webnovel

Gemini 2

Leon dan Nadia sama-sama terengah setelah mereka melepaskan ciumannya.

"Yang barusan itu apa maksudnya, Le?" tanya Nadia.

Leon tersenyum sambil mengangkat bahunya. "I dunno. Tiba-tiba aja gue ngga tahan liat bibir lu." Ia menghentikan ucapannya dan kembali menatap Nadia. "Lu juga keliatannya menikmati, Nad."

Nadia tertawa pelan. "Mana pernah gue ngga menikmati ciuman. Sama mantan-mantan gue juga gue selalu nikmatin kalo lagi ciuman. It help to release your stress. Apalagi kalau sampai—" Nadia tidak melanjutkan kalimatnya. Ia mendesah pelan. "Yah, you know lah. Rekreasi yang paling gampang apa."

"Having sex?" timpal Leon.

Nadia lalu menatap Leon dengan tatapan penuh rasa penasaran. "Kapan lu terakhir kali ciuman sama cewek sampai kalian making love?"

Leon nampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Nadia. "Hmmm, kayaknya terakhir kali sama Catherine sebelum kita putus gara-gara sikapnya yang makin lama makin ngga jelas dan cemburu terus sama lu."

"Itu hampir setahun yang lalu, Le," seru Nadia tidak percaya.

"Emangnya kenapa?" sahut Leon.

"Pantes, rasanya kaku banget," ujar Nadia yang langsung disertai tawa.

Leon langsung melirik kesal ke arah Nadia. "Sialan."

Nadia terus tertawa-tawa setelah mendengar pengakuan Leon. Ia tidak mempedulikan Leon yang melirik kesal ke arahnya.

Leon akhirnya bangkit berdiri dari tepi tempat tidur Nadia. "Udah, ah, gue balik lagi ke kamar."

"Gitu aja sensi," sahut Nadia.

Nadia ikut berdiri dari tepi tempat tidurnya dan menggandeng tangan Leon.

"Mau ngapain, Nad?" tanya Leon yang penasaran.

"Mau mandi." Nadia menghentikan langkahnya dan menatap Leon. "Are you coming or not?"

Mendengar ajakan Nadia, Leon langsung menaikkan satu alisnya. Senyum di sudut bibirnya pun ikut menghiasi wajahnya. Keduanya kemudian melangkah bersama ke dalam kamar mandi.

Begitu masuk ke dalam kamar mandi, Leon segera mendorong tubuh Nadia ke bawah pancuran dan ia segera menyalakan pancuran tersebut. Seketika gaun mini yang dikenakan Nadia basah dan langsung menunjukkan siluet tubuhnya.

"Kayanya gue ngga jadi pakai gaun ini buat nanti malam," ujar Nadia sembari mengerling jahil.

Leon menatap Nadia dengan napas yang sudah naik turun tidak karuan. Ada sesuatu yang bangkit di dalam dirinya begitu menyaksikan lekuk tubuh sahabat sekaligus Asisten pribadinya itu. "Lu yang mancing gue duluan, jadi setelah ini lu jangan nyalahin gue."

Nadia tersenyum sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya dan mendekat ke arah Leon. "Gue yang mutusin sama siapa gue mau melakukan itu. Dan sekarang gue mau melakukannya sama lu. Bukan sebagai sahabat atau Asisten, tapi sebagai pria dan wanita dewasa," bisiknya di telinga Leon.

"You're so nasty, Nad," sahut Leon sambil menyeringai.

"Yes, I am," timpal Nadia. "And you like it, right?"

Leon berdecak pelan sembari menatap Nadia. Meski ini bukan pertama kalinya mereka melakukan hal tersebut, namun sensasi yang mereka rasakan selalu seperti mereka baru pertama kali melakukannya.

Keduanya saling menatap tajam ke dalam mata masing-masing. Tiba-tiba Leon memutar tubuh Nadia. Ia memeluknya dari belakang dan mulai mencumbui leher Nadia.

Nadia menyandarkan kepalanya ke dada bidang Leon sembari menikmati setiap sentuhan bibir Leon di tubuhnya. "Kapan terakhir kali kita begini, Le?"

"Ssssh," gumam Leon. Perlahan ia menyingkap gaun merah yang dikenakan Nadia. Leon pun ikut membuka kemejanya. Tangan dan bibirnya terus bergerilya meraba tubuh indah milik Nadia.

Leon kembali mendesak tubuh Nadia ke dinding kamar mandi dan meraih pinggulnya. Keduanya sama-sama mendesah ketika akhirnya mereka kembali menyatu setelah sekian lama.

Diiringi rintik suara pancuran air yang mereka biarkan menyala, keduanya bagai dua orang insan yang sudah lama saling merindu. Menikmati tiap detik yang berlalu dalam penyatuan mereka.

----

Aslan terengah-engah setelah latihannya dengan Bang John selesai. Keduanya duduk di sudut ring masing-masing sambil tertawa pelan. "Lu tadi udah ngelurain semua teknik lu, Bang?"

Bang John mengangguk sambil menyeka keringatnya. "Gila, tumben banget gue latihan kaya tanding beneran gini. Sampe engab begini gue."

Aslan tertawa pelan. "Faktor U, Bang."

"Yeee, sialan lu. Umur gue belom lima puluh," sahut Bang John.

"Tetep aja udah berumur, Bang. Fisik Abang udah ngga kuat lagi kaya dulu," ujar Aslan sembari tertawa.

Bang John tertawa pelan menanggapi ucapan Aslan. Diam-diam ia memperhatikan Aslan yang akan menjadi lawannya nanti malam. Entah apa yang akan terjadi nanti malam. Nampaknya ia akan kesulitan menghadapi Aslan karena fisiknya dengan Aslan jelas berbeda.

"Kayaknya ntar malem lu bakal menang, Lan. Teknik lu makin bagus, fisik lu juga masih kuat," ujar Bang John.

"Semoga aja, Bang. Tapi, gue tetap harus waspada sama kekuatan lawan gue nanti malam," sahut Aslan.

"Gue percaya sama lu, kok. Lu pasti bisa," timpal Bang John. Ia kemudian bangkit berdiri dan turun dari ring. "Gue balik dulu."

"Hati-hati, pinggangnya copot Bang," seru Aslan yang masih duduk di atas ring sembari memperhatikan cara berjalan Bang John.

Bang John tidak membalas ucapan Aslan namun ia mengacungkan jari tengahnya pada Aslan yang langsung disambut gelak tawa Aslan.

Aslan tertawa melihat Bang John yang sedang berjalan ke arah loker sambil memegangi pinggangnya. Ia geleng-geleng kepala sembari kembali bangkit berdiri. Ia turut turun dari atas ring dan berjalan ke arah samsak yang ada di pinggir ring. Aslan kembali melanjutnya latihannya seorang diri.

Sambil berganti pakaian, Bang John memperhatikan Aslan yang kini sedang berlatih dengan memukul samsak. Ia menghela napas panjang. "Sorry, Lan," batin Bang John. Setelah berganti pakaian, Bang John segera meninggalkan lemari loker dan berseru pada Aslan. "Gue balik dulu, Lan."

Aslan menghentikan pukulannya dan menoleh pada Bang John. Sambil sedikit terengah-engah, ia menganggukkan kepalanya. Begitu Bang John berjalan keluar dari sasana, Aslan kembali melanjutkan latihannya. Tiba-tiba Aslan kembali berhenti, ia mengingat ucapan Bang John tadi pagi sebelum mereka memulai latihan.

Kepala Aslan tertunduk sementara ia memejamkan matanya. Ia kembali mengatur napasnya. Ia ingin berdamai dengan kemarahan yang selama ini ia rasakan. Ia tidak ingin selamanya terjebak dalam amarahnya. Ia harus belajar untuk memaafkan masa lalunya yang pahit dan penuh luka.

Aslan terdiam beberapa saat sembari mengingat masa lalunya. Ia berusaha untuk menerima semua yang terjadi padanya. Setelah beberapa saat, Aslan kembali membuka matanya. Ia menghela napasnya dan kembali melanjutkan latihannya.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it. 

Terus berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Nächstes Kapitel