webnovel

The Road Home 5

Setelah kejadian Aslan yang memukuli kakak kelasnya hingga babak belur, ia masih harus berhadapan dengan orang tua murid-murid tersebut yang meminta pihak sekolah untuk menghukum Aslan.

Ia hanya bisa tertunduk ketika para orang tua murid itu mencaci dirinya. Ayahnya pun tidak banyak membela dirinya dan hanya bisa tertunduk meminta maaf. Mereka tidak akan bisa memenuhi tuntutan para orang tua murid itu jika mereka meminta biaya untuk pengobatan anak-anak mereka.

Tanpa disangka-sangka, Bang John muncul di ruang kepala sekolah. "Biar saya yang tanggung biaya pengobatannya," seru Bang John.

Aslan terperangah begitu melihat Bang John ada di ruang Kepala sekolah.

"Kamu siapa?" tanya Kepala sekolah ketika melihat Bang John yang muncul tiba-tiba.

"Saya yang ngajarin dia tinju. Saya juga yang ngajarin dia buat membela diri kalau ada yang menginjak-nginjak dia," jawab Bang John.

"Anak urakan diajar sama preman. Pantas saja kelakuannya jadi seperti preman," cibir salah satu orang tua murid.

Bang John melirik orang tua itu dan berjalan menghampirinya. "Pantas saja anaknya selalu mencela orang. Anak pasti mencontoh orang tuanya. Ngga heran anaknya jadi tukang bully, ternyata ibunya seperti ini," ujar Bang John. Ia berdecak pelan setelah menyelesaikan kalimatnya.

Bang John kemudian memandangi satu per satu orang tua murid yang menuntut Aslan untuk dihukum. "Apa anak kalian cerita tentang apa yang mereka lakukan ke Aslan?"

Para orang tua itu diam tidak menjawab. Sementara anak-anak mereka tertunduk sambil saling sikut.

Bang John kembali bertanya pada orang tua murid itu dengan nada bicara yang sedikit meninggi. "Kalian tahu yang dikerjakan anak-anak kalian di sekolah?"

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Bang John. Para orang tua itu hanya bisa terdiam.

"Jawab!" bentak Bang John. "Apa perlu saya panggil murid-murid lain yang jadi korban anak kalian?" Bang John memelotot pada para orang tua murid yang sering merundung Aslan. "Masuk!" seru Bang John.

Beberapa orang murid masuk ke dalam ruang Kepala sekolah setelah mendengar seruan Bang John.

"Pasti mereka sudah diancam sama Preman ini," ujar salah satu orang tua murid yang menjadi perundung.

"Ngga, kita ngga ada yang diancam," sahut salah seorang murid. Meski matanya menatap takut-takut ke arah kakak kelasnya, ia tetap melanjutkan perkataannya. "Memang mereka yang sering merundung Aslan." Ia menunjuk pada Kakak kelasnya yang berdiri di belakang orang tuanya.

Murid-murid lain yang datang bersamanya ikut mengiyakan ucapan murid tersebut.

"Mereka juga suka minta uang sama anak-anak lain," sahut murid lainnya.

Bang John kembali mengarahkan tatapannya pada orang tua dari murid-murid yang jadi perundung di sekolahnya. "Denger sendiri, kan? Memang anak kalian yang bermasalah. Tapi, kalian ngga mau tahu. Kalian cuma lihat masalah dari sisi Aslan yang memukuli anak kalian. Kalian ngga mau tahu apa alasan di balik Aslan sampai melakukan itu."

Aslan tertunduk mendengar ucapan Bang John. Matanya terasa panas, karena baru sekali ini ada orang yang membelanya seperti Bang John.

"Baiklah," sela Kepala sekolah. "Sebelum saya memutuskan hukuman untuk Aslan atau pun yang lain, saya akan mendengar kesaksian dari murid-murid yang juga menjadi korban perundungan."

"Ngga bisa begitu, Pak. Bapak ngga lihat hidung anak saya sampai patah gara-gara di pukul Aslan," seru salah satu orang tua murid.

Bang John langsung melirik sinis padanya. "Masih bagus cuma hidungnya yang patah. Padahal Aslan bisa aja matahin tangan atau kakinya."

Orang tua murid itu menelan ludahnya setelah mendengar ucapan Bang John. Begitu pula dengan anaknya yang berdiri di belakangnya.

"Semua yang bersalah akan saya hukum," sahut Kepala sekolah. "Saya tidak ingin sekolah ini dicap sebagai sekolah yang melindungi pelaku perundungan."

"Nah, bagus," timpal Bang John.

"Jadi, lebih baik sekarang kita bubar. Setelah saya berbicara dengan murid-murid lain, baru saya akan menentukan apa hukuman yang pantas buat semuanya," ujar Kepala sekolah.

Para orang tua murid nampak tidak terima dengan keputusan Kepala sekolah. Namun, mereka memilih untuk diam dan segera berpamitan pada Kepala sekolah sambil menggandeng anak mereka masing-masing.

Tidak terkecuali Aslan, Bang John dan Ayah Aslan. Ketiganya keluar bersama dari dalam ruang Kepala sekolah.

Murid-murid yang tadi masuk ke dalam ruang Kepala sekolah ikut berpamitan untuk kembali ke kelas, namun Kepala sekolah menahan mereka. Saat itu juga, Kepala sekolah ingin mendengarkan pernyataan murid-murid tersebut agar permasalahan ini bisa segera diluruskan.

-----

"Makasih banyak, Bang," ujar Aslan pada Bang John.

Bang John menganggukkan kepalanya. "Emang kenyatannya lu yang jadi korban mereka. Gue cuma bantu sebisanya aja."

"Terima kasih Abang mau membantu Aslan," ujar Ayah Aslan.

Aslan mendengus kesal sembari melirik ke arah ayahnya. "Harusnya Ayah yang begitu, bukan Bang John." Ia menggebrak meja kantin tempat mereka duduk dan pergi meninggalkan ayahnya bersama Bang John.

Bang John menghela napas panjang. Ia kemudian berdecak pelan. "Anak remaja emang suka gitu," ujarnya sambil tertawa pelan.

Ayah Aslan hanya tertunduk melihat Aslan yang pergi meninggalkannya. Ia menatap Bang John dan tersenyum simpul. "Memang saya yang salah. Saya ngga pernah membela dia karena saya terlalu takut. Saya merasa, akan percuma melawan mereka mempunyai uang. Sementara saya--" Ayah Aslan tertawa getir. "Saya cuma orang tua tunggal dan cuma pekerja serabutan. Kalau bukan karena Aslan dapat beasiswa, saya ngga mungkin sanggup biayain dia sekolah sampai SMA."

Bang John manggut-manggut mendengar perkataan Ayah Aslan. "Mulai sekarang, Bapak ngga perlu takut menghadapi orang-orang seperti tadi. Bapak lihat, kan, para orang tua yang tadi membela anaknya meskipun anaknya bersalah. Harusnya Bapak lebih berani untuk membela Aslan karena sebenarnya dia yang jadi korban."

"Persoalan uang selalu membuat saya rendah diri. Istri saya bahkan pergi meninggalkan saya karena saya tidak memiliki apa-apa." Ada sedikit kegetiran dalam kalimat yang diucapkan oleh Ayah Aslan.

Bang John menepuk bahu Ayah Aslan. "Ini bukan perkara uang. Saya pun ngga punya banyak uang. Ini perkara keberanian untuk membela seseorang yang kita sayangi. Bapak sayang sama Aslan, kan?"

Ayah Aslan menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Tinggal dia satu-satunya yang saya miliki."

"Kalau begitu, Bapak harus berani untuk melindunginya. Jangan sampai Aslan merasa kalau Bapak tidak menyayanginya hanya karena Bapak tidak pernah membelanya."

"Sekali lagi terima kasih," ujar Ayah Aslan.

Bang John mengangguk sembari tersenyum. "Saya juga akan melindungi Aslan. Karena menurut saya, dia anak yang spesial dan sangat berbakat."

"Apa itu alasannya Abang mengajarkan tinju ke dia?" tanya Ayah Aslan.

Bang John menggeleng. "Kegigihan Aslan yang bikin saya tertarik untuk mengajarkan tinju ke dia. Setelah mengajarinya, saya baru sadar kalau dia juga berbakat." Bang menatap Ayah Aslan. "Bapak ngga keberatan, kan, kalau saya arahkan Aslan untuk jadi petinju profesional?"

"Selama itu baik untuk Aslan, saya tidak keberatan," jawab Ayah Aslan sambil tersenyum simpul pada Bang John.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Nächstes Kapitel