webnovel

Kota Kosong

Ketika Gluka telah dilepas ke Pasukan Barat tanpa insiden, Wander berbalik dan memberi hormat kepada pasukan Fru Gar yang siap berangkat.

"Ya! Semoga beruntung!"

"Divara melindungimu!"

"Sampai jumpa lagi, Wander! Sampai jumpa!"

"Ya. Sampai jumpa lagi, Durk."

Seribu orang prajurit Fru Gar meninggalkan pos itu. Mereka segera berangkat menuju Gerbang Timur lalu meninggalkan kota. Kini tidak ada orang yang tertinggal di seluruh kota kecuali ia. Wander melihat tumpukan makanan, air minum, obat-obatan, bahkan aneka senjata dan baju besi yang ditinggalkan untuknya. Hatinya dipenuhi rasa syukur dan terima kasih. Ia mulai makan, minum, dan istirahat dengan santai.

*

Sulran sebentar duduk, sebentar berdiri, sebentar mondar-mandir selama dua jam gencatan senjata itu.

Ia menengok ke jamnya. Serbuan kini telah berlangsung selama enam jam lebih. Ia berpikir hendak memecah pasukannya, tapi ia menimbang bahwa masih terlalu awal. Toto mengatakan bahwa masih ada waktu 36 jam sebelum para pengungsi bisa mencapai jembatan ke Krog Naum. Tapi ia bertekad jika musuh mencuranginya, ia akan langsung merebut kota itu dan menumpas mereka semua!

Tidak seperti yang ia sangka, membuatnya begitu senang, Gluka dikembalikan tepat waktu. Setelah menginterogasi muridnya dan mendengarkan segala ceritanya, ia menyuruh muridnya itu beristirahat.

Sulran begitu marah dan terhina mendengar tuntutan Wander, apalagi hinaan terakhirnya itu yang menyebutnya tidak jantan dan pengecut.

"Memangnya ia pikir ia siapa? Ia hanya seperti sebatang rumput bagiku! Akan kutunjukkan padanya kedahsyatan pasukanku! Aku akan menghancurkannya dari depan!"

Toto, Kaju, maupun Damar menentang keputusannya segera!

"Pemuda ini jelas memiliki kekuatan aneh dan ajaib! Mungkin utusan dari setan atau kegelapan! Kita sebaiknya mengepungnya, Guru!" Damar memprotes.

"Aku setuju, Guru. Jangan ambil resiko atau memberinya kesempatan! Lebih baik bunuh ia cepat dan hapuskan masalah sebelum berkembang! Kotak itu, kita pungut dari mayatnya saja, jika perlu!"

"Tidak! Apa yang akan dunia pikir mengenai aku jika aku tidak bisa mengalahkan dan menangkap bocah ingusan ini?! Cukup sudah! Aku sudah memutuskan!" Sulran begitu murka hingga ia tidak bersedia mendengar pendapat murid-muridnya.

Murid-muridnya hanya bisa bertatapan tanpa daya.

"Toto! Kirimkan Pengejar Mimpi kita! 2,000 florin emas bagi siapa yang bisa merenggut kepala bangsat itu!"

"Damar! Cari informasi soal jahanam ini! Siapkan juga mesin penggempurmu, masukkan dari dua gerbang lain tapi arahkan ke Gerbang Barat!"

"Kaju! Kemari!" Sulran kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Kaju. Satu per satu muridnya berangkat melaksanakan tugas, dengan Kaju yang terakhir. Sulran tampak begitu yakin setelah menyusun rencananya, "Anak muda ini akan menyesal pernah dilahirkan!"

Ketika murid-murid Sulran keluar dari tenda, Damar baru bertanya pada Toto dan Kaju, "Bagaimana pendapat kalian soal… Wander ini?"

"Kalau aku belum melihatnya sendiri, aku tidak akan percaya. Satu orang bisa menghentikan satu pasukan besar sendirian," Kaju berkata dengan kening berkerut.

Toto menjawab dengan amarah dingin, "Itulah sebabnya ia begitu berbahaya! Anomali, peubah yang tak bisa diprediksi. Kita harus menyingkirkannya dengan segala cara! Dan kuminta kalian juga menyingkirkan dulu segala macam etika, kehormatan atau apa pun, kecuali kalau mau berakhir seperti Gluka! Menantang duel tangan kosong, dasar otak kosong!"

Kaju sebenarnya tidak setuju dengan kata-kata keras Toto, karena ia juga mengikuti jalan kesatria. Tapi ia memilih diam saja, menahan kekesalannya. Damar yang tahu sifat keduanya mencoba menengahi, "Tidak ada gunanya meratapi jerami yang sudah jadi abu… Ayo kita lakukan saja sesuai perintah. Oke?"

Kaju dan Toto saling bertatapan tajam sebentar, sebelum keduanya mengangguk.

*

Situasi di Gerbang Barat kembali berulang seperti pertarungan tiga jam pertama. Prajurit, kuda, anak-anak panah, serta senjata berserakan di mana-mana. Usaha serangan bergelombang untuk membuatnya lelah begitu serius sekarang, termasuk juga pengetahuan para tentara bahwa Wander tidak membunuh. Mereka semakin berani dan beringas, dan Wander terus bertarung dahsyat sambil menyimpan tenaganya.

Tengah hari akhirnya tiba dan udara begitu panas bagaikan neraka. Wander merasa tubuhnya bagaikan terbakar, dan kering. Ia tidak tahu berapa banyak air yang terus ia minum kalau sempat. Ia juga tidak tahu lagi berapa lama ia sudah bertempur. Yang ia tahu adalah ia masih berdiri, dan Gerbang yang ia pertahankan belum jatuh!

Ia baru saja membuang tombak patahnya yang ke-20, ketika ia mendengar beberapa suara desingan! Ia segera melompat mundur, tapi beberapa desingan aneh itu juga sudah menghadangnya dari belakang pula!

Wander memutarkan tombak barunya dan berhasil menangkis desingan yang rupanya senjata rahasia berbentuk bola. Sayangnya, salah satu bola itu berhasil mengenai punggung tangannya!

Sontak tangannya serasa lumpuh dan mati rasa. Tombak yang dipegangnya terlepas dari genggamannya.

Wander mengertakkan giginya dan melompat mundur menghindar saat suara desing itu mengincarnya, kali ini dari segala arah!

Menyadari bahaya besar sedang mengincarnya, Wander menghindar sekuat tenaga. Tapi bahkan dengan kecepatan dan refleksnya, ia masih harus menangkis dengan tangannya yang lumpuh! Bola merah kedua yang mengenainya bersarang tepat di bahunya, melumpuhkan seluruh tangan kanannya!

Kecepatan senjata rahasia itu luar biasa dan begitu tak terduga! Sangat berbeda pula dari anak panah, dan hawa tenaga Wander tidak kuasa meluruhkan mereka!

Wander menyadari para penembak gelap itu bersembunyi di atap-atap termasuk di ruangan dalam tembok Gerbang Barat!

Wander bergulingan di tanah, terus diincar bola-bola mematikan itu. Ia terdesak sampai ke sudut, sebelum ia menghantam dinding rumah di sebelah kanannya dengan tinjunya, menembus masuk ke dalam. Sejenak kemudian ia menghilang dari bidikan.

Pertama kalinya sejak Pasukan Badai bisa melangkah sejauh itu.

Para prajurit melihat keuntungan ini menyeruak masuk ke dalam gerbang sampai dua puluh meter.

Para prajurit terus masuk berbondong-bondong bagaikan ombak pasang, ketika bebatuan, asap, debu, dan reruntuhan mendadak menerpa mereka dari sebuah dinding rumah yang mendadak jebol.

Para prajurit Barat terhantam rongsokan, batu, kepingan, dan segera dibanjiri awan debu. Dalam suasana tidak bisa melihat itu, mereka malah panik, saling bertarung sendiri dengan kacaunya.

Para penembak gelap di atap juga tidak bisa menembak, tidak yakin di mana musuh mereka berada!

Mendadak, seorang penembak gelap melihat sosok menggunakan jubah kelabu, dan ia menembakkan senjata rahasianya! Bola beracun itu tepat menghantam punggungnya! Penembak jitu lain juga mulai bisa melihat dan menembak juga! Tiga bola menghantam punggungnya! Sosok itu rubuh!

"Sip! Kena jitu!" Pimpinan penembak jitu berseru riang!

*

Kosong yang tampak berisi

Isi yang tampak kosong

Membuat lawan enggan menyerbu

Tipu dan siasat adalah pinang dibelah dua

Jika tak bisa menahan banjir bandang

Manfaatkan sifat air yang mengalir ke tiap lekuk dan sela

Dengan kekuatan yang kian mereda

Keruhkan airnya, kail ikannya

Gerilya, tidak lagi langsung menghadapi,

Keras dilawan halus

Dobrakan dipencarkan

Lawan terulur

Emosi terpancing

Perhatian tersita

Cemerlang!

Nächstes Kapitel