webnovel

Duel Sebelum Kepergian

Rijeen Bunga Emas

Indah dan menawan

Cepat dan keji jurusnya

Anggun, tak terduga,

Bagai kelopak puspa terbawa angin

Memancarkan semerbak kematian

Seluruh kejadian ini bermula saat aku berusia 18 tahun.

Suatu malam pada pertengahan musim dingin, seorang tamu datang ke Rumah Master selewat tengah malam.

Saat itu, aku sehabis berlatih dengan Shishou di kebun. Mendengar suara gedoran tak sabar, aku membukakan gerbang. Tamu itu terlihat begitu lusuh dan lelah, meski suaranya lirih namun aku merasakan tekadnya yang kuat. Ia memintaku untuk mengantarnya langsung ke Master. Aku membawanya ke kamar Master dan untungnya, Master masih bangun.

Setelah bertukar salam, tamu itu memberikannya sepucuk surat bersegel. Masterku segera membuka dan membacanya. Setelah beberapa saat ia baru berkata, "Kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik. Jangan kuatir. Aku setuju dengan undangan ini. Sampai besok pagi, silakan beristirahat di kamar tamu."

Tamu yang rupanya utusan itu terlihat begitu lega dan gembira. Aku mengatur kamar untuknya beristirahat dan membawa kudanya ke dalam kandang rumah dan menggosok badannya. Untunglah Shishou bilang latihan sudah selesai. Ketika aku baru saja hendak beristirahat, Shishou datang dan mengatakan bahwa Master memanggilku. Jadi aku segera naik ke atas lagi.

"Aku akan meninggalkan wisma untuk beberapa waktu. Aku harap kau merawat taman dan para pegawaiku dengan baik sampai aku kembali."

Kata-katanya begitu mengejutkanku. Masterku tidak pernah meninggalkan Kota ini selama 11 tahun terakhir, sepanjang pengetahuanku, dan sebenarnya malah sudah 14 tahun, menurut para pelayan!

Urusan macam apa yang mempunyai kuasa begitu besar sampai bisa membuat Masterku meninggalkan taman dan masa pensiunnya yang begitu ia cintai?

"T-tapi… Kapan Master akan kembali?" Aku bertanya.

Master hanya tersenyum dan memberiku dua buah amplop. Satu berwarna merah dan satu biru.

"Kalau seandainya aku belum kembali dalam 1 bulan, bukalah yang biru. Baca dan turuti pesanku."

Ia melihat padaku, seakan sedang menilaiku. Aku mengangguk, "Aku akan patuh sesuai permintaanmu, Master."

"Bagus. Dan untuk yang merah... kalau seandainya terjadi keadaan darurat, kejadian yang menurutmu baik untuk menjamin keselamatan rumah ini dan seluruh penghuninya, maka kamu harus membuka surat itu."

Aku tidak akan pernah melupakan ekspresi Master saat ia mengatakan hal itu. Entah kenapa kata-katanya membuatku begitu khawatir. "Kita sekarang sedang damai, Master… Aku pikir…"

Master hanya tersenyum, "Aku tahu, Wuan. Tapi orang bijak selalu mempersiapkan dan bersiap menghadapi segala sesuatu."

Sejenak kemudian kegelapan di wajahnya mendadak pupus. Ia kembali menjadi dirinya yang ceria. Aku cepat-cepat berjanji akan menuruti semua pesannya dan ia berangsur-angsur nampak lega. Segera, aku pun ikut merasa lega.

"Ke mana Master akan pergi?" adalah apa yang ingin kutanyakan, tapi Master melihatku dengan pandangan serba tahunya yang khas, dan tersenyum misterius, "Kalau kau betul-betul ingin tahu, mari kita bertarung."

"Apa?" Aku tanpa sadar memekik.

Master memukul pahanya sendiri dengan gembira, "Jika kau bisa mengalahkanku, aku akan memberitahumu ke mana aku pergi. Ya! Kita akan bertarung sekarang. Aku sudah lama penasaran sudah sekuat apa kamu selama bertahun-tahun. Aku mengharapkan pertarungan yang hebat, Wuan."

Aku sama sekali tidak bisa menolak melihat kesungguhan dan antusiasme Master.

Master dan aku segera menuju Ruang Latihan, di mana Shishou sudah menyiapkan lampu penerangan di empat sudut. Semua tindakannya seperti sebuah kebetulan, tapi kalau aku merenungkan lagi, hidupku tampaknya seperti segunung kebetulan demi kebetulan. Agaknya aku tampaknya telah kebal oleh hal-hal macam ini, terutama jika Shishou yang terlibat...

Jadi… Latih tanding itu dimulai. Pertarunganku yang pertama dengan Master…

Hujan mulai turun deras di luar.

"Jangan menahan tenaga," Kurt berkata sambil mengertakkan jari-jarinya.

Jie Bi Shinjin menambahkan, "Kamu harus serius. Kalau tidak, kamu akan konyol."

Ketika Shishounya mengatakannya, Wander merasakan aura Masternya berubah. Pembawaannya yang biasanya terasa begitu ringan, segar, dan ceria itu seketika menyala bagaikan api raksasa! Hawa tenaga raksasa mendadak telah menyebar ke seluruh ruangan! Begitu tebal dan kuat tekanan hawa yang tak terlihat itu hingga nyala lampu minyak meremang sampai begitu redup. Tapi hawa tenaga tersebut masih hanya kulit luarnya, karena Wander merasa bahwa di tengah kekuatan yang mengamuk itu, nafsu membunuh yang begitu tebal terasa bagaikan menindihnya. Hawa kegelapan yang mendirikan bulu roma itu meraung, merindukan pertarungan sengit dan pertumpahan darah!

Wajah Kurt bagaikan api dan besi cair, tidak pernah ia terlihat demikian menakutkannya, "Ada apa, Wuan? Takut?"

Wander menggelengkan kepalanya, "Tidak, Master. Aku hanya… kagum."

Ketika kata terakhirnya terucap, ia menghimpun kekuatan yang tertidur dalam tubuh dan jiwanya. Kekuatan sakti, atau Khici, terbangun dengan begitu gembira, meraung kepadanya meminta digunakan sepenuhnya!

Wander berbisik pada batin dan Khici-nya, menara kembar pengendali dayanya.

Rapalan ciptaannya sendiri yang sebenarnya tidak menghasilkan apa pun, tapi ia selalu merasa lebih tenang kala ia membisikkannya dalam hati, "Datanglah, Sahabat Sejatiku yang tak terpisahkan. Bantulah aku dalam kegembiraan laga. Divaya Ruwaligra: Kabut Kelabu."

Gelombang tenaga menyemburat dari tubuh Wander! Kedua Master itu bisa merasakannya begitu dahsyat, ketimbang hanya menyaksikan penerangan redup di ruangan itu mendadak telah menyala begitu terang, dua kali lebih terang dari bahkan biasanya!

Mereka melihat dengan Chi yang disalurkan ke mata mereka hawa tenaga berwarna kelabu, samar laksana kabut tebal nan misterius menyelimuti Wander.

Kurt bisa merasakan energi misterius yang berat menggantung laksana tumpukan kapas basah keluar dari tubuh Wander.

Ia merasa begitu penasaran dan takjub.

Inikah Rijeen Wander?

Jie Bi Shinjin berkata dengan kalem, "Dalam hitungan tiga!"

Kedua petarung saling berhadapan memberi hormat, kemudian bertatapan.

"Satu...!"

Wander segera merunduk, ketika telapak tangan Kurt sudah merobek udara persis di atas kepalanya.

Telapak keduanya segera menyusul berusaha menghancurkan kepalanya! Pemuda itu membalas tak kalah cepat! Dua tapak beradu, demikian juga dengan dua massa energi bertumbukan!

Wander merasa bagaikan disetrum sembari ditekan menjadi gepeng pada saat yang bersamaan, sementara Kurt merasa ia baru terhantam longsoran atau banjir bandang!

Wander mendadak memiringkan telapak tangannya searah jarum jam, dan Demi Divara dan semua malaikatnya, Kurt tidak tahu bagaimana ia bisa terlempar ke belakang begitu cepatnya laksana peluru ke dinding sebelah kanan!

Wander mengambil jeda nan sempit itu untuk mengambil napas, sementara Kurt memantul di dinding, lalu ke langit-langit, lantai, ke segala sisi ruangan! Semakin lama semakin cepat! Hawa tenaganya bertambah tebal dan menakutkan, dan ia mengumpulkan segenap kecepatan dan kekuatannya hingga Wander bahkan tidak bisa melihat sosoknya lagi, selain bunyi decitan dari segala penjuru ruangan!

"... Tiga!" Jie Bi Shinjin baru selesai berhitung tanpa memedulikan serunya laga yang sudah keburu terjadi.

Tubuh Wander sudah dilanda setidaknya selusin pukulan dan tendangan dari segala arah pada detik yang sama! Ia bisa menangkis hampir semuanya, kecuali sebuah tendangan mematikan yang berhasil menghantam perut kanannya!

Meraung penuh kesakitan, penglihatannya sejenak hablur bagaikan kaca mosaik. Seluruh indranya lumpuh selama sepersekian detik, cukup untuk sebuah serangan pisau tangan ganda menghantam telak kedua bahunya.

Wander kehilangan kesadarannya sesaat, ketika ia dipaksa berlutut di lantai.

"S-sial!" Sebuah tendangan geledek menghantam wajahnya dan mengirimnya menembus tembok barat! Suara dentuman dan rengkahan kayu dan batu mengguncang seluruh rumah!

Riuh-rendah itu tertelan suara hujan deras dari luar. Terdengar suara para pengurus rumah lapat-lapat. Basahnya hujan membuat Wander siuman.

"Aku sudah bilang… Kau akan konyol berat jika kau tidak serius," Jie Bi Shinjin tampak sedikit geli.

Suaranya seakan datang dari empat arah sekaligus, seakan-akan ada empat orang yang bicara di saat yang sama.

Kurt mengertakkan lehernya ke kiri dan ke kanan. Rasanya masih agak kaku dan berat, tapi ia merasa 30 tahun lebih muda. Rasa haus dari laganya seakan bernyanyi ke sekujur tubuhnya, menggetarkannya dengan kenikmatan tiada tara. Ia baru menyadari bahwa setelah lebih dari 20 tahun pensiun, tenaganya malah makin kuat dan cepat.

Tapi… anak itu sempat menangkis badai tendanganku kecuali satu…

"Kau sudah puas tidur, Wuan?" Ia membentak.

Anak muda itu bangkit dari tengah puing kayu dan batu, menyemburkan debu, air hujan, dan rasa sakit, "Sebentar, Master."

[Terlalu kuat dan cepat… Aku harus bisa menghentikan geraknya, sebentar saja…]

Kurt mengamati awan tenaga berwarna hitam dan putih, yang berubah wujud menjadi pita-pita panjang yang perlahan mengelilingi tubuh Wander.

Ia sejenak mengamati dengan penuh minat.

"Sebelah kiriku adalah Yin dan separuh kananku adalah Yang. Cahaya dan Kegelapan bergabung bersama. Kegelapan dalam Cahaya Terdalam. Terang dalam Kegelapan terdalam. Bunga-bunga Kekuatan, bersinarlah padaku," Pikirannya merapal otomatis, ketika ia menyatukan telapak tangannya. Gabungan energi Pusaran Dingin Yin dan Badai Api Yang menyatu menjadi benang-benang energi murni, berdenyut dalam gelap dan terang bergantian.

Wander mengulurkan telapak tangannya ke depan. Kurt secara naluri melompat mundur, tapi tidak ada yang terjadi. Wander masih tegak, dengan satu tangan tersorong ke depan. Kini cahaya hitam dan putih itu meredup dari tubuhnya.

Jie Bi Shinjin mendadak bicara, "Master Kurt, hati-hati dengan yang tak terlihat."

Kurt menerima peringatan itu dan meningkatkan aliran Khici ke matanya. Tapi tetap tidak ada yang terlihat selain berkas-berkas hitam dan putih itu. Tapi perasaan mengancam itu makin genting, menggantung di udara.

Instingnya menjerit: sesuatu akan segera terjadi.

Telapak tangan Wander mendadak mengatup membentuk tinju. Lalu, ia menarik kepalannya seperti ia menarik jala besar.

Kekagetan Kurt tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata ketika ia menyadari kaki, lengan, bahu, sampai ke lehernya mendadak lumpuh total! Ia merasa bagaikan dipatri ke lantai, terbelenggu sesuatu yang begitu kuat dan tidak terlihat.

Aku menangkapnya! Wander meraung penuh kemenangan. Gerak Bintang Jatuh! Wander melafal dalam hati sambil mendoncang ke depan. Kecepatannya meningkat empat kali lipat ketika ia bagai komet menderu ke arah Masternya.

Tinjunya mengarah tepat ke dada Kurt…

Tapi, tubuh Kurt mendadak menyusu dengan aneh sekalit!

Pukulan Wander meleset hingga satu kepalan jauhnya.

Wander berseru kagum dan juga kesal, melihat Masternya bisa mengelak dari jurus rahasianya. Tapi ia masih bisa melihatnya: Masternya mengelak ke kanan.

Jie Bi Shinjin melihat dua bayangan kilat menari dengan ganas di balai latihan itu. Sekarang seimbang kecepatan dan kekuatannya, kedua bayangan itu berusaha menelan satu sama lain dalam jarak dekat.

Kurt dan Wander saling bertukar pukulan dan tendangan dalam kecepatan yang mengerikan. Semua tinju dan tendangan saling berbalasan sengit sambil berpantulan sebat di setiap jengkal balai latihan itu. Telapak Kurt yang terbuka bertemu dengan tinju Wander begitu sering, sementara kaki mereka saling beradu, berusaha menghantam kendur kuda-kuda masing-masing.

Sampai 70 jurus berlalu, kekaguman Kurt pada muridnya sudah begitu membuncah. Tidak hanya pemuda itu semakin lama semakin cepat, pemahamannya akan teknik dan pertahanannya patut dipuji, belum lagi Khicinya yang begitu kuat. Muridnya berhasil bertahan dari serangan sebatnya, bahkan bisa menyelipkan beberapa serangan balasan yang unik.

Kesal melihat serangannya masih urung menghasilkan kemenangan, telapak Kurt mendadak berubah menjadi sepasang cakar. Saat itu juga, gaya bertarungnya berubah total! Kecepatannya mendadak meningkat begitu pesat dan, seketika, udara dipenuhi serangan cakar maut dan tendangan-tendangannya yang bagai angin puting beliung.

Mereka berdua tak menyadari bahwa para pengurus rumah sudah berkumpul menonton dari ambang pintu aula latihan, tertarik oleh suara berisik dan keramaian. Jie Bi Shinjin tersenyum kepada mereka dan mengangguk.

Wander tidak menyangka perubahan terjadi demikian cepat. Ia masih begitu tak berpengalaman ketimbang gurunya. Segera, pemuda itu dimakan badai cakaran dan tendangan. Bajunya robek besar di tujuh tempat, semuanya tergores dan meneteskan darah. Dada dan punggungnya dihantam tendangan-tendangan penuh Khici. Ia mengertakkan giginya, berusaha menahan sakit, tapi ia begitu bingung dengan gerakan kilat Masternya yang tak bisa ia perkirakan. Menambah keruwetannya, Kurt juga selalu menyerang sudut matinya setiap ada kesempatan.

Cakar Pekebun Rambut Emas mendadak berubah lagi menjadi sebuah tusukan jari yang mendarat tepat di sisi leher Wander dan menotok pembuluh vitalnya.

Wander seketika lumpuh.

Kurt berniat melancarkan serangan terakhirnya, setelah mengetahui benar bahwa tubuh muridnya sekarang sudah lumpuh total. Cakarnya menggumpal menjadi tinju yang bisa menghancurkan karang, diarahkan tepat ke dada Wander.

"Hati-hati Master Kurt," Suara Jie Bi Shinjin bergema.

Kurt tidak peduli lagi. Ia sudah terlalu dekat dengan sasarannya untuk bisa menghentikannya.

Tinjunya hanya tinggal setengah inci lagi dari dada Wander, ketika pemuda itu mendadak bisa bergerak tepat ke samping Kurt. Sambil memutarkan pinggangnya, ia melancarkan serangan balik.

Kurt bisa melihat sinar biru yang sangat terang dari tangan Wander…

Ia juga berputar mati-matian, sambil mengerahkan seluruh daya Khici-nya menuju kepalannya!

Suara benturan yang menggelegar itu mengguncang seluruh rumah besar itu ketika tangan Wander menghantam lengan Kurt. Kedua kaki mereka melesak ke dalam lantai kayu sampai rengkah. Sesaat keduanya tuli, dan sebuah awan asap serta uap mendesis dari lantai dan juga tangan mereka.

"Berhenti!" Jie Bi Shinjin menghentikan latih tanding itu.

Wander tidak pernah terlihat lebih lega. Wajahnya begitu pucat dan ia melangkah ke belakang, lemas dan gontai. Ia tersedak, sebelum ia… memuntahkan isi perutnya ke lantai.

Jie Bi Shinjin berkelebat, dan ia memijat dengan lembut punggung dan leher Wander.

"Keluarkan semua! Jangan ditahan!"

Ketika Wander sudah mengosongkan isi perutnya, Jie Bi Shinjin merobek baju Wander. Tubuh pemuda itu dipenuhi bengkak-bengkak besar. Di antara luka gores cakaran, terdapat juga cap tapak atau kaki Kurt yang mulai membiru dan hitam.

"Kamu sudah bagus," puji Jie Bi Shinjin sambil menyeka luka-luka Wander dengan perlahan.

Wander menelan rasa sakit yang dirasakannya tanpa suara ketika Shishou menyentuh lukanya, anehnya setelah diseka tempat itu terasa hangat dan rasa perihnya berkurang.

Kurt masih melihat lengannya yang bengkak sebesar jeruk. Lengan bagian bawahnya itu berwarna biru dan merah jambu seperti buah jambu dan stroberi pecah. Lengannya masih berdenyut dengan rasa sakit yang terasa memalu-malu dadanya, lebih lagi jika ia menggerakkannya.

Sekilas kemudian ia menyadari bahwa lengannya nyaris saja patah.

Dahinya berkeringat deras bagaikan mandi air dingin,

[Jurus pelumpuh apa itu? Bagaimana menghindarinya? Lalu kenapa kecepatannya bisa meningkat drastis? Lalu tinju cahaya biru terakhir tadi...]

Kurt tersenyum tak percaya pada muridnya, yang juga tersenyum balik meski bibirnya lecet. Kurt perlahan tertawa, ketiga orang di ruangan itu saat itu memikirkan hal yang sama.

Wander berbicara seperti terkena demam, ia begitu bersemangat sampai ia tersengal-sengal, "Seperti yang kukira…. Master terlalu cepat dan kuat… Hebat sekali."

Kurt ketawa sambil memijat tangannya yang makin besar saja rasanya. Luka itu lebih parah dari yang ia kira, tangannya besar kemungkinan retak, "Jangan memaksakan diri. Cepat minum pil Nunnan lalu segera istirahat."

"Master! Bisa…kah… aku… jadi sekuat… Master?" Wander bertanya penuh harap. Matanya bagaikan api.

Kurt tidak menjawab pertanyaannya, melainkan malah berkata, "Aku akan pergi ke Ibukota, Wuan. Jaga rumah baik-baik sampai aku kembali."

"Ya M-Mast…" Wander ingin berkata demikian, tapi mendadak segalanya berputar dan limbung. Ia sudah roboh sesaat kemudian. Ia tidak mengerti kenapa Masternya mendadak memberitahukannya ke mana beliau akan pergi.

Kurt melihat wajah pemuda itu dengan takjub, sebelum berpaling ke arah Jie Bi Shinjin.

Pria dengan hidung rajawali itu berkomentar, "Totokanmu di lehernya menghabiskan Khici-nya begitu banyak untuk membebaskan diri dalam sekejap. Orang biasa pasti sudah kalah. Tapi begitu bebas, ia terlalu gugup mengatur Khici-nya hingga arusnya berbalik melukai dirinya. Secara umum, ia masih terlalu hijau."

"Ia tidak percaya pada diri dan kekuatannya sendiri. Kalau tidak mungkin ia sudah mengalahkanku," Tegas Kurt.

Master Wander itu bergidik ketika memikirkan mengenai telapak tangan Wander yang terentang, jurus pelumpuh, dan juga cahaya biru misterius itu…

Kalau ia tidak hati-hati… Ia yang sekarang terbaring pingsan…

"Betul sekali. Ia tidak pernah berpikir bahwa ia bisa mengalahkan guru-gurunya. Ia punya asumsi yang tertanam terlalu dalam benaknya bahwa Guru selalu lebih kuat," Jie Bi Shinjin mengetuk kepalanya sendiri, seraya menambahkan, "Orang yang tak punya keyakinan dan tekad tidak akan bisa mengalahkan lawan paling lemah sekalipun."

Kata-kata Jie Bi Shinjin memang benar. Tapi tubuh Kurt tidak berhenti menggigil. Ia baru saja menyaksikan sesuatu yang bahkan di luar Rijeen. Ia melihat Wander dan Jie Bi Shinjin dengan takjub.

"Ia masih terlalu hijau…" Kurt mengelah napas, tapi di sana juga ada rasa bangga dan senang sekali bagi muridnya.

Namun ia terbatuk malu karena baru melihat para pelayan yang terpana melihat pertarungan itu dari ambang pintu.

Nächstes Kapitel