webnovel

Lev Fans Club

(POV Chiyo)

Halo, perkenalkan namaku Chiyo, siswi dari Kelas 1-C. Aku hanya karakter sampingan, mungkin aku hanya akan muncul di chapter ini saja. Setelah ini, Mas Kripik tidak akan membahasku lagi selamanya, kuharap kalian tidak ada yang rindu padaku.

Jadi, pagi ini aku dan teman-teman sekelas sedang membicarakan seseorang yang kami anggap spesial. Orang itu adalah cowok yang memiliki darah Rusia. Orang itu bernama Lev.

"Lev itu ganteng banget ya. Udah gitu baik lagi, kemarin aku dikasih senyum lo sama dia."

"Bukan cuma kamu, ibu kantin juga dikasih," batinku.

"Iya, Lev juga keren, dia jago banget main musik. Kemaren aku ngintip loh waktu dia latihan."

"Dasar tukang ngintip."

"Aku juga, kemarin bahuku bertabrakan dengan Lev, habis itu dia langsung meminta maaf, loh. Sungguh lelaki yang sejati!"

"Semua orang juga gitu kali."

Ana, Fuyumi, dan Disa sangat antusias saat mereka membicarakan tentang Lev. Mereka bertiga memang sudah ngefans dengan Lev sejak lama, sejak pertamakali mereka berjumpa di ruang upacara.

"Chiyooo, kamu kok diem aja? Ayo cerita tentang Lev juga dong!" Ana cemberut, lantas menarik kupingku.

"Ya, ya, Lev emang ganteng dan baik hati. Tapi, kalau boleh memilih, tipeku itu cowok yang suka berolahraga, kayak Roman dan Kepler contohnya," jawabku.

"Kepler? Bukankah namanya Keler?"

"Bukan Leler, ya?"

"Lah, ku kira namanya Rafael."

Setelah itu, kami terdiam karena pusing mengingat nama orang yang selalu pergi bersama Rock itu. Aku bingung, namanya Kepler atau Kensel, ya? Tapi, gak mungkin Kensel sih.

"Chiyoo, nanti sepulang sekolah kita bertiga mau main ke Kelas 1-F, kita mau ketemu sama Lev. Kamu mau ikut?" ajak Fuyumi.

"Mau ngapain?" tanyaku.

"Ya banyaklah. Kita bisa ngobrol, tukar nomor handphone, bisa juga foto bareng buat kenang-kenangan. Mumpung Lev masih sekolah di sini," jelas Disa

"Iya, kalau Lev tiba-tiba pulang ke Rusia dan gak balik lagi, kita sendiri nanti yang nyesel. Lagipula, foto sama Lev itu gratis," tambah Ana, bersemangat.

"Hmm, nggak deh. Kalian bertiga aja, aku ada urusan lain."

"Yaaah, gak asik." Mereka bertiga tampak kecewa.

"Maaf, aku bukan maniak seperti kalian," batinku

***

Saat jam istirahat, aku jarang makan atau diam di kelas. Biasanya, aku jalan-jalan di sekitaran lapangan olahraga supaya bisa lihat cowok-cowok ganteng lagi olahraga. Lumayan, buat cuci mata setelah lelah menatap rumus fisika.

Langkahku terhenti di lapangan tenis. Aku melihat senior yang kukagumi sedang main tenis melawan seseorang. Seniorku itu bernama Yan-senpai, anak kelas 3-C, tinggi badan 180, suka buah apel, punya jam tangan merek Swiss, punya seorang mantan bernama Erika, punya 5 baju olahraga, punya 12 celana dalam, 3 warna merah, 4 warna hitam, 2 warna hijau, dan sisanya berwarna biru, abu, dan ungu.

Oh iya, awalnya dia punya 13, tapi hilang satu karena dicuri olehku.

Yan-senpai adalah ketua klub tenis sudah pasti dia adalah orang paling jago dalam urusan bermain tenis. Siapapun lawannya, Yan-senpai sudah pasti akan menang.

Saking jagonya, Yan-senpai tidak pernah bermain dengan serius. Raut wajahnya selalu terlihat santai, tidak pernah menunjukkan aura tegang.

Tapi, hari ini Yan-senpai berekspresi serius, dia terlihat sedang kesulitan menghadapi lawannya.

Lumayan deh bisa aku foto wajah seriusnya Yan-senpai.

*Cekrek.

"Yan-senpai kok makin terlihat kesulitan, ya? Duh, siapa sih lawannya?" batinku.

Saat aku menoleh, ternyata orang yang sedang bertanding melawan Yan-senpai adalah Lev. Iya, Lev anak Kelas 1 F. Mereka berdua sedang bertanding dengan serius. Skor sementara masih berimbang, yaitu 4-4. Butuh 2 angka lagi agar salah satu pemain bisa menang.

Kok, Lev keren, ya? Ku kira dia gak bisa olahraga.

Meski Lev bukan anak olahraga, dia bisa mengimbangi kemampuan Yan-senpai yang merupakan seorang ketua. Tanpa kusadar, lapangan tenis mulai penuh oleh penonton yang berdatangan, padahal ini cuma pertandingan latihan.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya pertandingan selesai. Yan-senpai berhasil mengalahkan Lev dengan skor 6-4. Namun, keduanya tergeletak parah di lapangan. Yan-senpai dan Lev tampak sangat kelelahan. Mereka bermain sangat serius layaknya sedang memperebutkan sebuah gelar. Para penonton menghampiri mereka untuk memberi minuman.

Hahaha, Yan-senpai memang keren. Sudah kubilang, dia pasti akan menang. Tapi, Lev juga keren banget hari ini. Aku baru pertama kali melihat sisi Lev yang seperti ini. Sisi Lev yang jago main tenis.

Mulai sekarang, pandanganku pada Lev sudah berubah. Besok, aku akan ikut nimbrung ngegosip tentang Lev bersama ketiga temanku.

*Besoknya

"Teman-teman, gimana acara kalian kemarin bersama Lev? Sudah dapat nomor handphonenya? Sudah dapat fotonya? Aku minta dong! Aku juga ngefans sama Lev sekarang!" ujarku, antusias, mataku bentuknya seperti ini >.<

"Chiyooo..."

"Ya?" balasku.

"Lev itu siapa?" tanya Ana.

"Ehhh? Bukankah dia orang yang kamu kagumi? Masa sudah lupa?"

"Siapa tadi namanya? Lev, ya? Sejak kapan aku kagum sama orang yang tidak aku kenal?"

"Masa gak kenal? Kamu kan ngefans banget sama Lev. Tiap hari kamu ngomongin Lev terus sampai aku bosan. Masa sudah lupa, sih?"

Ana memasang wajah bingung, sementara aku berusaha membuat dia ingat.

"Jangan-jangan Ana bersentuhan kulit dengan Lev? Tapi, Lev kan selalu pake baju yang tertutup," batinku.

"Fuyumi, Disa, kalian masih ingat sama Lev, kan?" tanyaku lagi.

"Kau ini daritadi ngomong gak jelas terus. Siapa sih Lev itu? pacarmu?" jawab Fuyumi

"Iya, daritadi Lav Lev Lav Lev terus. Emang ada ya murid yang bernama Lev di sekolah ini?" Disa menambahkan.

"Kemarin kan kalian main ke Kelas 1-F. Kalian foto bareng dengan Lev, kan?" tanyaku.

Mereka bertiga saling memandang dengan tatapan aneh.

"Kita memang main ke Kelas 1-F. Tapi, kita ke sana untuk bertemu dengan Akemi," jawab Fuyumi.

"Iya, kita bahkan foto bareng sama Akemi. Lihat, ini fotonya." Disa lantas menunjukan gambar saat mereka bertiga berfoto dengan Akemi.

Aku menepuk jidat.

"Lev pasti menyentuh mereka!!" batinku.

Ini sudah keterlaluan. Mereka mungkin bukan teman dekatnya Lev, tapi seharusnya Lev tidak boleh menghapus ingatan mereka tentang dirinya. Ini pasti ada apa-apanya, entah Lev pinjem duit atau ada hal yang lain, aku harus memastikannya sendiri.

Yang jelas, Lev sudah bersalah karena telah 'menyentuh' mereka bertiga.

*Jam Istirahat

Aku bergegas keluar dari kelas dan segera pergi menuju Kelas 1-F. Aku harus segera menyelesaikan masalah ini dan meminta pertanggung jawaban dari Lev. Aku harus tahu alasan kenapa Lev menyentuh mereka.

Saat berjalan di lorong, aku bertemu dengan Lullin. Meski belum terlalu akrab, tapi aku pernah mengobrol dengan Lullin. Jadi, aku gak malu buat nanyain tentang Lev.

"Lullin, Lev ada di kelas?" tanyaku, sedikit terengah-engah.

"L-Lev itu siapa?"

"Ayolah, jangan bercanda. Kekuatan aneh Lev kan gak mempan pada sesama," kataku

"Ehh, emangnya kekuatan aneh Lev apa? Lagipula, si-siapa itu Lev?" Lullin memiringkan kepala tanda tidak tahu apa-apa.

Aku hanya cemberut dan melanjutkan perjalanan ke Kelas 1-F.

Yes, ada Shuu di depan pintu.

"Shuu, Lev ada di kelas?" tanyaku, masih terengah-engah.

"Apa? Love? Kamu menyukaiku?"

"Lev!!!"

"Oh, Lev. Siapa itu Lev?" Shuu memiringkan kepala.

"Ayolah, jangan bohong."

"Aku gak tau ada orang yang bernama Lev di kelas ini. Coba aja cek di kelas."

Setelah mendengar jawaban dari Shuu, aku langsung masuk ke Kelas 1-F. Entah kenapa aku tidak merasa malu, padahal ini kelas orang lain. Mungkin, gara-gara aku terlalu geregetan.

Setelah aku cari, Lev ternyata tidak ada di kelas. Aku juga sudah bertanya pada semua penghuni Kelas 1-F, mereka semua tidak ada yang ingat dengan Lev. Oh iya, cuma Hoshi yang tidak aku tanyai soalnya dia tidak masuk sekolah hari ini.

Aku akhirnya menyerah. Aku tidak peduli lagi masalah Lev, aku sudah lelah. Lagipula, orang yang ku kagumi itu Yan-senpai. Biarlah, satu cogan sudah lepas.

Karena lelah berlarian dan bertanya pada semua orang, aku bergegas pergi ke kantin dan membeli minuman dingin rasa lemon. Setelah itu, aku duduk di kursi kosong yang berada di sebelah tempat minuman tadi, dan segera meneguknya.

Aahhh, rasanya menyegarkan.

Di saat aku akan meneguk untuk yang kedua kalinya, sosok yang aku cari berdiri di sampingku. Dia memesan minuman yang sama.

Lev!!!

Aku pun segera berdiri dan langsung memarahinya.

"Lev! Kamu ke mana aja! Kenapa kamu buat teman-temanku amnesia? Kamu pinjem duit ya sama mereka? Mereka memang bukan temen deketmu, tapi kamu gak boleh hapus ingatan orang secara sembarangan! Kamu juga jangan nyuruh temen-temenmu buat pura-pura melupakan dirimu, itu gak keren tahu!"

Aku marah-marah, entah mengapa aku merasa kesal, padahal Lev mungkin punya alasan tersendiri hingga harus menyentuh mereka. Duh, aku kok jadi malu.

"Lev itu siapa, ya?" balas cowok itu.

Nächstes Kapitel