webnovel

Permintaan Maaf seorang Kakek

Rendi turun dari lantai dua menuju ruangan makan. Mulutnya sesekali meringis. Jasmine, anak gadis itu tenaganya benar-benar seperti tenaga laki-laki berbadan tinggi besar. Walaupun tidak menggunakan tenaga dalam tapi bisa menampar sampai bibirnya pecah. Kalau seandainya tenaga dalamnya terlatih pasti giginya akan langsung rontok. Tubuh Tinggi Rendi terlihat sangat menawan dalam balutan kaos bewarna putih. Tapi Rendi tidak menyadari bahwa di kaosnya terbercak warna darah dari bibirnya.

Begitu turun dari tangga Ia melihat saudara-saudara Sepupunya dan sepupu Jasmine sedang berkumpul sambil menikmati kopi dan cemilan ringan. Melihat Rendi turun semua mata sontak menatapnya dengan penuh minat. Dan yang terlihat pertama kali adalah bibir Rendi yang semakin merah dan bengkak. Pipi Rendi yang mulus itu terdapat gambar telapak tangan.

Jay sampai tercengang melihatnya. "Apa yang terjadi denganmu? Apa sepupuku telah menamparmu? Apa yang Kau lakukan kepadanya? Apa Kau terlalu kasar, sehingga dia tidak suka? Dan mengapa bibirmu bengkak? " Suara Jay merepet bagaikan tembakan senapan mesin. Yang lain mendengarkan sambil tertawa terbahak-bahak. Rendi malah tersenyum sambil meringis kesakitan. Ia tampak tidak terganggu oleh godaan saudara-saudaranya dan Suadara-saudara Jasmine.

"Apa bibirmu digigit oleh Jasmine karena semalam Kau menyakitinya. Sudah dibilang agar hati-hati. Ha...ha..ha.." Sandri tertawa cekakakan.

Rendi terus berjalan ke ruang makan. Ia sama sekali tidak perduli dengan ocehan suadara-saudaranya. Rendi duduk di kursi makan dan mulai membuka piring yang ada didepannya. Segala macam hidangan sudah tersedia yang memang disediakan untuk yang belum sarapan.

Apalagi dari pagi pengantinnya baru turun. Rendi mengambil setangkup roti. Ia mengoleskannya dengan selai kacang lalu mulai mengunyah dengan perlahan. Bibirnya masih terasa perih. Ia juga menuangkan susu yang ada di kotak susu ke dalam gelas. Lalu meminumnya perlahan.

"Kenapa dengan bibirmu??" Tiba-tiba ada suara didepan Rendi. Rendi tengadah melihat siapa yang berbicara. Ia tersenyum sambil berdiri dan lalu mencium tangan orang yang bersuara tadi. Ternyata yang bertanya adalah Kakeknya.

"Jatuh.." Kata Rendi pelan. "Jatuh dari mana? Kenapa ada gambar telapak tangan di pipimu?? Apa Jasmine menampar mu?" Suara Kakeknya mulai meninggi.

"Apa yang Kau bilang, Kasmita? Cucuku menampar Rendi?" Terdengar suara kakek Jasmine menggelegar di belakang Rendi. Sebelum Rendi menjawab. Kakeknya Jasmine sudah langsung meneliti wajah Rendi. Mukanya langsung memerah karena marah.

"Dasar Kurang ajar, Akan kuhajar dia. Suami sendiri ditampar sampai memar begini. Awas Kamu yah..Jasmine"

Melihat Kakeknya Jasmine hendak pergi memarahi Jasmine. Rendi segera bangkit dan menghalangi.

" Maafkan Saya Kakek. Mohon Kakek jangan salah paham. Pipi saya bengkak memang ditampar Jasmine tapi bukan karena Jasmine marah. Tapi semalam Ia melihat ada nyamuk hinggap di pipi saya dan dia membunuh nyamuk itu dengan telapak tangannya. Kakekkan pasti tahu kalau cucu Kakek itu ahli Karate. Sehingga tamparannya langsung berbekas"

"Mengapa Kamu berbohong Nak??" Tanya Kakek Jasmine sambil menatap Rendi.

Rendi tersenyum. "Maafkan saya Kakek. Jasmine adalah istri saya sekarang. Berarti dia sudah menjadi tanggung jawab Saya. Apapun tingkahnya biarlah saya yang coba meluruskannya. Kakek jangan terlalu memikirkannya lagi. Karena kesehatan Kakek lebih penting."

Kakeknya Jasmine dan Kakeknya Rendi saling tatap. Mereka kemudian berlalu diam-diam dari hadapan Rendi. Dibelakang Rendi masih mendengar mereka berbicara dengan suara sedikit keras.

"Apa Kau tahu kalau ternyata Cucumu begitu galak? Ia menampar cucu kesayanganku. Kau lihat, pipi cucuku yang mulus jadi memar begitu" Kakeknya Rendi morang-maring.

"Aku minta maaf atas nama cucuku, Kasmita. Tapi Aku benar-benar salut pada cucumu. Aku merasa beruntung memilikinya sebagai cucu menantu ku. Ia sangat dewasa dan baik. Terima Kasih Kau sudah merelakan Cucumu untuk cucuku"

Sebenarnya Kakeknya Rendi mau mengomeli sahabatnya karena kelakuan cucunya, tetapi melihat wajah Sahabatnya yang begitu berbahagia karena mendapatkan Rendi sebagai menantu Jasmine. Kemarahannya jadi hilang.

Rendi menggelengkan kepalanya. Persahabatan yang sungguh mengharukan sekaligus menyebalkan. Gara-gara persahabatan mereka Rendi harus menanggung akibatnya. Tapi Rendi menerimanya dengan ikhlas. Mungkin sudah takdirnya seperti ini. Rendi bangkit dari kursinya lalu melangkah keluar menuju taman. Ia mengeluarkan rokoknya dan mulai merokok.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. "Bolehkah Aku duduk menemani mu?"

Rendi menoleh, Dilihatnya Jay yang menggodanya tadi. Rendi menghela nafas. Mau menolak tapi rasanya tidak enak. Jadi Ia mengangguk dan menggeser duduknya. Rendi menyodorkan bungkus rokoknya, Jay mengambilnya satu batang, menyalakannya lalu menghisapnya dengan nikmat.

Mereka terdiam sesaat. "Aku adalah saudara sepupunya Jasmine. Walaupun Kami tidak terlalu dekat tetapi Aku mengikuti kisah hidupnya dari Kakek. Aku tidak bisa mendampinginya tumbuh karena Aku kuliah di Luar Negeri dan lalu mengurus perusahaan Kakek yang ada di Singapura.

Jasmine tumbuh tanpa belaian kasih sayang Ayah dan Ibunya. Sedangkan Kakekku juga bukan orang yang tidak memiliki kesibukan. Aku tahu tingkahnya sedikit liar. Dan Aku tahu bahwa dia memiliki keahlian bela diri yang cukup kuat untuk membuat sepuluh pria dewasa babak belur."

Rendi terdiam mendengarkan. Ia menghembuskan asap rokoknya dengan perlahan mempermainkan asap yang keluar dari mulutnya. Jay melirik dengan penuh minat dan kagum. Wajah itu begitu tampan dan tenang. Kalau Ia jadi Rendi pasti Ia sudah kabur daripada menikahi sepupunya yang memiliki peringai seperti preman pasar. Tapi Rendi malah bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal jelas-jelas Luka dibibirnya pasti akibat tamparan Jasmine.

Nächstes Kapitel