webnovel

BAB 29 DHAYU

Aku dihadapkan pada pilihan yang sulit. Daniel benar-benar brengsek.

"Daniel!" hardikku. "Jangan pernah kau berpikir untuk melakukannya!"

"Kenapa?" tanyanya sambil tertawa mengerikan. "Lalu... Apakah artinya kau akan menuruti kemauanku?"

Aku memejamkan mataku. Semua pilihan itu sama-sama mengerikan.

Aku membuka mataku lagi dan melihat Daniel tersenyum puas kepadaku.

Daniel mencengkeram lengan Dhayu. Dan menariknya dalam pelukannya.

Dhayu menatap kearahku. Wajahnya tampak ketakutan. Bibirnya bergetar. Dia tahu apa yang akan terjadi pada dirinya.

"Jangan membawanya dalam masalah kita! Lepaskan dia! Biarkan dia keluar." ucapku dengan keras.

Daniel sepertinya paham betul bahwa Dhayu sangat berharga untukku.

Daniel menarik tubuh Dhayu lebih erat.

"Untuk menggantikanmu sementara, gadis ini juga tidak masalah."

Senyuman Daniel menghilang dari wajahnya, saat aku berusaha menarik tubuh Dhayu darinya.

"Cukup Daniel!"

Daniel mencengkeram pundak Dhayu cukup kuat. Aku bisa mendengar Dhayu mengaduh kesakitan saat aku menarik tangannya.

"Dhayu..." suaraku tercekat. Aku semakin merasa bersalah kepada gadis kecil itu.

Daniel dengan sangat kasar menarik wajahnya. Seringai Daniel semakin mengerikan.

"Bagaimana?" tanyanya

Daniel menekankan hidungnya di sepanjang sisi wajah Dhayu. Dhayu memejamkan matanya dengan tampak ngeri.

"Cukup Daniel!"

Aku sekali lagi menarik lengan Dhayu. Kali ini Daniel membiarkannya.

"Kamu keluar." perintahku kepada Dhayu.

Daniel hanya memandangiku. Dia beranjak dan duduk di sebuah kursi besar di dekat jendela.

Aku begitu tegang. Tanganku terasa dingin.

"Besok kita akan pergi." kata Daniel tiba-tiba.

Kemana?

Tapi aku tidak ingin mencari masalah dengan menanyakan pertanyaan itu.

"Aku tidak tertarik untuk kemanapun." timpalku tanpa memandangnya.

"Lalu apa yang membuatmu tertarik?"

Tiba-tiba dia sudah berada di belakangku dan memeluk pinggangku.

Tentu saja aku tertarik untuk kembali pada Aryo. Apa perlu aku menjawabnya dengan sangat keras.

Tidak ada seorangpun yang dapat memberiku informasi tentang Aryo. Bahkan akses ke Papa pun sangat dibatasi oleh Daniel.

"Kali ini kau akan sangat tertarik." bisiknya di telingaku.

Bibirnya yang terasa panas menyentuh telingaku. Ada perasaan ngeri yang tidak dapat kujelaskan.

Aku tetap menutup mulutku. Aku tidak tertarik dengan acara jalan-jalan atau apapun semacamnya.

"Persiapkan saja dirimu, Nyonya de Bollan." ucapnya lagi. Kali ini bibirnya benar-benar menempel pada daun telingaku.

Dia mengecupnya. Aku gemetar dengan perlakuannya. Lidahnya memainkan daun telingaku. Aku memejamkan mataku. Tubuhku kaku. Daniel mengeratkan pelukannya. Tangannya bergerak dari perutku menuju ke dadaku. Dia meremas dadaku.

Aku memekik tertahan kerena merasa sakit.

"Cukup Daniel. Aku mohon..."

"Bagaimana mungkin kau menolakku? Sedang aku adalah suamimu."

"Tidak.... Daniel, aku mohon. Ini kesalahan. Aku minta maaf. Aku tidak pernah ingin membohongimu. Bahkan aku terus menolak pernikahan kita. Hingga hari H kita menikah."

Tiba-tiba dia membalikkan tubuhku menghadapnya. Dicengkeramnya kedua pundakku. Aku mengernyit kesakitan. Tapi Daniel seakan tidak peduli.

"Apa kau pikir maafmu cukup?"

Dia dekatkan wajahnya hingga hidung kami bersentuhan. Aku berusaha menarik wajahku mundur untuk menghindari dia mencium bibirku.

Seketika matanya menjadi beringas.

"Kau! Wanita sial!" hardiknya. "Aku benar-benar tidak bisa bersabar lagi!"

Dihempaskan tubuhku. Aku tidak mampu menguasai kakiku. Aku terjatuh dan punggungku membentur kaki tempat tidur.

Daniel bergegas meninggalkan kamar. Dia kembali dengan dua orang pria dan seorang.... Dhayu.

Ya Tuhan!

Daniel membawanya kembali. Seorang pria bertubuh besar memenangi lengan Dhayu yang mungil.

Daniel berjalan terus kearah jendela dan duduk di kursinya sebelumnya. Ada senyum mengerikan di wajahnya.

Aku masih belum dapat memahami situasi ini.

"Aku tidak bisa melakukannya dengan inlander jorok seperti dia. Aku tidak menyukai pelacur kotor!" ucapnya dengan kasar.

Lalu apa yang akan dia lakukan?

Aku memandang kearah dua orang pria disebelah Dhayu.

"Seret ja mevrow kemari!" perintahnya.

Seorang pria mendekatiku.

Aku masih terduduk di bawah ranjang. Awalnya dia ragu-ragu untuk berbuat kasar kepadaku. Tapi karena Daniel berteriak lagi kepadanya, dia akhirnya menarik lenganku.

"Nyonya... Maafkan aku." ucapnya lirih.

"Sial! Apa yang kau tunggu?! Seret dia kemari!" seru Daniel kepadanya.

Pria itu menarik lenganku dengan kuat dan membawaku kepada Daniel.

Daniel menarik tubuhku begitu jarak kami cukup dekat. Dan membawaku ke pangakuannya. Lengannya melingkari pinggangku. Sebelah tangannya meraih wajahku dan mencengkeramnya dengan kuat. Dan dia berkata kepadaku, "Lihat baik-baik. Jangan berkedip. Aku tidak ingin kamu melewatkan pertunjukan ini."

Daniel mengarahkan wajahku pada Dhayu dan dua orang bawahannya.

Cahaya di kamar itu tidak terlalu terang, tapi aku masih dapat melihat jelas bagaimana ekspresi Dhayu.

Daniel terkekeh mengerikan. Bibirnya masih menempel di telingaku. Sesekali lidahnya menjulur, menjilati daun telingaku. Aku merasa risih sekali dengan kelakuannya. Tubuhku kaku.

"Perkosa inlander itu!" perintahnya kepada kedua pria itu.

Aku menoleh kearah Daniel dengan tidak percaya atas apa yang kudengar. Daniel benar-benar bajingan brengsek.

Ah, rasanya kedua kata itu bahkan tidak dapat menggambarkan betapa aku muak dengannya.

"Kau gila!" umpatku

Salah seorang pria berusaha menarik pakaian Dhayu, dan seorang lagi memegangi lengannya.

Aku berusaha berontak. Sekuat tenaga aku berusaha melepaskan diriku dari Daniel. Tapi semakin aku bergerak, semakin kuat dia menarikku.

"Jangan menekan perutku!" sentakku. "Itu sakit sekali!"

Aku khawatir tekanan itu akan melukai sesuatu yang sedang tumbuh dalam kandunganku. Dan aku belum bisa mengatakannya kepada Daniel. Aku khawatir dia akan mencelakakannya, jika tahu.

Dhayu berontak tanpa suara. Aku yakin dia sedang menangis.

Dan itu membuatku semakin merasa sakit.

Dhayu berusaha melindungi tubuhnya, saat seorang pria menekannya ke lantai, menarik kakinya agar terbuka. Dia menyentak-nyentakkan kakinya. Tapi kekuatan dua orang itu jauh lebih besar daripada seorang gadis kecil macam Dhayu.

"Daniel... Aku mohon... Hentikan ini!" raungku kepadanya. "Daniel, aku mohon.... Tolonglah... Jangan lakukan ini."

Aku tidak mampu menyaksikan teriakan kesakitan Dhayu saat salah seorang pria akhirnya berhasil memasukinya.

"Jangan menoleh!" geram Daniel. "Lihatlah akibat perbuatanmu!"

"Aaahhhh.....!!" Aku berteriak histeris.

Aku tidak mampu melihat itu semua. Aku tidak pernah hidup dalam kekerasan. Aku selalu membenci kekerasan.

Aku meronta diatas pangkuan Daniel. Aku tidak mempedulikan lukaku. Bahkan perut yang harus kulindungi. Aku hanya ingin menolong Dhayu, melindunginya. Aku menangis karena sekali lagi membuatnya menderita.

Perilaku brutal yang terpampang dihadapanku begitu mengerikan bagiku. Mereka memperlakukan gadis kecilku dengan sangat kasar.

Aku menjerit histeris. Aku menangis. Pertunjukan didepanku terlalu mengerikan bagiku. Aku berusaha memejamkan mataku dalam histeriaku. Daniel mengetahui bahwa aku tidak ingin menyaksikan hal itu. Dia memaksaku. Berteriak kepadaku untuk membuka mataku.

"Atau kucongkel matamu!" sentaknya.

Dia seperti monster. Begitu menakutkan.

Setelah beberapa waktu tubuh mungil itu tak lagi bergerak liar. Dia tidak lagi berontak.

Apakah Dhayu sudah mati?

Ya Tuhan!!!

Apakah artinya aku sudah menyebabkan kematiannya?

"Hentikan mereka, Daniel!" seruku. "Dhayu akan mati! Aku mohon cukup, Daniel." ratapku

Daniel menyeringai.

"Apakah kamu akan menurutiku jika aku menurutimu?" tanyanya sambil tersenyum sinis.

Aku tahu betul apa yang diinginkan. Jika tidak kuhentikan, Dhayu akan benar-benar mati.

"Daniel, aku mau..."

Nächstes Kapitel