webnovel

BAB 75. LEGA

Aku merasakan tangan seseorang menyentuhku. Tapi itu bukan tangan Aryo. Aku sangat takut.

"Tidak!" batinku. "Bukan ini akhir yang kuharapkan."

Dia kembali menyentuh nadiku.

"Harusnya dia sudah siuman, ndoro."

Dia berbahasa Jawa seperti Aryo.

"Nadinya sudah normal. Dia harusnya sudah baik-baik saja." ucap suara wanita itu.

Aku mengerjap. Membuka mataku pelan-pelan. Seorang wanita paruh baya dengan memakai pakaian khas Jawa duduk disebelahku. Melihat kearahku.

Dimana ini? Ini bukan pondok tempatku dan Aryo.

Apakah aku melintasi dimensi waktu lagi?

Sial!

"Noni!" panggil wanita itu kepadaku.

Aku masih dipanggil Noni. Artinya ada kemungkinan aku masih ada di dunia Aryo.

"Margaret!"

Akhirnya suara yang sangat kuinginkan untuk kudengar, menyebut namaku.

Aku lega. Aku masih disini.

Aku takut. Aku sungguh takut. Aku takut kehilangan Aryo.

Badanku gemetar.

"Noni! "

Suara wanita itu tampak panik.

"Margaret!"

Itu suara Aryo. Kulihat wajahnya begitu dekat. Aku segera menariknya dalam pelukanku dan aku menangis.

"Margaret?"

Aku menangis. Lenganku masih melingkari lehernya. Aku takut kehilangan Aryo. Aku takut tidak bisa melihatnya.

Aku takut belum sempat melahirkan anak kami.

Aryo mengelus kepalaku. Mendekapku dan menarik tubuhku dalam pangakuannya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya lirih.

"Aku takut.." jawabku.

"Aku disini. Jangan takut. Aku bersamamu. Tidak akan ada yang menyakitimu"

Aku mengangguk. Tapi bukan ketakutan itu. Aku hanya takut tidak bisa lagi melihatnya. Aku takut kehilangan Aryo.

Aryo dengan pelahan melepaskan pelukanku dan meletakkan tubuhku kembali diatas pembaringan.

"Biar Nyi Tirah memeriksamu." katanya kepadaku.

"Aku baik-baik saja, Aryo." bantahku. Kugenggam tangannya seakan takut aku tidak bisa menggenggam tangan itu lagi.

Aryo tersenyum kepadaku. Senyum yang selalu membuatku kehilangan kewarasanku. Senyum indah yang jarang sekali muncul dari bibir tipis itu.

"Kau memang harus baik-baik saja." ucapnya.

Matanya yang penuh cinta memandangku. Meneguhkan setiap risauku. Meluruhkan rasa takutku.

Aku mencintai pria ini. Sepertinya aku akan mencintainya seumur hidupku.

"Dia hanya perlu istirahat, ndara." ucap wanita paruh baya yang dipanggil Nyi Tirah.

"Terimakasih Nyi."

Aryo menerima cangkir kecil dari tangan Nyi Tirah.

"Minumlah..."

Aryo membantuku untuk duduk.

"Apa ini?" tanyaku. Aroma minuman itu menusuk. Ada bau harum yang aneh. Dengan warna mirip cola. Tapi jelas sekali ini bukan cola maupun sejenisnya.

"Minumlah.." perintah Aryo sekali lagi. "Ini akan membuat tubuhmu lebih sehat."

Aku menurut dan meminumnya.

Rasanya lebih buruk dari aromanya.

Sial!

Apakah minuman para inlander selalu harus seperti ini. Ini sama sekali tidak enak. Walaupun tidak terlalu pahit. Tapi rasanya benar-benar sangat tidak enak bagiku.

"Habiskan."

Yang benar saja! Untuk meminumnya hingga separuh aku sudah sangat berusaha.

Aku memberengut.

"Ini tidak enak!"

Aryo tertawa. Dan mengelus wajahku dengan lembut.

"Istriku yang cantik. Minuman ini kami sebut jamu. Memang rasanya mungkin tidak enak. Tapi ini memiliki khasiat untuk menyehatkan tubuhmu." katanya. "Habiskanlah.."

Aku menggeleng. Minuman ini bahkan lebih buruk daripada minuman dari pak tua. Dan kenapa cangkirnya harus sebesar itu?

Aryo benar-benar memaksaku. Aku tidak punya pilihan selain meminumnya hingga habis.

Aku mengernyitkan dahiku menahan rasa yang menjalari lidahku.

Aryo tertawa melihatku.

"Dengan ekspresi apapun kau tetap cantik.."

Ah, apakah dia merayuku agar aku mau meminum habis cairan itu?

Aku menunjukkan ekspresi kesal kepada Aryo.

"Ini tidak enak!" ucapku kesal.

"Nanti akan aku carikan minuman yang enak." katanya lirih di telingaku.

Desah nafasnya yang hangat menerpa telingaku. Membuat dadaku berdesir.

Sial!

Bahkan nafasnya membuatku terangsang. Aryo benar-benar membuatku gila. Aku bahkan baru saja siuman. Rasanya aku sudah ingin bercinta dengannya.

Kutegak habis minuman itu tanpa menyecapnya dengan lidahku. Aku tidak ingin merasakannya.

"Berikan aku air putih!"

"Apakah semengerikan itu rasanya?"

Aku mengangguk. Ini sangat mengerikan.

Aryo menyesap sisa minuman itu.

Wajahnya tampak biasa saja.

"Ini tidak terasa begitu buruk." katanya

Bibirku semakin mengerucut. Aku kesal.

"Ini sangat buruk!"

Aryo tergelak melihat ekspresi wajahku yang kesal.

"Baiklah istriku yang cantik. Lain kali biar dibuatkan yang lebih enak."

Aryo beranjak dari pembaringanku.

"Tunggu. Jangan tinggalkan aku." rengekku.

"Istriku yang cantik. Aku akan segera kembali."

Nächstes Kapitel