tuh hanya anak kos yang masih magang di perusahaan kecil." Boby menepuk pundak Nara dengan perlahan.
Melihat ekspresi Nara yang bersedih itu, Boby jadi tidak tega untuk berkata lebih lagi. Karena dia memang tidak bisa membantu sedikitpun kalau itu menyangkut masalah uang.
"Wooii..!!"
Sontak Nara dan Boby kaget mendengar teriakan dari arah belakang mereka. Nara yang sudah mengetahui siapa orang rese itu, langsung berbalik dan menunduk lagi. Dia masih memikirkan tentang masalah yang dihadapinya kini.
'Apa gue harus minjem uang? Tapi sama siapa?'
'Tempat kerja gue? Gue kan masih magang, mana mungkin dikasih pinjaman. Jadi, siapa yang bisa nolongin gue?'
"Woi, Nat! Muka loe sepat amet. Ngeri gue liatnya," ucap orang rese yang bernama Wira itu. Wira inilah yang pernah menolong Nara mencari keberadaan Mei waktu itu.
Boby menarik tangan Wira agar sedikit menjauh dari Nara. Dia menceritakan kesulitan yang sedang dihadapi Nara pada Wira.
"Gini Wir, Nara harus membayar uang kuliahnya paling lambat minggu depan. Nah, dia lagi butuh uang untuk melunaskannya. Dia akan mengikuti pertandingan bela diri minggu depan. Tapi untuk menunggu dia mendapat uang hasil kemenangannya, udah keburu basi untuk bayar uang kuliahnya lagi. Karena minggu depan itu sudah batas akhir pembayaran uang kuliah, Wir. Si Nat lagi pusing mikirin jalan keluarnya, Wir."
Wira yang mendengar hal itu menganggukkan kepalanya pertanda dia paham akan posisi kedua temannya itu. Lalu dia menghampiri Nara dan duduk di bangku sebelah Nara.
"Nat, gue bisa pinjemin loe uang untuk bayar uang kuliah loe kali ini. Karena gue baru dapat bonus dari Bos tempat kerja gue. Tapi loe harus menang dalam pertandingan bela diri itu, biar loe bisa bayar ke gue uang yang gue pinjem ke loe. Gimana?" Nara yang tertunduk tadi pun menoleh ke arah Wira dan memegang erat kedua lengan Wira.
"Loe serius, Wir? Loe mau pinjemin gue uang segitu untuk membayar uang kuliah gue?" Tanya Nara dengan wajah yang berbinar - binar.
"Iya, gue serius, Nat. Nanti sepulang kuliah, loe ikut gue ambil uangnya di ATM ya. Sebagai gantinya, loe harus menang dan mengembalikan uang gue dengan bunga traktiran makan di Cafe dari loe, gimana?" Ucap Wira sambil terkekeh melihat tingkah aneh Nara.
"Gue janji, Gue bakalan menang, Wir. Loe percaya sama gue. Gue pasti balikin uang loe yang udah loe pinjam ke gue. Makasih banyak ya, Wir. Loe emang teman yang pengertian," kata Nara sambil mengguncang kedua lengan Wira.
"Kapan gue gak pengertian? Kita kan udah berteman begitu lama. Loe juga tau gimana kondisi gue. Tapi karena gue udah punya pekerjaan tetap, keuangan gue masih lebih stabil daripada si Boby," ejek Wira sambil melirik orang yang dimaksud.
"Yeee,, kok jadi gue yang di bahas? Loe itu jangan songong gitu, Wir. Gue jitak baru tau rasa." Boby meladeni candaan Wira yang dilontarkan padanya barusan. Hal ini membuat Nara menjadi lebih ceria.
Canda tawa itu berlangsung cukup lama hingga tak terasa Boby dan Wira berhasil membuat Nara kembali tertawa dan mereka juga sudah membantu menganggkat sedikit beban yang dipikul oleh Nara.
"Baiklah, sekarang loe mau ikut gue gak, Nat?" Tanya Boby sambil menghiraukan tatapan aneh si Wira.
"Kemana?" Tanya Nara yang terlihat kebingungan.
"Gue mau bawa kamu ke tempat pelatihan bela diri Elite Training Camp. Jangan bilang loe gak mau melatih diri loe dulu sebelum tanding?" Tanya Boby lagi mengingatkan Nara.
"Tapi, Bob. Kan tempat pelatihan begituan mahal biayanya. Mana sanggup gue bayarnya," ucap Nara yang kelabakan karena mau di ajak ketempat seperti itu.
"Tenang aja, ada si Wira. Manfaatin aja dia untuk sementara. Loe gak keberatan kan, Wir? Toh juga cuma seminggu doang," celetuk Boby dengan santainya.
"Gila loe Bob!! Emang loe kira gue ini apaan?!! ATM berjalan?!!" Wira kesal mendengar kata - kata Boby yang mau manfaatin dia. Wira langsung memukul kepala Boby yang masih saja berdiam diri melirik dirinya.
"Aduh..!! Jangan mukul kepala juga keless. Loe itu keterlaluan amat sih. Kalau mau ngebantuin temen itu jangan tanggung - tanggung dong. Biar terjamin peluang menangnya. Gimana sih loe, Wir?!!" Boby memukul lengan kiri Wira dengan kuat. Dia cukup kesal karena Wira menggetok kepalanya dengan kasar. Padahal kan niatnya baik.
"Okelah, Nat. Ayo, kita ke sana. Loe yang tunjukkin tempatnya, Bob. Gue yang bayarin pun. Khusus buat si Nat aja." Kata Wira sambil merangkul pundak Nara dan menatap tajam pada Boby.
"Gue gak? Loe gitu banget sama gue, Wir. Pelitnya minta ampun dahh," ucap Boby sambil membalikkan badannya dan berjalan menjauh, "Ayolah, ikutin gue. Kita ke sana sekarang."
Sesampainya di tempat pelatihan yang dimaksud Boby, Wira pun langsung ke bagian administrasi mengurus semua hal yang dibutuhkan oleh Nara selama seminggu penuh sebelum pertandingan dilaksanakan.
Nara merasa sangat bersyukur karena memiliki teman seperti Boby dan Wira yang mau membantunya di saat dia berada dalam kesulitan seperti sekarang. Tidak seperti Mei, yang hanya memanfaatkan dirinya selama ini. Tapi, itu sudah berlalu, tidak penting untuk di ingat - ingat kembali. Nara yang sekarang hanya akan fokus mencari uang tambahan untuk mencukupi biaya di rumah dengan biaya kuliahnya.
"Nat, semua biaya administrasinya sudah beres semua. Loe bisa datang kapan pun loe lagi pengen latihan. Waktu latihannya bervariasi. Ini daftar waktunya, Nat. Gue tau kalo loe itu udah kerja sambilan saat ini. Jadi, loe bisa datang di saat loe sengggang. Oke?" Ucap Wira dengan menunjukkan senyumannya pada Nara.
Nara membalas senyuman temannya itu dan berkata, "Makasih banyak ya, Wira. Makasih juga, Bob. Kalian memang sahabat gue yang paling pengertian."
"Karena kita teman lama, makanya jangan sungkan gitu. Loe bisa ngandelin kami kapan pun loe butuh, Nat." Jawab Boby yang sudah duduk di samping Nara.
"Ya sudah, gue mau balik duluan ya? Udah waktunya juga gue masuk kerja. Bye, Wir. Bye, Bob."
Nara pun pergi setelah menerima daftar waktu latihan dari tangan Wira. Dia terburu - buru ke tempat kerjanya sekarang. Sudah hampir telat. Nara takut kalau dia telat, akan ada alasan bagi mereka yang tidak menyukainya untuk memecat dirinya secara tidak hormat. Itu semua tidak boleh terjadi.
Sesampainya di Fashion House..
"Ra, cepat ke sini. Banyak kerjaan kita mulai hari ini. Dua minggu lagi Fashion House akan mengadakan Pagelaran Fashion Show. Jadi, tolong kamu bantu ini dan ini di bereskan ya, Ra."
Nara yang belum sempat menjawab apa pun malah ditinggalkan begitu saja. Sebenarnya, dia masih belum seutuhnya memahami tentang penyimpanan barang - barang yang diberikan padanya. Tapi, dia tidak berkecil hati, karena dia juga harus mandiri dalam melakukan pekerjaannya itu.
'Baiklah, Nara. Kamu pasti bisa melewati ini semua. Semangat!' Nara membatin memberi kekuatan untuk dirinya sendiri.
Pasti berat baginya, pagi hari kuliah, siangnya bekerja dan malamnya harus latihan bela diri. Mamanya juga akan merasa kesepian selama seminggu penuh karena ada kegiatan tambahan Nara hingga malam hari.
*****
Di sisi lain, Dev sedang menunggu Kay pulang sekolah. Dia sudah tiba di depan gerbang sekolah Kay dan menunggu di dalam mobil yang di pinggir jalan.
'Sepertinya ada yang terlupakan. Apa yah?' Dev membatin sambil mengingat kembali tentang sesuatu yang ingin ditanyakannya pada Kay. Tapi, dia benar - benar tidak mengingat apa pun tentang hal itu.
Setelah lelah berpikir dan bosan menunggu kedatangan Kay, Dev pun mengambil ponselnya yang terletak begitu saja di samping bangkunya. Dia melihat daftar panggilan masuk dari ponselnya dan dia menemukan panggilan masuk dari Nat.
"Nah, ini dia yang mau gue tanyakan pada Kay. Gue kok sampai lupa gini sih?" Dev mengumpat pada dirinya sendiri.
Tiba - tiba pintu mobilnya terbuka sedikit dan masuklah Adik kesayangannya, "Hai, Kak. Sudah lama menunggu ya, Kak?"
"Lumayan lah, sampai Kakak bosan sendiri. Oh iya, ada yang mau Kakak tanyakan padamu, Kay. Tapi kamu harus jawab dengan jujur ya?" Tanya Dev sambil melirik sejenak pada Kay. Dev ingin mencaritahu lebih banyak tentang Nara melalui Kay.
"Apa itu, Kak? Tumben banget, mau tanya pakai acara minta izin segala. Kay gak mungkinlah bohong sama Kakak," Kay menjawab dengan santai sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam tas ranselnya.
"Kemarin itu, kamu pakai ponsel siapa menelepon Kakak? Kamu kenal dengan pemilik ponsel itu?" Dev mulai menatap Kay dengan ekspresi yang sulit diartikan. Dia sungguh penasaran dengan jawaban sang Adik.
"Ooohhh, ternyata Kakak penasaran dengan pemilik ponsel itu? Tenang saja, Kak. Dia itu baik kok. Kakak itu bernama Nara. Dia yang mendekati Kay saat Kay meringkuk ketakutan karena kehilangan jejak Kak Dev. Kemarin Kakak itu datang ke Taman Hiburan itu bersama dengan Mamanya. Mereka benar - benar baik, mau membantu Kay sampai meminjamkan ponselnya untuk Kay pakai menghubungi Kak Dev. Memangnya kenapa Kak?" Kay memberikan penjelasan yang cukup dimengerti oleh Dev.
Dev hanya mengangguk dan berkata, "Tidak apa - apa, Kakak hanya penasaran dengan orang baik yang mau membantu Adik Kakak yang manja ini di saat seperti itu. Kamu sudah berhasil membuat jantung Kakak hampir copot karena tidak dapat menemukanmu. Makanya, lain kali jangan asal lari entah ke mana. Jadi hilang jejak kan?" Kata Dev tanpa mau memberitahukan pada Kay maksud dari pertanyaannya yang sebenarnya.
"Meskipun Kak Nara berambut pendek, dia itu tergolong cewek yang cantik, Kak. Selain cantik, dia juga ramah dan penyayang. Dia sungguh baik, Kak. Kay saja yang baru pertama kali bertemu dengannya, sudah merasa nyaman dengan Kakak itu. Kay minta nomor Kak Nara dong, Kak. Kak Dev belum ada menghapus nomornya kan?" Kay malah ingin meminta nomor Nara dari Dev.
Dev yang tidak mau berbagi pada Adiknya itu langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, "Tidak ada lagi. Udah Kakak hapus daftar panggilan di ponsel Kakak," dev masih tidak ingin Kay mengetahui kalau Dev memang mengenal cewek itu. Bukan sebagai Nara, tapi Nat.
"Yaaaahhh, Kakak.. Kenapa langsung Kakak hapus daftar panggilan Kakak sih? Kay kan masih mau mengucapkan terimakasih sama Kak Nara." Kay hanya bisa merengut kesal pada Dev.
Dev tidak ingin memperpanjang perdebatan mereka. Dia langsung mengemudikan mobilnya menuju ke rumah. Di sepanjang perjalanan, Dev terus menerus memikirkan berbagai hal.
'Ternyata namanya Nara dan dia di kenal sebagai Nat.'
'Dia cantik? Gue belum pernah melihat wajahnya dengan jelas, karena dia selalu memakai topi. Secantik apa dia?Gue jadi penasaran.'