webnovel

Bab 6 ( Pelarian Diri )

Apapun yang terjadi, ia harus bisa menyelamatkan dirinya dari kungkungan pernikahan. Ia belum mau menikah. Tidak untuk sekarang. Apalagi setelah apa yang sudah terjadi padanya baru-baru ini. Ia merasa semua harapan akan masalah itu adalah sebuah omong-kosong belaka.

Baginya segalanya sekarang sudah menjadi absrud. Sulit baginya untuk membuka hati bagi orang lain terutama bagi pria yang sama sekali tidak dikenal baik bentuk, wajah maupun wataknya. Ia lebih memilih untuk kabur dari sana secepat mungkin sebelum ada yang menyadari ketidakhadirannya.

Sekarang atau tidak sama sekali.

Monica mengamati keadaan sekitar. Saat ini ia sedang berada lantai satu sebuah restoran bergaya jepang klasik. Dan ia sangat berharap tempat ini akan mempermudahnya melarikan diri secara diam-diam tanpa diketahui oleh Kakek. Sambil melihat ke sekeliling, Monica berjalan mengendap-endap keluar dari koridor satu ke koridor yang lain.

Tak perduli apapun yang terjadi ia tidak boleh sampai tertangkap. Dengan langkah seribu ia berlari ke arah pintu keluar di lantai dua yang menuju ke tangga bawah.

***

Sialnya, pintu luar itu telah dijaga ketat oleh dua orang pria yang pakaian serba hitam, yang tentunya bisa diprediksi merupakan orang-orang suruhan Kakek. Kakeknya pasti sudah memperkirakan kemungkinan Monica berniat untuk kabur. Karena itu ia sengaja menyuruh beberapa orang untuk berjaga-jaga di depan.

Monica memutuskan untuk mencari alternatif lain. Ia harus mencari pintu lain yang mungkin bisa membantunya untuk keluar tanpa harus dihadang oleh para penjaga. Ia memeriksa sekitarnya. Tak ada satupun yang berhasil ditemukan, kecuali satu.. balkon?? Ya, hanya itu satu-satunya cara.

Monica sedikit khawatir. Ia mendekatkan diri ke arah balkon dan mencondongkan badannya ke bawah. Tidak ada seorangpun yang ada di sana. Dan itu berarti wilayah ini aman untuknya kabur dan melarikan diri.

Lalu mengenai ketinggian...

Monica memang bukan wanita yang memiliki phobia akan ketinggian. Tapi ia tetap harus memastikan dirinya tetap aman apapun yang terjadi. Monica mulai menimbang-nimbang keadaannya.

Ini adalah salah satu restoran yang menyusung tema japannese clasic, maka kemungkinan jarak antara satu lantai dengan lantai lainnya pasti dibuat tidak terlalu jauh. Jadi ia rasa tidak akan berbahaya jika ia menjalankan misinya itu.

Monica mempersiapkan diri. Ia berancang-ancang . Memanjat dinding pembatas. Lalu melakukan aba-aba pada dirinya sendiri.

1 2 3.. lompat!!, teriaknya dalam hati.

Ia memejamkan matanya beberapa detik lalu membukanya kembali. Tanpa sadar muncul sekelebat orang berdiri di bawah, tepat di tempat ia seharusnya mendarat. Monica langsung panik.

Ia berteriak mengusir orang itu, "AWAS!! Minggir!!" teriaknya buru-buru.

Tapi sayang, tubrukkan tidak bisa dihindarkan. Monica jatuh tepat menimpa pria itu. Keduanya sama-sama jatuh ke lantai dengan tubuh pria itu sebagai bantalannya. Monica merintih.

Bukan merintih karena rasa sakit melainkan merintih karena ia telah berhasil membuat seseorang terluka akibat keteledorannya. Ia sungguh menyesali tindakannya yang ceroboh.

"Maaf, saya benar-benar tidak sengaja. Apa Anda baik-baik saja?" tanya Monica cemas sambil buru-buru berdiri dan langsung membantu pria itu bangun.

Monica memperhatikan penampilan pria itu dari atas hingga ke bawah.

Pria itu mengenakan setelan pakaian formal dengan jas dan celana panjang berwarna biru senada. Lalu di bagian dalam, ia mengenakan kemeja dengan warna yang lebih terang. Pria itu juga mengenakan sepatu berwarna coklat yang telah disemir rapi hingga menampilkan kilap yang penuh di segala sisi.

Mata monica menyipit. Jelas tak sembarang orang bisa mengenakan pakaian bermerek seperti ini. Monica yakin pakaiannya itu telah dirancang khusus oleh salah seorang perancang ternama yang ada di Indonesia.

Monica jelas mengenal bordiran huruf yang terukir cantik di salah satu sisi saku jasnya pria itu. Dan tak hanya itu, pria ini juga mengenakan jam tangan Rolex limited edition keluaran terbaru.

Monica bisa tahu hal itu karena ia hampir menghadiahkan jam tangan itu untuk sepupunya Justine sebulan yang lalu, jika saja saat itu ia tidak kehabisan stok.

Monica memutar otaknya sedikit. Pria ini jelas bukan orang sembarangan. Dan ia merasa wangi parfum pria ini tidaj asing.

"Ya, aku baik-baik saja," pria itu menjawab dengan eskpresi yang datar, "Hanya saja, aku tidak menyangka ada kejatuhan malaikat tak sayap entah darimana di siang bolong seperti ini," lanjutnya.

Monica tak mengubrisnya candaan itu dan kembali meminta maaf.

"Maaf-maaf.. saya benar-benar tidak sengaja. Anda tiba-tiba muncul begitu saja saat saya sudah melompat. Karena itu, ini adalah murni kecelakaan yang tidak disengaja," balas Monica dengan hati-hati.

Laki-laki itu mendekat, "Apa kau pikir kata maaf saja cukup? Jika kata itu berguna maka polisi tidak akan memiliki pekerjaan lagi. Mereka pasti akan menganggur sekarang."

Monica mengerutkan keningnya. Apa hubungannya dengan polisi? Ia benar-benar tidak habis pikir. Apa pria ini tidak berlebihan? Bukankah ia sudah meminta maaf dan mengakui kesalahannya? Lalu kenapa orang ini bisa tiba-tiba saja mengatakan hal yang tidak jelas begitu. Masalah ini jelas tidak ada hubungannya dengan polisi. Untuk apa pula ia mengungkitnya segala.

Pria itu meraih tangan Monica lalu menariknya pergi. Monica spontan memberontak.

"Hei? Kenapa kau menarikku seperti ini?" seru Monica protes. Ia tak mengerti mengapa ia harus ditarik secara paksa. Memangnya pria ini mau membawanya kemana? Ke kantor polisi? Monica menatapnya tak percaya.

Pria itu tetap tidak mengubris dan terus menarik paksa Monica untuk mengikutinya. Monica berusaha menarik tangannya kembali, tapi tidak pernah berhasil.

"Saya tahu saya sudah hampir mencelakakan Anda. Tapi apa perlu Anda bersikap seperti ini terhadap saya? Kita bisa membicarakan ini secara baik-baik. Anda tidak mungkin 'kan mengatasi masalah kecil seperti ini melalui jalur hukum? Itu jelas terlalu berlebihan." Monica masih mencoba bernegosiasi. Tapi pria itu tidak juga mau mendengarkannya.

Monica semakin tidak mengerti dan mendadak menjadi marah.

"Ya!! Apa kau tidak bisa mendengar ucapanku? Anda jelas sudah bersikap tidak sopan terhadap seorang wanita. Anda bisa saja saya tuntut!" ancam Monica dengan penuh keyakinan.

Ia sudah tidak peduli. Jika memang mereka perlu menyelesaikan masalah mereka ini ke jalur hukum. Maka silahkan. Ia sama sekali tidak takut. Ia siap berperang bila itu diperlukan.

Pria itu akhirnya melepaskan genggamannya ketika mereka sampai di sebuah ruangan. Monica mengerutkan kening. Ia tidak tahu kemana pria itu membawanya tapi ia merasa lega karena akhirnya ia bisa terbebas dari cengkraman tak bersahabat dari pria itu. Monica menyentuh pergelangan tangannya yang terasa sedikit sakit. Ditatapnya pria itu dengan sengit.

"Kau benar-benar tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap terhadap seorang wanita!?" ledeknya kesal. Tanpa tahu situasi apa yang terjadi sebelum sebuah suara yang sangat dikenalnya mengejutkannya.

"Ehem.."

Seseorang berdeham dan Monica langsung menoleh.

***

Nächstes Kapitel