Samuel kembali ke kediamannya dengan berapi-api. Nyatanya ia masih tak terima ayahnya membuat Beverly dalam keadaan sulit dan berbahaya.
Cklek.. Samuel masuk, melangkah yakin ke arah ayahnya yang tengah duduk di kursi kebesarannya.
"Apa yang ada di otakmu, sialan!" Samuel menodongkan senjata apinya yang siap meledakan kepala Gilliano.
"Kenapa kau repot sekali, Sam. Kakakmu bahkan menyetujuinya."
Rasanya jantung Samuel berdebar tak menentu. Ia marah, benar-benar marah.
"Apa benar kau ini ayahnya! Mana ada ayah yang menjerumuskan hidup anaknya ke dalam bahaya! Kalau kau memang mau Cadeyrn tewas harusnya kau sewa saja pembunuh bayaran, brengsek!"
"Aku punya pembunuh di sisiku, kenapa aku harus mencari yang lain?"
"Kau!" Samuel menggeram.
"Tembak saja aku. Dari tanganmu yang gemetar kau terlihat ragu."
Dorr! Samuel mengeluarkan satu tembakan yang melewati telinga Gilliano.
"Aku tak ragu untuk membunuh bajingan seperti kau! Jika Beverly tak melarangku membunuhmu maka aku pasti akan meledakan kepalamu saat ini!" Samuel masih memikirkan kata-kata Beverly, "Jika sesuatu terjadi pada Beverly maka aku tak akan melepaskanmu! Ingat itu baik-baik!" Samuel menatap ayahnya tajam lalu keluar dari ruangan itu.
Gilliano tersenyum tenang, "Beverly harus berpisah dengan Oriel. Aku tak cukup kejam untuk memberinya tugas membunuh pria yang mungkin ia cintai. Aku hanya memerintahkannya untuk membunuh ayah prianya dengan begitu rasa bersalah akan membuatnya menjauh dari Oriel." Gilliano merencanakan ini hanya untuk membuat Beverly menjauh dari Oriel. Tujuan lainnya adalah untuk menyingkirkan lawan bisnisnya, dan ya, masih ada satu orang yang menginginkan kematian Cadeyrn dan juga Oriel. Cepat atau lambat dua orang itu pasti akan mati. Orang yang masih berhubungan dengan mereka yang menginginkan kematian si pemilik kekayaan dan si pewaris tahta.
Masih di kliniknya Beverly tak bisa mengalihkan pemikirannya dari tugas terakhirnya. Ini terlalu menyakitkan untuknya. Bagaimana bisa dia berada di tengah-tengah pilihan sulit seperti ini.
Jika ia melenyapkan ayah Oriel pasti akan membuat Oriel sangat sedih. Beverly melihat dengan jelas jika Oriel sangat menyayangi ayahnya, dan lagi, Cadeyrn memiliki 13 anak lain yang juga menyayanginya. Apa ia tega membuat 13 orang yang menyambutnya hangat kehilangan ayah mereka? Tidak.. Beverly tak sanggup melakukan itu.
Tapi, jika ia tidak melaksanakan tugas terakhir dari ayahnya maka anak-anak itu yang akan celaka.
Beverly bisa saja melacak keberadaan anak-anak tersebut namun mungkin akan lebih dari 2 minggu. Beverly tahu jika ayahnya orang yang sangat teliti.
Hanya ada satu jalan yang bisa membantu Beverly. Satu jalan yang pasti akan ia ambil untuk menyelesaikan tugas terakhirnya.
"Ah, kepalaku benar-benar ingin pecah." Beverly memegangi kepalanya, ia tak pernah sefrustasi ini sebelumnya.
Matanya tak sengaja melihat ponselnya. Ia segera meraih ponselnya dan menghubungi Oriel.
"Dimana?" Tanyanya.
Cklek..
"Disini." Oriel melambaikan tangannya pada Beverly. Ia melangkah mendekati wanitanya yang saat ini tengah tersenyum menatapnya. Pusing Beverly hilang karena melihat Oriel.
"Kau tidak ada pekerjaan?" Beverly melangkah mendekati Oriel. Mengalungkan tangannya di leher Oriel lalu mengecup bibir sang pria.
"Sudah selesai."
"Secepat itu?"
"Aku hanya membunuh beberapa tikus kecil. Bukan pekerjaan yang sulit." Balas Oriel santai. Tangannya membelai wajah cantik Beverly.
"Jangan menatapku terlalu lama. Jangan salahkan aku jika kau makin menggilaiku."
Oriel tertawa geli, "Kau melakukan kejahatan tapi kau tidak mau disalahkan. Aku makin menggilaimu tiap harinya, apa yang kau lakukan padaku hingga aku terus memikirkanmu."
"Berhentilah menggombal, Oriel. Aku lapar, kita makan saja, bagaimana?"
"Baiklah. Aku juga lapar. Tapi,,"
"Aku tahu, kau pasti akan memakanku lebih dulu."
Oriel mengecup bibir Beverly, "Haha, kau benar-benar memahamiku, Bev. Aku makin mencintaimu."
"Tch! Dasar kau!" Beverly berdecih.
"Aku bercanda, Sayang. Kita makan dulu."
"Waw, keajaiban."
"Itu aku lakukan agar nanti kita berdua bisa melakukannya dalam beberapa sesi dan tak akan pingsan karena kelaparan."
"Aku sudah tahu itu. Otakmu pasti sudah memikirkan ke arah sana."
Oriel tergelak. Tawa yang membuat senyum Beverly mengembang.
Apa aku bisa membuat tawanya berhenti menghilang? Maaf, Oriel, pada akhirnya pilihanku masih akan menyakitimu.
"Ayo, makan." Oriel menggenggam tangan Beverly.
"Ya, Sayang."
"Ah, manisnya." Oriel tak bisa menjaga tingkahnya agar tak terlihat seperti remaja labil yang tengah jatuh cinta. Siapapun yang melihat Oriel saat ini tak akan berpikir dua kali untuk menebak jika Oriel tengah jatuh cinta.
Mata Oriel menangkap sesuatu di atas meja Beverly tapi ia tak begitu yakin dan tak begitu peduli hingga ia akhirnya memutar tubuhnya lalu melangkah bersama Beverly.
♥♥♥♥
Rencana makan Oriel berganti pertemuan keluarga ketika sang ayah menghubungi. Oriel sempat merutuk tapi pada akhirnya ia datang juga ke kediaman ayahnya.
Pertemuan keluarga selalu diisi lengkap oleh saudara-saudara Oriel namun kali ini ada yang tak pernah ia lihat sebelumnya, seorang pria yang harus ia akui wajahnya lebih tampan darinya. Entah siapa pria yang telah berani menampakan wajah tampannya itu.
Karena pertemuan keluarga maka Beverly tak bisa masuk. Ia sekarang menunggu di ruang makan. Beverly tengah disuguhkan berbagai macam makanan.
Di ruang keluarga sang ayah dari ke 13 anak mulai membuka suaranya.
"Kalian pasti ingin tahu siapa pria ini." Sang ayah memegangi bahu pria yang ada di sebelahnya, "Namanya Revano Cadeyrn. Putra tertua Russel Cadeyrn."
Pemberitahuan dari Russel tak begitu mengejutkan anak-anaknya. Mereka sudah menduga jika hal seperti ini masih akan terjadi. Dulu ini sudah terjadi berkali-kali, apalagi Oriel, dia tidak terkejut sama sekali dengan kenyataan yang dibawa oleh ayahnya.
"Ah, jadi aku bukan anak tertua? Syukurlah." Hanya itu tanggapan Oriel untuk saat ini. Ia terlihat lega karena bukan anak pertama, ia bisa lepas dari tanggung jawab untuk memegang perusahaan. Ini kabar yang sangat baik.
"Selamat datang di keluarga Cadeyrn, Kakak tertua." Adam memberikan sapaan hangat disusul dengan anak-anak Russel yang lainnya.
Sudah, hanya ini pokok dari pertemuan mereka. Tak ada yang menolak kehadiran Russel, meskipun ada yang menolak mereka tak akan mampu menyuarakannya karena tak akan ada anak yang berani melawan kata-kata Russel, kecuali Oriel. Bahkan Chiera yang sangat dekat dengan Russel pun tak berani membantah ayahnya.
"Jadi, Dad. Berapa banyak lagi saudaraku yang belum aku temui?" Oriel bicara dengan ayahnya. Kini hanya tinggal mereka berdua di dalam ruang keluarga.
Russel tertawa kecil, "Entah, son. Daddy tak begitu ingat."
"Dimana Daddy menemukan Revano?"
"Saat Daddy mengunjungi sebuah tempat."
"Rumah pelacuran?!" Nada sarkas itu membuat Russel mendelik.
"Tidak, Daddy sudah berhenti mengunjungi rumah pelacuran. Chiera akan kabur dari rumah jika dia tahu Daddy masih suka mengunjungi tempat seperti itu." Russel membantah cepat.
"Ah, ada gunanya juga kelahiran Chiera. Setidaknya ada yang membaut Daddy takut."
"Daddy mengunjungi makam seorang wanita yang pernah mengisi hati Daddy sebelum Daddy menikah dengan Mommy. Daddy tak tahu jika hubungan kami menghasilkan Revano. Dari tes DNA, Revano memang anak Daddy, dan ya, dia memiliki wajah tampan khas Cadeyrn. Kau pasti merasa buruk sekarang, Son. Revano memiliki ketampanan di atasmu."
Oriel menatap ayahnya tak berminat, siapa yang peduli dengan ketampanan pria itu. Oriel tidak begitu peduli lagipula dia tak suka laki-laki dan ya, dia juga masih waras untuk menyukai saudaranya sendiri.
"Baguslah. Akhirnya kau menemukan pewarismu. Dia anak tertuamu."
"Kau tetap pewarisku, Son."
"Oh, Dad. Ayolah, jangan keras kepala. Aku tak ingin pusing mengurusi perusahaanmu. Revano, dia pasti bisa mengurusi perusahaanmu."
Russel meraih tangan Oriel, "Daddy tidak bisa mempercayakan apa yang Daddy bangun dengan kerja keras pada orang yang tak bisa Daddy percaya. Hanya kau satu-satunya anak Daddy yang bisa Daddy percaya untuk mengurusi perusahaan. Dan, ya, Daddy juga ingin kau menjaga Chiera dengan baik. Dia sama berharganya dengan seluruh harta Daddy."
"Aih, Daddy seperti sedang membuat surat wasiat saja." Oriel menjauhkan tangannya dari genggaman sang ayah, "Aku bisa menjaga Chiera dengan baik tapi aku tidak bisa menjadi pewarismu. Adam atau Calton, mereka cukup mampu jika Daddy berpikir Revano belum cukup mampu."
"Tidak, Daddy tidak berpikir Revano tidak mampu. Dia pengusaha dan dia bisa menjalankan bisnisnya dengan baik. Dia bahkan memulai usahanya sendiri dari nol hingga ia memiliki beberapa cabang perusahaan."
"Cara berpikir Daddy benar-benar menyulitkan. Aku akan menghancurkan perusahaan Daddy jika Daddy masih berpikir aku cocok menjadi penerusmu."
"Aih, Son. Ancamanmu itu benar-benar menakutkan, tapi apa kau pikir Daddy bisa percaya kau akan menghancurkannya? Oriel si pencinta keberhasilan, kau bahkan tak menerima satu kegagalan dari anak buahmu, apa mungkin dengan sifatmu itu kau bisa enghancurkan perusahaan?"
Oriel mendengus, dia salah bicara sepertinya.
"Sudahlah, kita bicarakan ini nanti. Beverly menungguku."
"Ah, benar. Ada Beverly disini. Well, son, apa kau tidak takut Beverly bertemu dengan Revano? Dia lebih dewa darimu."
ORiel baru ingat, Beverly pernah mengatakan ingin melihat apakah ada pria yang lebih tampan darinya di antara Cadeyrn. Sialan! Oriel segera melangkah keluar dari ruang keluarga.
"Oh, Son, kau bukan seperti Oriel lagi sekarang!" Ayah Oriel menggoda Oriel. ORiel tak peduli, dia hanya terus melangkah menuju ke tempat Beverly berada.
"Bev." Suara Oriel terdengar sedikit cemas.
Beverly mengerutkan dahinya, ada apa dengan wajah serius Oriel.
"Kau kenapa?" Tanya Beverly lembut.
Oriel melihat ke kiri dan kanan, "Tidak ada."
"Ah, aku tahu." Beverly tersenyum jahil, "Tentang Revano yang lebih tampan darimu, kan?"
"Bev, jangan macam-macam!"
Beverly tertawa geli, "Aku menunggumu disini dan kau berpikir aku macam-macam?" Ia berdiri dari sofa, "Aku tidak tertarik pada Revano."
"Jangan bohong."
"Apa kau ingin mendengar aku tertarik padanya?!"
"Aku akan mengurungmu jika kau berani mengatakan dan memikirkannya!"
Beverly tergelak, ia mengecup pipi Oriel, "Cemburuan sekali tapi aku menyukai sikap cemburumu. Aku serius, aku tidak tertarik padanya."
"Bagus, pikirkan satu pria saja. Hanya Oriel Cadeyrn."
"Baiklah, Oriel Cadeyrn. Hanya kau."
"Wanita pintar." Oriel memeluk Beverly senang