"Kau minta makanan bentuk lain rupanya," tangan yang terikat kuat di pinggang, berusaha Aruna longgarkan. Perempuan tersebut menyajikan senyum kecil ketika menyadari opa Wiryo memperhatikan kelakuan Mahendra.
"Hendra, sebentar! ah," matanya melebar, menatap lelaki yang menempel seperti kekurangan tempat, "Hendra," tak kuasa menerima kenakalan suaminya, Aruna menghantarkan rasa panas menyakitkan dengan cubitan kecil di lengan.
Sedikit menyebalkan ketika lengan kokoh tersebut malah mengunci kian erat tanpa canggung. Lebih terganggu lagi, tatkala menyadari opa Wiryo tidak jauh dari keberadaan lelaki mesum yang detik ini tak mau membebaskan tubuhnya.
"Kau bilang, kau belum makan?" Terbata-bata Aruna mengajukan pertanyaan tersebut. Bagaimana tidak? Lelaki bermata biru menyusuri telinga dan sudah sampai di lehernya. Seolah-olah taman terbuka yang detik ini menghangat oleh nuansa kekeluargaan adalah kamar pribadi mereka.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com