webnovel

BAB 19 HAMIL

"Apa?!"

Leherku rasanya seperti tersedak.

"Apa dokter yakin?" tanyaku

Ada perasaan aneh menjalari dadaku. Perasaan bahagia bercampur ngeri.

"Justru itu." balas Dokter Hoog ragu-ragu. "Sepertinya aku salah diagnosis. Maafkan saya gadis kecil. Jangan khawatir, mungkin ini hanya perubahan hormon karena cuaca. Aku akan beri obat untuk mengatasinya."

Mengatasinya? Seperti apa? Apakah semacam obat penggugur kandungan?

Bagaimana ini?

"Eemmm.. apakah Papa tahu?" tanyaku pelahan.

"Ya... tentu saja Tuan van Jurrien tahu. Dia memintaku untuk mencarikan obat terbaik untukmu."

"Dokter, bisakah kita bicara sesuatu tanpa melibatkan Papa?"

"Apa maksudmu, gadis kecil?"

"Aku akan mengatakan sesuatu kepadamu. Nanti biar aku sendiri yang memberitahu Papa, oke?"

"Aahh.. kau membuatku khawatir, Nak."

"Dokter, aku sudah menikah. Mungkin aku memang hamil. Coba pastikan hal itu."

"Aahhh.... saya tidak tahu bahwa Tuan de Bollan sudah menikahimu. Kapan kalian menikah? Kenapa harus menunggu dua minggu lagi untuk hari pestanya?"

Apa maksudnya? Aku bingung.

"Tunggu.. Dokter Hoog, aku tidak menikah dengan Tuan de Bollan."

"Apa maksudmu?" tanyanya

"Aku sudah menikah, bukan dengan Tuan de Bollan, tapi dengan seorang inlanders."

"Apa?!" serunya terkejut. Lalu dia tampak merenung, sebelum melanjutkan berbicara, "Apakah pria yang kemarin bertengkar hebat dengan Tuan van Jurrien?"

Apa Aryo sudah menyusulku? Aku kemarin belum sadarkan diri. Papa sudah mengusirnya. Apakah dia menyerah? Tidak mungkin. Aku tahu dia mencintaiku.

Aku kalut dalam pikiranku. Jika diagnosis Dokter Hoog benar, maka berarti ada anak Aryo dalam rahimku.

Ada perasaan senang karena ini adalah hal yang sangat diinginkan Aryo. Dia pasti sangat bahagia seandainya tahu aku mengandung anaknya.

Aku membelai perutku yang masih rata.

Apa benar ada kehidupan disana?

Bagaimana aku memberitahunya?

Aku harus kabur dari rumah ini. Sebelum Papa menikahkanku dengan Daniel de Bollan sialan itu.

Sore itu Papa dan Tuan de Bollan berada di ruang kerja Papa. Aku mendekat pelahan untuk menguping pembicaraan mereka. Tanpa Dhayu, aku benar-benar sendiri. Tidak ada lagi orang yang kupercaya untuk mendapatkan informasi buatku.

"Dia akan setuju. Tuan de Bollan tidak perlu khawatir. Gadis akan menolak diawal, tapi selanjutnya dia akan menurut."

"Baiklah Tuan, saya serahkan padamu." timpal Daniel

"Semua persiapannya sudah siap. Dua minggu lagi, dia akan memakai gaun pengantinnya untukmu."

"Apa yang bisa saya bantu?" tanya Daniel. "Bagaimana dengan pria itu? Apa betul dia kekasih Margaret?"

"Itu tidak benar. Mereka hanya cukup dekat. Tapi tidak perlu khawatir. Aku sudah menyingkirkannya." jawab Papa.

Apa yang terjadi? Apa yang dilakukan Papa kepada Aryo?

Ya Tuhan!

Papa tahu aku sudah menikah dengan Aryo. Papa tahu aku hamil. Papa ingin membuang anak Aryo dan menikahkanku dengan Daniel.

Tubuhku seketika lemas. Kakiku tidak mampu lagi menumpu. Aku jatuh terduduk. Aku menahan tangisku sekuatnya.

Apa yang harus aku lakukan?

Aryo dimana kamu? Apa yang terjadi?

Tidak mungkin dia menyerah begitu saja.

Dokter Hoog kembali menemuiku. Kali ini Papa tidak ada di rumah.

"Gadis, aku hanya ingin memastikan saja." katanya kepadaku.

Guratan di wajahnya membuatnya tampak semakin tua.

"Lalu?" tanyaku ingin tahu.

"Kau benar-benar hamil." Dia menyeka keringat di wajahnya. Wajahnya penuh kekhawatiran.

"Ini obat yang diminta ayahmu."

Aku mengerutkan mulut sambil menerima botol obat dari Dokter Hoog.

"Jadi ini untuk menggugurkan bayiku?" tanyaku marah

"Gadisku... jangan marah kepadaku. Aku tidak tahu harus berkata apa. Dan dalam masalah ini aku tetap harus memberitahu Tuan van Jurrien." Dia menghela nafas panjang. "Margaret, pikirkan lagi. Ini demi kebaikanmu. Pria yang kemarin sepertinya memang pria yang baik. Tapi itu tidak cukup. Dia tidak akan punya kesempatan apapun." jelasnya.

Aku termenung membayangkan apa yang telah terjadi selama aku tidak sadarkan diri.

"Ayahmu memberitahunya bahwa kau akan segera menikah dengan Tuan de Bollan."

Tangisku pecah, "Aku tidak mau, Dokter." ucapku sambil menggelengkan kepala.

Aku menangis sejadi-jadinya. Dan kemudian duniaku gelap.

Dokter Hoog masih tetap disampingku. Dia menatapku dengan wajah sedih dan perihatin.

"Dokter..." panggilku. "Berapa lama aku pingsan kali ini?"

"Cuma sebentar... hanya sebentar.. Karenanya aku tidak meninggalkanmu. Kau harus menjaga kesehatanmu." katanya. "Apa kau yakin akan tetap mempertahankan anak ini?"

Aku mengangguk penuh keyakinan.

Dokter Hoog hanya menggelengkan kepalanya, putus asa.

"Baiklah... aku akan memberimu vitamin untuk ini."

"Terimakasih Dokter Hoog."

Aku melihat sedih botol kecil yang ditinggalkan Dokter Hoog. Isinya akan membunuh sesuatu yang tumbuh dalam tubuhku.

Aku ingin tertawa. Sungguh ironis, beberapa waktu lalu aku ketakutan setengah mati bila aku sampai hamil. Jika botol ini kupegang saat itu, pasti aku tak segan-segan menegaknya. Tapi hari ini, aku akan dengan seluruh hidupku akan mempertahankan apa yang ada di rahimku. Dia adalah bukti indahnya cinta Aryo. Ini adalah milikku dan Aryo, takkan kubiarkan siapapun merenggutnya.

Kubayangkan dia akan setampan Aryo. Memelukku dengan tangan kecilnya. Menatapku dengan mata hitam yang indah, dengan senyum yang menawan hatiku

Ya Tuhan... indah sekali.

Tak terasa air mataku berlinang. Aku bersedih untuknya. Apakah dia akan berkesempatan untuk berada di pelukan ayahnya?

Aku harus kabur dari sini. Aku harus menemukan Aryo. Aku harus memberitahunya. Dia akan bahagia. Aku tahu dia akan sangat bahagia.

Aku berkeliling untuk yang kesekian kalinya, hari ini. Aku harus mencari celah untuk melarikan diri. Tapi sial sekali, setiap aku keluar dari rumah, selalu ada dua orang pria yang msngikutiku. Kemanapun aku pergi, entah di taman, kolam dan bahkan gudang, mereka tetap di belakangku.

Kepalaku rasanya berdenyut memikirkan caraku untuk kabur.

Hari ini, aku gagal menemukan celah itu. Dengan langkah gontai aku kembali ke kamarku.

Pintu kamarku terbuka sedikit. Kandelier menyala didalam. Siapa yang didalam?

Aku membuka pintu kamarku. Kulihat sosok itu duduk diatas kursiku yang menghadap ke jendela.

"Kau?!"

Nächstes Kapitel