webnovel

Bab 17. Misi Menjenguk Earl

Tom lalu membacakan hasil penyelidikan tim forensik yang ia dapatkan dari Finni kemarin. 

"Para tetangga sekitar kebetulan sedang berada di luar rumah karena kesibukan masing-masing. Tetapi, bukankah ini terlalu kebetulan Earl? Mereka bahkan pergi tidak lebih dari satu jam dan kembali tidak mendengar apapun. Bahkan ketika polisi datang mendobrak pintu rumah mereka para tetangga tidak tahu apapun jika tim tidak datang. Mungkin mayat mereka akan membusuk disana." Kata Tom lanjut menjelaskan. Earl disana hanya mengerutkan dahi dan menatap kedua tangannya.

Sebenarnya Earl sedikit kagum dengan kinerja Arthur yang bahkan bisa tidak terendus oleh siapa pun ketika membantai satu keluarga di sebuah apartemen. 

"Dan hasil otopsi, mayat mereka memiliki luka tembak yang sama. Lihatlah." Tom meletakkan laptopnya di atas meja kecil dan menyeretnya mendekat dengan Earl. Earl menatap foto-foto otopsi tanpa berkedip kemudian mengakui itu benar Katherine.

Tapi detik berikutnya, ia menyadari sesuatu. Earl mengangkat kepalanya menatap Tom dengan ekspresi ragu.

"Tidakkah ini... sama dengan kondisiku sekarang?" Tanya Earl berusaha memastikan pemikirannya tidak salah. Tom memiringkan kepalanya tidak mengerti sebelum matanya melotot tidak percaya.

"Astaga... lalu apa maksudnya ini?" Tom memegang kepalanya dan menatap Earl tidak tahu harus melakukan apa. Fakta yang ada justru membuatnya jadi berpikiran aneh.

Earl kembali memeriksa setiap tempat peluru itu bersarang dan benar disitu seharusnya Earl terluka. Tom langsung berdiri tepat setelah Earl menahan lengannya.

"Ini bukan pembunuhan dengan motif menghilangkan jejak, Tom. Ini jelas pembunuhan balas dendam. Katakan ini pada Ricard." Ujar Earl dengan ekspresi sangat serius. Tom segera bergegas melapor meninggalkan Earl dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak.

-Ruang kerja-

Arthur mengetukkan jari telunjuknya di atas meja kerjanya. Setelah kondisi mengenaskan kemarin, membuat Arthur sama sekali tidak bisa tenang barang sedetikpun. Wajahnya sangat garang seperti singa siap menerkam. Sedangkan aura mematikan disekitarnya hampir saja membuat Jason tidak bisa berkata-kata lagi.

Setelah berjam-jam mencari informasi mengenai keadaan Earl, Arthur dan anak buahnya sama sekali tidak membuahkan hasil. Arthur tidak bisa melihat keadaan Earl dengan mata kepalanya sendiri karena rumah sakit khusus militer membuatnya hampir frustasi tidak terkendali.

Kondisi terakhir yang ia temukan hanya sampai pada informasi dari rumah sakit distrik G. Selain itu Arthur bertambah cemas ketika mendengar Earl pendarahan otak. Hampir Arthur nekat menemui Earl langsung di rumah sakit. Jika bukan karena Jason menahannya dan mengingatkan situasi yang tidak tepat. Arthur mendesah kesal.

"Hahh...."

"Ini desahan putus asamu yang kesembilan." Jason tiba-tiba mengingatkan dan membuat Arthur mendelik marah. Jason pun terdiam kembali dan mati kutu. Arthur yang frustasi membuatnya ikut terseret arus dan frustasi menangani Arthur.

"... Aku tidak punya pilihan lain selain menerobos tempat laknat itu." Kata Arthur menautkan jarinya dan berkata begitu serius. Jason memutar matanya tidak habis pikir dengan Arthur.

"Lalu, mau apa kau di sana? Membawa Earl kabur?" Tanyanya dan berharap tidak akan melakukan itu. Tapi melihat Arthur yang mengangguk, Jason langsung meremas kepalanya kesal.

"Wanita itu lebih baik di sana, Arthur. Kondisinya saat ini tidak memungkinkan kita membawanya keluar negeri demi fasilitas dan dokter yang bagus. Kondisinya mungkin saja kritis saat ini." Jason berkata dengan raut wajah memelasnya.

Arthur tertunduk. Entah apa yang dipikirkannya. Jason merasa Arthur akan tetap nekat mendatangi Earl walaupun tahu Arthur tidak mungkin membawanya kabur bersama. Jason melirik Arthur dan melipat kedua tangannya dengan arogan.

"Lagipula, kau kan sudah mendapatkan apa yang kau mau dari wanita itu kemarin, lalu untuk apa kau mencarinya lagi sekarang? Apakah Earl senikmat itu hingga membuatmu ketagihan?" Arthur melotot tajam dan menatap Jason yang bergeming di sana.

Jason membalas tatapannya tanpa ragu. Matanya selidik sebelum Arthur membuang muka ke samping dengan wajah kesal.

"Kami belum melangkah ke tahap itu." Jason langsung menepuk jidatnya pasrah.

"Ya tuhan... lalu suara berisik apa yang aku dengar di atas? Aku pikir karena kalian berdua berkekuatan banteng, jadi aku memaklumi sexs kalian yang terlalu heboh dan berisik. Lalu kau melakukan apa selama itu di dalam sana? Bermain catur?" Jason bertanya dengan gemas sambil merentangkan tangannya tidak habis pikir dengan bosnya sendiri. Arthur tetap membuang muka kesal.

Sebenarnya bukan maksud untuk melakukan itu saat membawa Earl ke dalam bilik kamar dan mencium paksa. Arthur hanya ingin mengakui perasaannya saja pada Earl. Tapi siapa sangka bahwa Earl, wanita yang pandai menutupi dirinya dengan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Dasar licik.

Jason menghempaskan bokongnya ke sofa. Masih menatap Arthur sebelum ia menggeleng prihatin.

"Sebaiknya kau segera melepaskan segel perjakamu secepat mungkin Arthur. Aku lihat dari postur tubuhmu dan responmu terhadap Earl terlalu minim. Aku takut tubuhmu tidak kuat dan berakhir mengenaskan dengan keperjakaanmu." Jason berkata santai walaupun imbas dari perkataannya berdampak besar pada Arthur sendiri.

Arthur langsung berdiri dan meninggalkan Jason di ruangan sendiri. Sudah cukup malu dengan mulut Jason yang kurang filter itu.

"Kau lari lagi dari perkataanku. Kapan kau bisa dewasa? Hey! Arthur! Hahhh...." Teriak Jason yang akhirnya pasrah saja dengan percintaan bosnya. Ia tidak mau ikut campur okay?

-Pusat pangkalan militer Distrik A-

Dengan cepat malam berganti. Menyisakan Arthur dengan segala hal nekat lainnya. Tidakkah ia lihat beberapa penjaga pos di sana ada tentara bersenjata menjaga pintu gerbang? Jason menghitung dalam hati. Menimbang kembali 'Aku bersumpah ini sangat konyol'.

Tetapi Arthur menyelinap diantara beberapa tembok seakan otaknya mendadak tumpul. Jason melihat sendiri Arthur mengambil posisi titik lemah CCTV disana. Tapi tetap saja itu membuatnya menahan keras untuk tidak meneriakinya seperti orang gila atau mereka akan ketahuan sekarang.

Jason menggelengkan kepalanya. Tidak ada cara lain selain membantu pria perjaka yang dimadu cinta seperti Arthur. Ia pun melompat ke atas pagar yang tertutupi sebuah tanaman hias yang cukup tinggi. Butuh keahlian khusus ketika mereka berjongkok disana dan menyesuaikan diri agar bayangan mereka tidak terlihat oleh mereka karena lampu taman yang cukup terang di area itu.

Arthur dan Jason pun mendaratkan lompatan di atas rumput tanpa suara sedikitpun. Dengan gesit ia mencari celah untuk bersembunyi dan perlahan mengitari taman untuk menuju gedung tengah tempat rumah sakit itu berada.

Wilayah militer ini sebenarnya sudah seperti kota. Taman menghiasi, beberapa gedung dengan fungsinya masing-masing tertata rapi. Lapangan yang begitu luas. Dan beberapa kilometer ke belakang akan menemukan landasan pacu militer lengkap dengan geladak pesawatnya.

Sungguh luas. Butuh waktu setengah jam untuk mencapai gedung rumah sakit itu dengan posisi mengendap. Belum lagi perjalanan mereka sangat lambat karena harus bersembunyi dan menghindari CCTV.

Arthur dan Jason pun terus berjalan mengendap-endap dan memakan banyak waktu untuk bersembunyi. Jason melihat beberapa petugas berpatroli mengitari jalan. Lihatlah betapa ketatnya pengawasan ini, apakah ini akan mengubah pemikiran Arthur? Sayangnya tidak sama sekali.

Matanya melirik Arthur yang mengamati petugas itu dengan cermat. Berjongkok layak patung dan tak bergerak. Jason pun hanya bisa menghela nafas dalam hati melihat betapa mata itu dipenuhi pancaran ambisius dan titik cinta disana. Jason rasanya seperti akan mati muda.

Gedung itu sudah terlihat di seberang sana. Dengan cepat mereka menyelinap masuk. Mereka langsung mencari ruangan CCTV di rumah sakit itu dan dengan sekejap mereka masuk ke dalam ruangan kontrol. Jason melihat tidak ada yang menjaga ruangan ini dan menjadi hal yang baik bagi Jason.

Kemudian tanpa basa-basi Jason mengecek dan mengobrak abrik data untuk mencari tahu kamar Earl. Ketika telah menemukannya, Jason tidak tahu jika Arthur berganti baju menjadi pakaian militer dan hampir saja Jason memukulnya karena dengan tiba-tiba berdiri di sampingnya.

"Tidak bisakah kau datang memperingatiku dulu sebelum berbuat sematang ini?" Tanya Jason kesal. Arthur hanya terfokus pada komputer dan sejenak ia memakai earphone nya. Tidak peduli lagi. Yang terpenting adalah Earl prioritas utamanya.

Nächstes Kapitel