webnovel

Berkencan di Kuburan

Redakteur: Wave Literature

Hari berikutnya adalah hari pemakaman jenazah Paman Feng.

Tepat ketika fajar menyingsing, alaramku pun berbunyi. Aku terbangun dan teringat bahwa Ini adalah prosesi terakhir dari ritual pemakaman Paman Feng. Aku bergegas menemui Ayah dan mengajaknya untuk segera kembali ke kota dengan asalan, desa ini terlalu mengerikan untukku.

Ternyata Xia Qianyang juga sudah terbangun.

Aku bertanya kepadanya dengan ragu-ragu, "Apa kamu masih ingat bagaimana kamu bisa kembali ke rumah tadi malam?" 

Ia menaikkan alis tanda keheranan, "Aku ingat semalam kamu yang membawa pulang sepeda dan aku membonceng di belakang. Sepertinya tidak ada hal aneh yang terjadi setelahnya. Mengapa kamu menanyakannya?" 

Aku menghela nafas lega. Ia tidak ingat kalau tadi malam dia kerasukan hantu. Jika ia tahu, tidak mungkin dia bisa setenang ini.

Hari sudah menjelang siang ketika orang-orang berkumpul di depan rumah duka. 

Sebenarnya itu bukanlah rumah duka. Itu adalah bangunan kuil kecil yang diubah menjadi aula berkabung untuk sementara waktu.

Ayah mengajak kami untuk berdiri berdampingan di ujung kerumunan dan mengikuti perintah kepala desa untuk memberikan penghormatan terakhir. 

Setelah acara berkabung sudah selesai dilanjutkan dengan prosesi pemakaman. 

Desa ini masih mempertahankan kebiasaan penguburan. Kami mengikuti kerumunan orang yang berjalan menuju tempat pemakaman. Penduduk setempat di makamkan di ruang terbuka yang terletak di belakang gunung. 

Matahari memancar dengan amat terik ketika proses penguburan selesai. 

Penduduk desa sudah mulai pergi meninggalkan pemakaman. Saat aku berniat untuk mengajak Xia Qianyang pergi, aku melihat tungku besar yang menjulang tinggi ditengah kuburan. Tingginya setara dengan orang dewasa.

Aku bisa melihat asap putih yang mengepul keluar dari dalam tungku seperti sedang dipanaskan. Namun aku tidak melihat ada api di sekitarnya. Bagian luar tungku itu penuh dengan tempelan jimat berwarna kuning. 

Aku merasa ada yang janggal. Aku menyikut lengan Xia Qianyang dan memberi isyarat kepadanya untuk melihat tungku itu. 

Wajahnya terlihat keheranan dan dengan kesal bertanya, "Apa yang ingin kamu tunjukkan?" 

Aku mengarahkan telunjukku ke tengah-tengah pemakaman. "Lihatlah tungku yang ada di sana." 

"Kamu melihat apa? Tidak ada apa-apa di sana!" Xia Qianyang menyipitkan mata dengan terheran-heran. 

Sudah kuduga, hanya aku yang melihatnya! Terlalu aneh jika ada tungku sebesar itu di tengah-tengah pemakaman tanpa ada seorangpun yang menyinggungnya.

Aku pura-pura tertawa, "Tidak ada, aku hanya salah lihat." 

Tiba-tiba keringat dingin keluar dari keningku. Ini adalah hari yang terik, tetapi entah mengapa aku justru merasakan hawa dingin di sekitar tubuhku. 

Malam harinya, aku memadamkan lilin di kamar lebih awal. Aku bersiap tidur dan menarik selimut, tetapi pikiranku masih melayang memikirkan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Semuanya terasa sangat aneh. Aku terus memikirkannya sampai akhirnya terlelap. 

Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan dari luar jendela kamar. Dalam sekejap, aku kembali tersadar dan jantungku seperti melompat keluar dari dadaku. 

"Siapa?" Aku bertanya dengan gugup. 

Aku mendengar suara Xia Qianyang. Aku menghela nafas lega dan juga merasa sedikit kesal. 

Mengapa ia tidak tidur dan malah mengetuk jendelaku malam-malam begini?!

Saat aku membuka jendela, aku melihat senyum menyebalkan Xia Qianyang. Melihat ekspresinya yang seperti itu, aku langsung tahu bahwa ia memiliki ide licik. 

Benar saja, sambil menyeringai ia berkata, "Ayo pergi jalan-jalan." 

Dasar orang gila! Tengah malam begini mengajakku berkeliaran di desa yang gelap gulita ini. 

Aku membentaknya, "Tidak mau!" 

Setelah mengatakannya, aku segera menutup jendela tetapi dengan cekatan Xia Qianyang menghalanginya. 

"Hei, dengarkan dulu. Aku meminta Xiaoling untuk bertemu malam ini, tetapi aku tidak yakin aku mau berjalan sendirian di tengah malam begini." Ia menatapku dengan wajah memelas. 

Xiaoling adalah gadis yang waktu itu duduk bersamanya saat makan malam . 

Setelah mendengar penuturannya, aku berkata dengan nada meremehkan, "Ternyata kamu orang yang penakut." 

"Bukankah ini seperti uji nyali?" ia membela diri.

Aku dengan lantang berkata, "Pergi saja sendiri, jangan mengajakku." 

Xia Qianyang masih tidak mau menyerah, ia terus saja membujukku. "Kita hanya pergi ke ruang terbuka di belakang gunung. Sangat dekat dari sini. Hanya butuh waktu tiga menit untuk bisa sampai ke sana." 

Ruang terbuka di belakang gunung? Bukankah tempat itu kuburan? 

"Berkencan di kuburan? Kau sudah kehilangan akal sehat rupanya!"

Aku sudah tidak ingin menanggapinya lagi, "Kalau ingin, pergi saja sendiri! Jangan melibatkanku!" 

Xia Qianyang benar-benar suka membuat masalah. Aku langsung menutup jendela dan kembali bergelung dalam selimut. 

Aku sudah tidak mendengar ada suara lagi dari luar jendela. Aku pikir Xia Qianyang sudah pergi, tapi tiba-tiba aku mendengar suara musik pembuka sebuah game yang sangat familiar. Aku mendapat firasat buruk. Anak ini benar-benar licik. 

Aku kembali membuka jendela. Tentu saja! Xia Qianyang masih berdiri disana, menatapku dengan senyum nakalnya dan memegang ponselku di tangannya. 

Segera setelah melihat ponsel itu, aku berteriak, "Hei, itu ponselku!" 

Xia Qianyang memainkan ponselku di tangannya, lalu dengan senyumnya berkata kepadaku, "Jika kamu tidak mau pergi, besok peringkat permainanmu yang awalnya emas akan turun menjadi perak, atau bahkan bisa jadi perunggu. Kamu lihat saja nanti."

Dasar bocah sialan! Aku sudah bersusah payah mendapatkan level emas itu! 

Dalam beberapa menit, aku sudah berganti pakaian dan berdiri di depan Xia Qianyang dengan ekspresi datar. 

"Ayo! Segera kita selesaikan urusanmu!" 

Nächstes Kapitel