webnovel

BB.019 WHO

"Bisakah kau sedikit terbuka padaku?" Kata Jean memberanikan diri.

*****

Jean menunggu Dominic menjawab, tapi nyatanya dia hanya diam saja. Jean membuang nafas pasrah, segitu sulitnya kah untuk mengatakan sedikit terbuka padanya. Jean tahu mereka tidaklah dekat, tapi sekarang mereka masih bersama jadi mau tidak mau mereka harus dekat agar Jean bisa sedikit mengerti tentang Dominic. Meski hanya sedikit, namun Jean masih bisa bersyukur daripada tidak sama sekali.

"Kau bilang, kau berada di tempat itu bukan karena kemauan mu. Lalu kenapa kau bisa ditempat itu?" Jean terlonjak kaget, ini kata terpanjang dan tidak menjengkelkan yang Dominic katakan kepadanya. Dominic mengalihkan pembicaraan?

"Apa kau sangat ingin tahu?" Jean sengaja bertanya seperti itu, ingin tahu reaksi seperti apa jika Jean sengaja memancing. Juga sedikit kesal karena Dominic menjawab pertanyaan dengan pertanyaan juga.

"Kau berani padaku?" Dominic mengangkat Jean hingga kini Jean berada di atas pangkuan Dominic.

Wajah Jean memerah karena Dominic menatapnya tajam. Niat hati ingin memancing Dominic, tapi malah ia yang menjadi umpannya.

Tanpa Jean sadari, Dominic menyunggingkan senyumnya, meski hanya beberapa senti. Dominic senang melihat reaksi Jean yang malu-malu saat dia menggodanya.

"Tidak mau mengatakan?" Dominic sengaja menaruh wajahnya di ceruk leher Jean, lalu dengan sengaja meniupnya. Bulu kuduk Jean meremang karena Dominic. Tubuhnya terasa tersengat listrik hanya dengan hembusan nafasnya saja.

"Ternyata kau cepat onfire." Dominic mencium pipi Jean.

Pipi dan kuping Jean memerah karena menahan malu. Entahlah mungkin sikap manis Jean membuatnya menjadi memanas. Dia tidak tahu kenapa semenjak mereka menikah, sikap Dominic jadi semakin manis kepadanya. Apakah Jean bersyukur tentang itu?

"Jadi?" Dominic kembali bertanya.

"Bisakah kau menurunkan ku lebih dulu." Kata Jean meminta untuk turun dari pangkuan Dominic.

"Tidak, aku suka seperti ini." Dominic memeluk erat pinggang ramping Jean.

Jean berdeham mengatur degup jantungnya yang sedang berdetak tidak karuan. Menetralkan sesuatu dalam dirinya saat Dominic dengan gamblang bersikap manis.

"Aku dijual oleh ibuku." Akhirnya Jean mengatakan nya.

"Mom?" Tanyanya.

"Ya, step Mom. Ibuku sudah tiada." Jean mencoba tersenyum dikala kehidupan pahitnya. Menceritakan semua yang telah terjadi.

"Aku turut bersedih untukmu, honey." Dominic mengelus pipi Jean dengan ibu jarinya.

"Thanks, lagi pula ini sudah terjadi. Takdirku dijual oleh mereka ditempat itu. Mereka menjual ku seharga segitu, tapi kau malah membeli jauh lebih fantastis." Jean mencoba untuk kuat. Meski takdirnya berkata lain.

"Wait! Kamu bilang mereka?" Dominic menatap tajam Jean.

Jean mengangguk mengiyakan sebagai jawaban.

"Jadi pelaku lebih dari satu?" Tanya nya lagi. Dan Jean mengangguk lagi sebagai jawabannya.

"Siapa?" Suara Dominic terdengar menekan.

"Dia.." Jean sedikit ragu untuk mengatakannya. Karena pelaku yang kemarin berkomplot untuk menjualnya, selain ibu tirinya, juga ada kekasih gelap ibu tirinya.

"Katakan." Dominic mengatakan itu dengan biasa saja, tapi dikuping Jean terdengar sangat tajam.

Jean menundukan kepalanya, dia takut jika Dominic menjadi dingin. Ditambah dia juga tidak ingin keburukan keluarganya diketahui orang.

Dominic mengangkat dagu Jean agar bisa menatapnya dalam. Dominik melumat bibir Jean sebentar. "Kau jangan takut, katakan saja." Tatapan Dominic melembutkan, hati Jean pun melunak.

"Ibu tiriku memiliki kekasih gelap, dan mereka yang berkomplot untuk menjual ku." Setelah mengucapkan itu, Jean tidak menangis, sungguh. Hatinya sudah terlalu sakit untuk mereka. Pertama tentang perselingkuhan mereka, lalu menjualnya sebagai wanita lelang. Hati sudah sakit dan mengeras untuk mereka. Jean berharap suatu saat ada yang membalas perbuatan mereka.

"Kekasih ibu tiriku juga pernah mencoba untuk memperkosaku." Ucap Jean lagi. Tidak tahu kenapa dia ingin mengatakan itu semua pada Dominic, seolah ingin meminta perlindungan dari nya.

"Apa yang kau inginkan dari mereka." Dominic menarik Jean dan menaruh kepala Jean di bahunya. Tangannya mengusap lembut bahunya. Memberikan seribu kenyaman untuk Jean rasakan.

"Aku ingin mereka meminta maaf padaku dan aku harap mereka menerima apa yang telah mereka perbuat padaku." Jawabnya jujur. Jean menginginkan mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah mereka perbuat padanya. Setelah mengatakan itu Jean terlelap dalam pangkuan Dominic.

***

Jean mengerjapkan matanya, menyesuaikan pandangan retina dari sinar kamarnya. Dahi Jean mengernyit mengingat terakhir saat sebelum dia berada didalam kamarnya. Dan betapa malunya dia saat ingat jika terakhir kali dia berada di pangkuan Dominic dan tertidur.

Jean melihat jam di dinding sudah menunjukan pukul sambilan malam. Ternyata dia sangat lelap dalam tidurnya sampai-sampai tidur hingga berjam-jam. Jean pun berdiri, perutnya berbunyi meminta jatah.

Dia pun beranjak dari queen size nya dan pegi menuju dapur, mencari apa pun untuk mengganjal perutnya yang meronta-ronta. Ternyata di meja makan sudah tersedia begitu banyak jenis makanan. Mulai dari makanan pembuka, makanan utama, hingga makanan penutup. Saliva Jean mengalir begitu deras melihat begitu banyak makanan berjajar seolah meminta bergantian untuk dimakan.

Jean duduk di salah satu bangku, ingin mengambil makan. Tapi seketika dia menghentikan pergerakan tangannya. Jean mengingat ayahnya yang sudah beberapa hari tidak dia jumpai. Rasa rindu mendera di dirinya. Ingin rasanya jika mereka menikmati makan bersama di satu meja. Jean melihat sekeliling, sunyi, sepi, tidak ada satu orang pun yang menemaninya. Rumah besar, makanan enak tidak bisa menggantikan kebersamaan keluarga. Meskipun Jean sejak kecil tidak bersama dengan ibu kandungnya, tapi ayahnya mampu berperan ganda sebagai ayah sekaligus ibunya.

Dominic yang sekarang hadir di kehidupan Jean pun tidak bisa mengganti apapun tentang keluarganya. Dominic memberikan kemewahan, tapi Dominic belum bisa memberikan kehangatan dalam dirinya.

Jean pun makan dengan tidak lahap, karena tiba-tiba nafsu makannya telah hilang entah kenapa. Tapi karena dia tidak mau membuat khawatir ayahnya, Jean pun makan dengan dipaksakan.

****

Dua hari berlalu, seperti biasa, Dominic pergi entah kemana tanpa kabar. Jean sudah tidak heran ataupun terkejut dengan menghilangnya Dominic. Jean sudah mencoba agar Dominic terbuka padanya, tapi Dominic engga untuk mengatakan, jadi Jean tidak dapat berbuat banyak.

Seperti yang Dominic katakan, Jean sekarang hidup bagaikan bonekanya yang bisa kapanpun dia mainkan. Setidaknya Dominic tidak memperlakukan yang lebih buruk.

"Mrs, Archer. Bisa ikut dengan saya." Salah satu bodyguard Dominic menghampiri Jean dan menyuruh untuk mengikutinya.

Jean hanya menaikan alis tidak mengerti. "Mau kemana? " Tanya Jean.

"Tuan meminta saya untuk mengajak anda kesuatu tempat." Ucapnya memberitahu jika semua perintah Dominic.

"Ck!! Orang itu selalu seenaknya memerintah." Decak kesal Jean membuat bodyguard itu yang dari tadi memasang wajah datar menjadi menahan senyumnya. Mungkin dia menganggap jika Jean prang pertama yang memaki Dominic.

"Ada apa?" Tanya Jean bingung kepada bodyguard itu.

"Maaf." Bodyguard itu mengontrol kembali mimik wajahnya. Takut jika Jean akan mengadukan semua pada Dominic, jika iya, maka tamatlah riwayatnya.

Jean pun memilih diam dan mengikuti si bodyguard ke salah satu mobil Lamborghini kuning milik Dominic.

***

Jean sudah sampai kesuatu tempat seperti pertokoan yang sudah tidak terpakai oleh pemiliknya. Mobil yang dinaiki Jean dan bodyguard Dominic berhenti di depan toko yang sudah sangat usang dan berantakan. Jean menatap bodyguard dengan heran. Untuk apa Dominic mengajaknya ketempat seperti ini.

Rasa takut menghampiri Jean. Dia menatap curiga bodyguard nya. Bukan apa-apa Jean hanya merasa jika semua terasa ada yang mengganjal. Ia pun mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Marica semprot untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.

"Silahkan, tuan sudah menunggu anda." Ucap bodyguard itu membukakan pintu untuk Jean. Jean pun turun dengan perasaan was-was.

Jean melihat sekeliling dalam toko yang terbengkalai itu. Rasa takut karena begitu gelap, hanya penerangan dari matahari yang keluar dari sela-sela genting. Tiba-tiba ada tangan seseorang yang menarik pinggangnya. Jean sudah siap untuk menyemprot semprotan merica kepada orang yang telah menarik pinggannya, tapi orang itu dengan cepat menangkis dan membuang semprotan itu.

"Kau tidak bisa melawanku dengan itu." Ucap orang itu.

_________________________

Ga terlalu lama kan ya:D

minta review baiknya boleh? biar aku semangat gitu hehehe..

terimakasih sudah menunggu cerita ini <3:*

Nächstes Kapitel