webnovel

Dua

Setelah mematikan TV beserta habis mematikan telfon dari sang mama, mata Jaeta kembali meredup dan terlelap lagi diatas sofa, tubuhnya benar-benar lelah beberapa hari ini begadang di studio kantor. Namun ponselnya kembali berdenting menandakan pesan masuk, Jaeta mendecak kesal karena ia nyaris tertidur seutuhnya. Namun mata Jaeta terbuka lebar mendapati pesan baru tersebut,

Dari: Manager Erik

Jae, tadi produser bilang kalau dia mau nerima lagu yang kamu ajukan kemarin, tapi ada beberapa bagian yang harus diperbaiki lagi. Kamu coba koreksi lagi sebelum besok kasih ke produser,

Serius?Ya ampun senangnyaa

Nanti deh coba maksimalin lagi,

Terus hari ini istirahat, jangan kelayapan, suara dijaga besok masih proses rekaman. Terus nanti kalau mau keluar hati-hati, pakai jaket topi sama masker, fansmu agak gila belakangan ini. Jangan buat masalah baru.

Iya, cerewet banget sih?

Hari ini aku libur, jangan ngerecok

Yaudah kalau ada masalah urus sendiri! Jangan bawa-bawa aku selaku managermu!

Aman 👍👍

**

Jaeta merapatkan topi dan masker yang ia kenakan saat akan membayar beberapa barang yang ia beli di sebuah swalayan. Bagaimanapun ia sedang tidak ingin cari masalah dengan mengundang kehebohan di pusat perbelanjaan ini. Ia baru saja mewarnai rambut dan perusahaan bilang untuk jangan keluar dan membuat orang tahu dengan penampilan barunya. Namun Jaeta sedang gatal untuk berbelanja dan menghirup udara lepas setelah beberapa minggu belakangan mendekam di dalam studio.

"Terima kasih," ujar Jaeta setelah selesai dengan kasir yang terlihat curiga dan penasaran dengan wajahnya.

Pria berjaket, topi dan masker serba hitam itu duduk di sebuah tempat duduk yang tersedia di sudut swalayan, ia meletakkan beberapa belanjaannya dan sebuah buku catatan di atas meja, sambil meminum sebuah minuman dingin ia memperhatikan pemandangan jalan didepannya yang hanya berbatas dinding kaca, ini masih siang menjelang sore, jalanan terlihat ramai.

Mata Jaeta terpejam pelan sambil tangannya mengetuk-ngetuk meja pelan dan bersenandung kecil, ia suka suasana yang terlihat ramai namun tenang seperti ini karena melihatnya dari balik tembok kaca, otaknya terasa lebih rileks dan bisa memunculkan inspirasi. Fokus utamanya saat ini adalah memaksimalkan lagu pertama yang disetujui produser untuk dirilis, ia sangat senang karena sejak awal semua lagu yang ia ajukan tidak pernah diterima.

"Eumm, eum?? Na? Aa.., A?.., aish, kenapa tidak ada nada yang tepat??" kesal Jaeta setelah mencoba menyanyikan lagu yang ia ciptakan dengan pelan.

Jaeta kembali mencoba memejamkan matanya dan tenang agar bisa mendapatkan sebuah inspirasi, dendangan pelan kembali terdengar dari arahnya, perlahan pikiran Jaeta mulai terbuka dan bisa menikmati nada demi nada yang coba ia susun, namun mendadak konsentrasinya pecah karena seseorang mengambil buku dan tas yang sudah terletak sebelumnya di meja sebelum Jaeta datang dengan terburu-buru.

Jaeta menggeram kesal karena orang itu menjatuhkan beberapa barang di sampingnya yang membuat Jaeta sungguh ingin marah, ia baru saja akan menemukan titik terang nada yang sejak tadi bermasalah, namun semuanya hancur sudah.

"Maaf, aku buru-buru," ujar wanita bertopi itu dengan cepat membereskan barang-barang yang berserakan dan mengembalikan barang Jaeta yang ikut jatuh.

Baru saja Jaeta akan bersuara hendak melepas maskernya, wanita itu sudah lari dan menghilang begitu saja.

"Sial! Aku tidak ingat nadanya lagi!" rutuk Jaeta memukul meja menyalurkan kekesalannya.

"Aku harus tulis perbaikan seingatku," Jaeta mengambil pena di saku jaketnya dan membuka buku catatan di meja dengan cepat.

"Apa-apaan ini!?" Jaeta terbelalak kaget sambil membuka masker yang menutupi sebagian besar wajahnya itu.

Bagaimana ia tidak kaget? Bagaimana bisa buku sakralnya yang berisi kumpulan lagu ciptaannya berganti dengan gambar-gambar sketsa pensil?

"Ini bukan catatanku!" Jaeta membalik buku itu dan melemparnya sembarangan dengan wajah yang sudah sangat panik.

"Pasti wanita itu membawanya," dengan cepat Jaeta berlari keluar, walaupun ia tidak jelas melihat wanita yang mungkin membawa buku miliknya, yang penting bagi Jaeta adalah ia harus mendapatkan buku itu lagi.

"Sial! Dimana dia?" kesal Jaeta menendang batu di depannya karena ia tak lagi mendapati tanda-tanda keberadaan seseorang yang membawa pergi catatan miliknya.

"Halo Erik!" Jaeta langsung memakai nada tinggi setelah sang manager mengangkat panggilan telfonnya.

"Apa?! Tadi bilangnya kamu tidak akan menghubungiku, aku sedang sibuk,"

"Celaka!"

"Apanya yang celaka? Kamu buat masalah apa?"

"Catatan laguku dibawa seseorang, aku tidak bisa menemukannya!"

"Apa!? Jangan bilang ini lagu yang akan diberikan pada produser besok!"

"Itu masalahnya, kamu harus bantu sekarang juga! Temukan pencuri itu, apa mungkin dia haters atau fans gila?? Aku akan gila jika catatan itu tak bertemu!" Jaeta sudah bingung sambil meremas rambutnya yang masih tersembunyi di balik topi hitamnya.

"Sudah berapa kali kukatakan, jangan hanya pakai satu catatan dan jangan kemana-mana! Kenapa kamu keras kepala sekali? Sekarang lihat apa yang terjadi!"

"Jangan mengomel sekarang! Kamu sendiri yang bilang deadline nya besok!"

Geraman kesal terdengar dari arah Erik, "dimana kamu sekarang?"

"Swalayan yang ada didekat taman,"

"Sudah kubilang jangan keluyuran! Kamu memakai masker dan topimu bukan? Jangan menambah masalahku,"

Jaeta tersadar jika ia sedang tidak memakai masker, matanya langsung berputar malas menyadari ia harus menarik napas dalam menyiapkan tenaga untuk berlari secepat yang ia bisa.

"Ini dalam masalah ganda," jawab Jaeta bergulam pelan.

"Apa!?"

"Aku matikan," Jaeta mematikan panggilan tersebut dan dengan cepat berlari sekuat tenaga menghindari gerombolan remaja labil yang akan menyerbu layaknya singa melihat kijang.

"Jaetaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!! Huaaa!!"

Nächstes Kapitel