Happy Reading 😘
Selang empat jam berlalu sejak pelelangan berlangsung. Saat ini Jean berada di perjalan yang entah kemana dia juga tidak mengetahuinya.
Hanya hening dalam perjalanan, Jean pun tidak ingin bertanya. Sulit untuknya mengeluarkan kata meski satu patah katapun.
Jean terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia memikirkan bagaimana nasibnya. Terpikir olehnya untuk membuka pintu mobil mewah ini untuk menjatuhkan diri sendiri. Tapi tentu saja ia urungkan. Jean tahu, dengan menjatuhkan diri dari mobil tidak akan membuatnya mati. Dan Jean memikirkan bagaimana nasib ayahnya jika ia mati. Bersyukur jika ayahnya hanya bersedih untuknya karena Jean pikir pria itu tidak akan melepaskan uangnya begitu saja.
Dua ratus milyar tidaklah sedikit. Jean yakin pria itu akan melakukan apapun agar uangnya kembali. Jean tidak mau ayahnya menanggung itu semua. Menanggung semua perbuatan yang di lakukan ibu tirinya, lagi.
Sedih, marah, kecewa, takut bercampur jadi satu yang kini Jean rasakan. Sedih karna ia akan jauh dari ayahnya. Marah kepada ibu tirinya yang telah menjualnya di tempat pelacuran. Kecewa pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan perlawanan. Dan takut apa yang akan terjadi setelah ini.
Jean memang sudah berpasrah dengan apa yang terjadi nanti. Tapi membayangkan jika pria itu berbuat lebih dari yang ibu tirinya lakukan padanya membuat nyalinya menjadi menciut. Jean menerka-nerka apa yang terjadi padanya nanti.
'Apa aku akan di jadikan pelacur, wanita simpanan atau yang terburuk, akan dijadikan budak seks oleh pria yang bernama Dominic?'
Itu yang ada dipikiran Jean tentang nasibnya nanti.
Jean melihat pepohonan rindang di sepanjang perjalanan nya. Tangan Jean menggenggam gaunnya dengan kuat. Ini teramat jauh dari tempat tinggalnya.
Jean hanya di temani oleh pengawal pribadi Dominic. Sedangkan Dominic nya sendiri tidak tahu keberadaannya. Jean dan Dominic belum berbicara sama sekali sejak pelelangan itu.
Jean melamun sampai tidak sadar bahwa mereka sudah sampai tujuan.
Pintu tiba-tiba terbuka membuat Jean terperanjat kaget.
"Kita sudah sampai." Pengawal Dominic yang belum diketahui namanya itu membuka pintu.
Saking takutnya Jean hanya berdiam diri dan tidak berani untuk melangkahkan kakinya keluar dari mobil.
"Mau keluar sendiri atau saya yang akan mengeluarkan anda? "
Ucap pria itu tanpa ekpresi membuat Jean bertambah takut.
Jean pun dengan cepat membuka seatbelt nya dan keluar dari mobil sebelum pengawal Dominic berbuat lebih.
"Ikuti saya. "
Pengawal Dominic memerintah Jean untuk mengikutinya dan berjalan begitu saja tanpa menoleh.
Jean memandang sekeliling. Seperti hutan bambu buatan di sepanjang jalan, dan juga ada lapangan golf. Rindang dan sejuk suasana.
'Kemana ia akan membawaku.'
Batin Jean bertanya-tanya.
Barulah di ujung jalan terlihat sebuah rumah mewah nan megah. Rumah dengan gaya Eropa klasik. Simple namun elegant.
Jean menganga di buatnya. Ia pun menggelengkan kepalanya, menyadarkan diri dari rasa takjub nya.
Pintu terbuka dengan otomatis saat Jean hendak mengetuk pintu terlebih dahulu.
Dan Jean lagi-lagi di buat menganga dengan seisi rumah itu.
Rumah begitu luas dengan lukisan menghiasi dinding-dinding dan jangan lupa guci yang di yakini Jean dibandrol dengan harga fantastis.
Jean pun tersadar kembali dan kembali berfikir yang tidak-tidak tentang si pemilik rumah.
'Apa pekerjaan si pemilik rumah? Begitu banyak barang mewah? Apa pemilik rumah penjual organ tubuh ilegal? Atau seorang mafia?'
Jean menggelengkan kepalanya mencoba mengenyahkan pikiran buruk kepada si pemilik rumah.
"O.. God. Look. Siapa yang ada di depan pintu ini. Iyyuh, lihat betapa buruknya wajah itu. " Datang seorang pria dengan gaya gemulai memutari tubuh Jean dengan tatapan tajam menilai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Jean hanya mengerjapkan matanya melihat pria gemulai itu menilai penampilannya.
'Siapa pria bertangan lentik ini? '
Tanya dalam hatinya.
Tangan lentik yang Jean maksudkan adalah tangan pria gemulai yang bernama Eliot, karena tangannya selalu merapihkan rambut pendeknya dengan jemari yang di buat segemulai mungkin.
"Berhenti menatapnya seperti itu, Eliot. Dia tamu kita."
Datang wanita cantik. Wajah sempurna tubuh sempurna dengan lekukan yang sempurna juga menurut Jean.
"What!! Wanita cupu ini yang di maksud tuan Dominic? Dan sudah kukatakan just call me Eli, sialan." Gerutu Eliot yang tidak mau di panggil dengan nama aslinya.
"Namamu Eliot, kenapa juga aku harus memanggilmu Eli." Jawab wanita itu pada Eliot dan menjauhkan Eliot dari hadapan Jean dengan menarik kerah belakang baju Eliot.
"Baiklah nona, saya di perintahkan oleh tuan Dominic untuk memperlakukanmu dengan baik. Mari saya antar anda ke kamar yang sudah kami persiapkan. Ikut dengan saya." Ucapnya menyuruh Jean mengikuti nya ke kamar yang ia bilang tadi.
Jean hanya mengikuti tanpa berkata apapun. Otaknya terlalu lelah untuk mencerna situasi saat ini dan meninggalkan Eliot yang masih mengoceh tidak jelas.
"Siapa nama anda?" Tanya wanita itu pada Jean di sepanjang jalan menuju kamar untuk Jean.
"Jean, saya Jean. Apa saya boleh bertanya?" Kata Jean hati-hati.
"Sure, anda pasti banyak pertanyaan untuk di ajukan. Dan panggil saya, Delia." Wanita yang bernama Delia memperkenalkan diri.
"Siapa Dominic? Apa perkerjaan dia? Apa dia seorang mafia? Kemana dia sekarang? Dan apa motifnya membawaku kesini?" Tanya Jean beruntun.
Delia menghentikan langkahnya.
"Wow!!! Satu-satu nona. Kau tidak tahu siapa tuan Dominic? " Tanya nya balik.
Jean menggelekan kepala tanda ia tidak tahu.
"Ya ampun, nona. Dia itu pengusaha muda sukses. Nama dan wajahnya selalu ada di majalah-majalah terkenal. Dan dia bukan seorang mafia. Saya kira anda mau ikut dengannya karna anda tahu siapa dia." Kali ini mata Delia terlihat serius.
Jean hanya diam melihat perubahan sikap Delia secara tiba-tiba.
Delia yang melihat Jean menatapnya aneh kembali bersikap biasa.
"Tadi saya sudah menjawab pertanyaan siapa tuan Dominic dan apa pekerjaannya. Dan dia bukanlah seorang mafia. Dan untuk dimana tuan Dominic dan apa motifnya membawa anda kesini, nanti anda sendiri akan mengetahuinya. Apa jawaban saya memuaskan? " Tanya Delia.
Jean tidak menjawab. Sejujurnya jawaban dari Delia tidaklah puas untuknya. Tapi ia urungkan untuk bertanya lebih jauh dan memilih untuk menganggukan kepalanya.
"Baiklah kita sudah sampai. Di dalam sudah ada pakaian yang siap anda pakai. Panggil saya jika membutuhkan sesuatu."
Delia hendak pergi, namun Jean memanggilnya.
"Tunggu." Jean menghentikan langkah Delia.
"Siapa pria di bawah dan anda siapa nya tuan Dominic. "
Delia berbalik dan tersenyum tipis.
"Eliot? Dia stylish pribadi tuan Dominic dan saya sekertaris yang di percaya oleh tuan Dominic. "
Jean diam.
"Apa masih ada pertanyaan untukku?" Tanya Delia memastikan.
"Tidak, terimakasih." Jean mencoba tersenyum meski memaksakan.
"Baiklah saya pergi dulu. Jangan sungkan untuk memanggilku." Setelah mengucapkan itu Delia meninggalkan Jean dengan seribu pertanyaan di dalam otaknya.
*
Jean memandang sekeliling kamar. Begitu luas dan megah. Terdapat satu kasur queen size, meja rias, lemari baju dan sebuah lukisan yang tertempel diatas kepala kasur itu.
Satu kata untuk kamar itu 'nyaman'
Tapi seekor domba sebelum di jadikan santapan akan di perlakukan dengan baik dulu, bukan? Pikir Jean.
Jean pun untuk membersihkan diri dahulu. Ia pun membuka lemari baju yang tersedia di kamar. Jean melebarkan mulutnya. Betapa indahnya gaun-gaun yang tergantung di dalam lemari itu.
Jean dengan rasa penasaran mengambil satu gaun panjang berwarna blue sky. Gaun dengan payet di bagian dada tertata dengan rapi. Jean pun kembali menaruh gaun itu dan memilih satu baju yang lebih nyaman untuk dirinya. Dan pilihan jatuh kepada gaun tidur berwarna hitam dengan bahan satin yang halus serta cardigan nya dengan warna dan bahan yang senada dengan gaunnya.
Sangat tipis namun menurut Jean itu satu-satunya baju yang pantas untuk tidur.
*
Selesai membersihkan diri Jean memilih melihat sekitar pekarangan rumah lewat jendela besar yang terdapat di kamar itu.
"Kemana perginya pria itu? " Tanya Jean sambil melihat cerahnya malam dihiasi bintang-bintang.
"Chan!! Apa kau mencariku? " Jean mengingat Chanyeol.
Baru beberapa saat dia merasakan akan bahagia dengan Chanyeol. Namun beberapa saat kemudian pula harapannya sirna berkat ibu tirinya.
Satu cairan bening menetes dari matanya mengingat perlakuan buruk ibu tirinya dan ini adalah puncak perlakuan buruknya dengan menjual diri Jean kepada ma'am untuk di jadikan wanita lelang.
Jean pun menghapus kasar air matanya. Menyesalinya pun tidak akan ada gunanya karna sudah terjadi begitu saja.
Jean memilih untuk merehatkan sejenak tubuhnya. Biarlah nanti esok akan terjadi sesuatu. Jean sudah siap untuk kemungkinan terburuknya.
*
"Je."
Chanyeol tiba-tiba datang dengan senyum mengembang menghiasi bibirnya.
"Chan? " Jean bingung karena Chanyeol datang.
"Apa kau baik-baik saja? " Tanya Chanyeol membelai wajah Jean.
Jean menggelengkan kepalanya bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.
"Kau harus bahagia Je. " Chanyeol menghentikan jarinya yang menyusuri wajah Jean. Perlahan Chanyeol menjauh dan menjauh sampai tidak terlihat.
"Chan!!" Jean membuka matanya. Ternyata hanya mimpi. Saat matanya menoleh, Jean pun mendapati Dominic sedang menatapnya dan mata mereka saling bertemu.
"Apa kau mimpi buruk?" Tanya Dominic.
Jean menganggukan kepala. Bukan karna ia menanggapi Dominic. Hanya saja Jean sedang merasakan takut karna Dominic mencondongkan wajahnya lebih dekat.
"Just bad dream. Tidurlah kembali, Mine. " Dominic menekankan kata mine tanda kepemilikannya kepada Jean. Tangannya menyusuri leher jenjang Jean.
"Jadilah anak baik, dan aku akan memperlakukanmu dengan baik juga. Tapi, jika kau membantah-" Dominic lebih mendekat dan mencium leher Jean sensual.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu dan dengan juga Chan mu."
Kata Dominic dengan datar namun penuh dengan penekanan.
"Tidurlah kembali." Perintahnya.
Jean menutup matanya mengikuti perintah Dominic. Dan beberapa saat pun Jean terlelap dalam tidurnya.
"Good Girl. "
_______________________
mohon maaf jika ada beberapa kesalahan dalam pengucapan 🙏