webnovel

Bab 11. Perintah Seorang Penjahat

Earl menoleh dan mendapati pria dengan ekspresi datar tadi tengah menatap sobekan yang cukup besar pada tanktop hitam Earl. Warna merahnya darah tidak terlihat jika bukan karena darah tampak membasahi bagian atas celana creamnya. Earl sama sekali tidak merasa sakit sampai mendapat teguran. 

"Sial...." Earl langsung menutupi perut sebelah kanannya. Setelah diberitahu ia terluka baru tersadar rasa sakitnya. 

Earl tidak tahu jika terluka dan memutuskan untuk menyusul ambulance yang masih lima ratus meter di depan. Ia terpaksa menyusuri jalan sambil menutupi lukanya agar darah tidak merembes. Karena kondisi jalan masih terbilang macet walaupun beberapa mobil bisa bergerak. Dan ambulance tentu saja masih kesulitan untuk sampai di titik para korban.

Sambil sedikit berkeringat dingin, Earl berjalan dengan pria tadi mengikuti di belakangnya. Earl tidak banyak bicara karena pria tadi sudah jelas seorang introvert yang tidak suka berbaur dengan manusia lain. 

"Pak, tolong suruh rekanmu untuk membantuku menghentikan pendarahanku. Aku terluka." Ujar Earl ketika mereka sampai di dekat ambulance.

Earl berkata begitu biasa dan melihat petugas ambulance itu dengan cekatan membawa Earl masuk ke dalam kapsul ambulance. Petugas medis segera memberikan pertolongan pertama pada Earl.

Saat tim medis selesai mengobati Earl, ia menyuruh Earl untuk tinggal di dalam ambulance agar bisa dibawa sekalian ke rumah sakit. Tapi Earl menolak karena jumlah korban terlalu banyak hingga tidak mungkin bagi mereka membawanya bolak-balik ke rumah sakit, terlalu membuang-buang waktu.

"Kau sudah diobati?" Pria itu bertanya tiba-tiba ketika Earl keluar dari kapsul ambulance.

Earl mengangguk dan memperlihatkan lukanya yang sudah tertutup perban. Pria itu mengangguk. Mereka berdua lalu kembali ke lokasi kecelakaan dan melihat Mike berlarian menghampiri Earl.

"Earl, sudah ada polisi dan pemadam kebarakan di lokasi. Sebaiknya kembali bertugas atau tetap disini?" Tanyanya terengah sambil mengatur nafas. Mike sama sekali tidak menyadari sosok pria yang berdiri di belakang Earl.

"Kita kembali ke kantor pusat. Aku ambil jaketku dulu. ID cardku tertinggal disana." Ujar Earl memegangi perutnya yang terluka tadi.

Earl kembali pada kesadarannya setelah mengingat masa lalu itu. Ia lantas mencela Arthur karena pada kenyataannya dulu ia menyelamatkannya dan sekarang ia memburunya. Earl tersenyum miris.

"Bisa-bisanya aku menolong targetku sendiri dari maut." Kata Earl begitu pedas.

Arthur tetap diam. Menatap dengan tatapan rapuh yang ditepis oleh Earl dengan membuang muka. Jarinyanya menyentuh perut kanan Earl. Seperti mengecek luka itu apakah telah pulih sepenuhnya. Atau meninggalkan bekas luka. Earl menghempaskan tangan Arthur dengan bunyi kemerincing borgol yang mengunci tangannya.

"Jadi kau mendekatiku karena hal konyol tentang balas budi padaku? Lupakan saja, aku tidak ingin belas kasihan darimu." Earl menolak Arthur dengan kejam lalu berguling ke samping dan membuatnya terlentang. Arthur tentu dengan segera menahan Earl.

"Aku tidak berbelas kasihan padamu Earl. Buang saja jauh-jauh pikiran sialmu itu. Dan hiduplah bersamaku. Kau tidak bisa mengelak lagi. Aku perintahkan padamu." 

Arthur berkata begitu tegas dan menatap Earl serius. Earl tertawa sangat keras sambil menatap Arthur yang tepat berada di atasnya begitu arogan.

"Aku tidak menuruti perintah penjahat. Aku menuruti perintah negara." Ucapnya tidak takut dan malah memasang ekspresi seakan menantang Arthur. 

"Baiklah jika kau memaksa." 

Earl tidak bisa mengelak lagi ketika Arthur dengan kuat menekan bibirnya. Bibir mereka bertemu. Gigi mereka saling bertubrukan karena begitu kuatnya Earl menahan rahangnya agar tidak membuka mulutnya.

Earl menatap nanar Arthur tepat di depan matanya. Mereka saling pandang, menunjukkan siapa penguasa sebenarnya. Namun karena perbedaan kekuatan, Earl kalah satu langkah karena posisi dirinya yang terlentang dengan tangan terborgol.

Arthur berhasil meloloskan lidahnya pada mulut Earl dan semakin menahan rahang itu agar tidak menggigit lidahnya hingga putus. Arthur pun menginvasi setiap ruang di dalam rongga mulut Earl.

Menghisap dengan kuat lidah itu dan mengacuhkan sepenuhnya erangan protes Earl. Saliva mulai membanjiri mulut mereka tak terkendali. Arthur benar-benar memaksa Earl untuk membuka mulut dan memberikan akses pada Arthur untuk berbuat sesukanya.

Dukk

Earl yang marah punmenghantamkan kepalanya pada kepala Arthur begitu kuat hingga Arthur melepaskan cengkramannya. Ia memegangi kepalanya yang langsung pusing seketika. Begitu juga dengan Earl. Mereka sempat terhenti sesaat untuk mengembalikan kesadaran masing-masing. Namun Earl lebih dulu sadar dan melepaskan tinjunya tepat di rahang bawah Arthur.

"Dasar psikopat sinting!"

Earl memekik keras dan masih berusaha melayangkan pukulan ke wajah Arthur. Arthur sendiri merasa pandangannya berbayang sekilas sambil memegangi dagunya. 

"Shh...." Desis Arthur menahan sakit di dagunya. 

Ia menatap Earl takjub. Earl benar-benar seperti banteng. Tenaganya tidak bisa dikatakan kuat. Sangat kuat bahkan Arthur merasakan darah di lidahnya. Sungguh, untung saja lidahnya tidak tergigit ketika mereka berciuman tadi. Jangan lupakan juga dahinya juga sakit sekarang.

"Shhh sandwich yang kau makan mungkin terlalu banyak diberi gula. Lidahmu terasa manis." Kata Arthur masih mempermainkan emosi Earl dengan senyuman miringnya yang menawan. Earl mendelik dan menggeram sinis.

"Yaa, setidaknya mulutku tidak bermulut manis seperti dirimu. Terlalu banyak bicara." Earl menghina terang-terangan. Tidak suka jika Arthur memujinya dengan candaan kotor seperti itu. Dan juga, ia tidak menaburkan gula pada sandwich!

Arthur terkekeh. Sial. Wanita di hadapannya ini benar-benar sulit ditaklukkan. Haruskah ia memakai cara kasar? Arthur menggelengkan kepalanya. Tidak ada yang boleh menyakitinya. Termasuk dirinya. Earl terlalu sempurna untuk disakiti.

"Yaa, begitulah lidahmu. Aku suka." Kata Arthur dengan nada memaklumi.

Earl memutar matanya malas menanggapi lebih jauh. Baginya Arthur hanya sosok pria gila yang terobsesi berlebih padanya. Dia si pria psikopat tidak waras yang telah melumat mulutnya dengan tidak tahu diri. Earl pun bangkit dan membuka pintu dengan tangan masih terborgol.

Namun, memang semua tidak seperti yang Earl harapkan. Arthur menahan pundaknya dan menarik Earl kemudian mereka terjatuh kembali ke atas ranjang. Earl melotot ketika Arthur menindihnya. Menduduki tangannya dan melepas kancing bajunya.

Earl langsung panik. Gerakannya terkunci, sedangkan Arthur akan bermain permainan dewasa padanya. Earl semakin bertambah panik dan berusaha berguling ke kanan dan ke kiri menghindari kuncian lutut Arthur pada tubuhnya. Ia terjepit.

Tapi yang lebih sialnya lagi ia tidak bisa lepas dari kuncian itu karena kuatnya Arthur menahan kedua tangannya. Dan saat Arthur telah membuka kancing kemejanya, Earl melotot dan histeris horor.

"Berengsek! Mau apa kau? Apakah kau begitu inginnya mati ditanganku?! Lepaskan aku!" Pekiknya hampir membuat pita suaranya terluka. 

Arthur terkekeh melihat Earl yang panik dan mengancam dirinya yang tentu saja menjadi angin lalu di telinga Arthur. Terdapat kilau ketakutan sekilas di mata hijau itu. Arthur menjadi ragu. Tetapi tidak menghentikan jarinya barang sedetik pun karena memang ini cara kasar yang harus ia lakukan.

Tubuhnya terlalu antusias dengan Earl walaupun otaknya terus berpikir keras untuk menghentikan permainan ini.

"Sialan! Aku bersumpah akan memotongmu hidup-hidup. Lepaskan aku! Dasar pria pemerkosa! Aku tidak boleh melakukan ini. Tidak boleh! Aku bahkan belum menikah!" Earl meracau hebat sambil memejamkan matanya begitu erat. 

Arthur terdiam seketika. Earl yang panik akan berteriak tidak karuan dan tanpa sadar ia melucu dengan racauan tidak jelasnya. Arthur tertawa tidak tahan.

"Kenapa kau tertawa? Aku bukan badut! Enyah kau dari tubuhku, dasar laki-laki lalim bejat! Aku masih polos untuk hal sedewasa ini!" Kata Earl masih memekik tidak karuan sedangkan Arthur tertawa tanpa henti.

"Astaga Earl...." Arthur menitikkan air mata.

ia masih tertawa dan kemudian berguling ke samping lalu tertawa lagi hingga puas. Perutnya sakit sekali karena tertawa begitu keras. Earl mendelik marah dan dengan sekuat tenaga menendang Arthur hingga terjungkal dari ranjang. Earl memang pada dasarnya wanita tanpa belas kasihan.

Ia hampir menginjak perut Arthur jika saja Arthur tidak segera berguling ke samping lagi. Earl menggunakan kesempatan itu untuk kabur, namun sial bagi Earl. Selimut membuatnya tersandung dan jatuh ke lantai.

Betapa kagetnya Arthur melihat posisi Earl yang terjatuh dengan posisi menungging yang mengenaskan. Menampilkan celana dalam berwarna biru muda yang menggemaskan. Earl berteriak dan kemudian berlari keluar dari kamar dan tidak berani menoleh ke belakang. Sungguh memalukan.

"Hey! Renda biru muda. Kunci borgolmu ada di atas meja!"  Teriak Arthur dari dalam kamar dan detik berikutnya suara derap sepatu vantopel berlari pergi dan meninggalkan club itu.

Arthur masih terduduk di lantai dan berusaha mengingat kejadian gila ini seumur hidupnya.

"Biru muda berenda...." Gumamnya sambil tersenyum geli dan kembali tertawa.

Nächstes Kapitel