webnovel

Pesta Ulang Tahun

Rendi berjalan masuk ke kantor tempatnya bekerja. Kemeja lengan panjang berwarna biru muda, Jas dan celana panjang bewarna biru tua tampak pantas dikenakan olehnya. Sepatu pantofel pria bewarna hitam menambah elegan penampilan Rendi. Rambutnya terpotong rapih.

Kulitnya sangat putih seputih salju membungkusi sosok tubuh yang tinggi menjulang dengan berat badan yang proporsional. Wajahnya sangat tampan dengan bibir ikal kemerahan. Matanya tajam dengan bulu mata yang panjang. Dadanya bidang sangat menawan. Ia membuat jatuh hati semua gadis. Tidak ada yang tidak menyukai Rendi. Si tampan nan baik hati.

Ia berjalan santai ke arah ruangannya. Beberapa Karyawan yang berpapasan dengannya menganggukan kepalanya dengan hormat. Rendi tersenyum ramah membalasnya.

"Pagi Pak!! Hari ini apa kita jadi pergi meninjau proyek apartemen di Jalan Patimura?" Tanya seorang pria berambut cepak setelah memberi hormat. Rendi hanya mengangkat alisnya lalu berkata, " Ya..nanti siang. setelah Aku mempelajari dulu proposal yang diberikan perusahaan Sieta kemarin. Oh ya panggilkan Amora ke ruanganku sekarang!"

Ia melihat Amora sekertarisnya tidak ada ditempat. Pasti tuh makhluk lagi bergosip dibagian Keuangan. Sekertarisnya itu kadang suka kesana kemari kalau Ia sedang tidak ada ditempat. Untungnya kerjanya sangat bagus dan sangat teliti sehingga Ia masih perlu dengan tenaganya.

"Siap Pak" Anton memberi hormat lagi sebelum Ia berlalu. Ia segera mencari Amora sekertarisnya Rendi.

Rendi masuk ke ruangannya. Udara sejuk langsung menerpanya. Ia duduk setelah sebelumnya meraih segelas teh manis hangat. Ia lalu meminumnya dengan penuh kenikmatan. Kepalanya sedikit pusing karena sudah beberapa hari ini tidurnya agak terganggu. Ia menyalakan komputernya untuk membuka email yang masuk kedalam inboxnya. Ia lebih suka melihat email di inboxnya daripada perangkat lain.

Terdengar pintu diketuk dari luar. Suara berat keluar dari bibirnya yang ikal kemerahan. "Masuk!!"

Tampak seorang gadis masuk mengenakan pakaian formil bewarna coklat muda. Wajah cantiknya bersemu kemerahan. Ia selalu gagal fokus terhadap atasannya ini. Apalagi kalau sedang mengenakan stelan warna biru-biru. Ketampanannya semakin terpancar. Siapa yang menyangka pria tampan ini seorang presiden direktur. Ia lebih mirip bintang sinetron daripada seorang atasan yang memiliki banyak anak perusahaan.

Rendi menatap gadis yang ada didepannya. Ia melihat pipi yang kemerahan. "Mengapa Kau hanya berdiri saja? Kemarikan proposal yang kemarin. Aku ingin melihatnya lagi." Suara Rendi yang tajam membuat nyawa Amora langsung serasa melayang terbang.

"Eh.. iya Pak. Ini..." Kata Amora sambil meletakkan di depan Rendi. Rendi langsung meraihnya.

"Pergilah.." Kata Rendi sambil mengibaskan tangannya menyuruh Amora keluar. Amora cemberut sambil keluar. Ia keluar sambil sengaja berjalan sangat lambat. Berharap Rendi berubah pikiran dan memanggilnya. Tapi harapan itu sia-sia. Karena Rendi malah asyik tenggelam dalam berkas-berkasnya.

Tapi kemudian. "Amora!!" Rendi memanggilnya. Amora langsung mengguman dalam hati 'Yess...' Dengan wajah sumringah. Ia lalu membalikkan badannya dengan penuh keanggunan. "Ya Pak..." Katanya dengan suara dibuat semerdu mungkin. Matanya berbinar-binar menatap Rendi. Wajahnya bagai lampu neon seribu Watt. Terang benderang menerangi seluruh alam semesta.

"Suruh Bi Siti membuatkan kopi untukku.." Kata Rendi sambil tetap membaca berkasnya. Wajah girang Amora langsung hilap lenyap ditelan bumi. "Siap Pak..." Katanya sambil kembali pergi. 'Sial...Aku kira dia minta aku temani buat mempelajari berkas.." Amora bersungut-sungut kesal.

Rendi mendengar Amora mengguman. "Ada yang ingin kau sampaikan?" Katanya sambil mengerutkan keningnya.

Amora langsung pucat. "Eh..tidak pak..permisi Pak.." Kata Amora sambil segera pergi keluar. Rendi heran melihat tingkah laku bawahannya itu. Tapi Ia segera tidak memperdulikannya. Ia kembali mempelajari berkas-berkasnya.

Kasus pembebasan tanah untuk pembangunan komplek perumahan mewah sudah dua Minggu Ia tangani, hanya saja belum ada perkembangan yang berarti. Ia menjadi heran karena Ia sudah menyuruh pegawainya untuk memberikan ganti rugi yang sesuai tetapi kenapa masih sulit. Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Makanya Ia harus turun tangan sendiri untuk melihat.

Kopi yang dibuatkan oleh Bi Siti pegawai bagian dapur sudah lama habis. Ia lalu berdiri dan berjalan menuju jendela. Rendi menyalakan sebatang rokok sambil memikirkan proyeksi perusahaannya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Perutnya terasa keroncongan. Ia tidak sarapan sehingga sekarang Ia merasa sangat lapar. Perutnya jadi melilit bagai dicubit-cubit.

Gara-gara kurang tidur Ia menjadi terlambat bangun. Daripada kesiangan Ia memilih untuk tidak sarapan. Ibu tirinyanya cuma bisa pasrah melihat Rendi pergi tanpa sarapan padahal sarapan sudah tersedia.

Tiba-tiba Handphonenya berbunyi. Ia melihat ke nama yang tertera dilayar Handphonenya. "Ah...Serena, kenapa lagi dia?" Kata Rendi sambil mengangkat handphonenya. "Yah.. Assalamualaikum Serena.." Katanya memberikan salam pada adiknya.

"Waalaikumsalam, Kakak.." Terdengar suara adiknya.

"Ya..kenapa?"

"Besok malam Aku diundang ke pesta ulangtahun sweet seventeen temanku"

"Lantas kenapa?" Rendi bertanya sambil mengerutkan keningnya.

"Aku tidak diijinkan pergi oleh Ayah" Suara Serena terdengar seperti berkeluh-kesah. Tentu saja tidak akan diijinkan oleh Ayahnya. Anak cewek yang cuma semata wayang, permata hati semua orang. Mau sampai nangis kejer juga ga akan rela dilepas malam hari cuma buat ke pesta ulangtahun. Kalaupun maksa itu pesta lebih baik dipindahkan sekalian ke rumahnya.

"Terus, hubungannya denganku apa?" Rendi mulai mencium ketidakberesan.

"He...he..he...Antar Aku ke Pesta ulangtahun temanku. Kalau sama Kakak pasti boleh" Sekarang suara Serena terdengar merajuk manja.

'Masya Alloh. nih bocah, masa dia udah mau tua Bangka diminta ngantar adik bungsunya yang baru berusia 17 tahun.' Rendi sedikit ngomel-ngomel. Usianya kan udah 27 tahun. Pasnya diundang ke pesta-pesta pernikahan bukannya pesta ulangtahun tahun sweet seventeen.

"Tidak bisa Serena. Aku sibuk. Lagipula Aku ketua-an kalau harus menghadiri pesta ulangtahun kaum alay" Kata Rendi sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Iyalah....Aku tahu diri Kak. Kalau Aku memang cuma adik tirimu. Tentu saja Kau menolak untuk menemaniku" Suara Serena merajuk.

Serena sialan. Rendi mengumpat dalam hatinya. Dia pandai sekali menggunakan kelemahannya. Kalau sudah Serena mengungkit-ngungkit kalau Ia cuma adik tiri pasti saja Rendi jadi lemah. Serena memang cuma adik satu ayah beda ibu. Ibunya sendiri meninggal dunia waktu melahirkan dirinya. Dan setelah lama menduda akhirnya Ayahnya menikah lagi dengan janda beranak dua. Dan tidak lama kemudian lahirlah si bungsu Serena yang berarti anak satu ayah dengannya. Rendi sangat menyayangi Serena lebih dari apapun.

'Whatever You wantlah Serena.' Kata Rendi pasrah.

Serena terdengar bersorak gembira. Rendi mengeluh dalam hati. 'Dia yang happy Aku yang menderita.' Terbayang sudah acara tiup lilin, nyanyi-nyanyi, joget-joget ga jelas, teriakan-teriakan dan becandaan ala-ala anak SMA. Lha dia, pastinya bakalan pasrah ngejogrog dipojokan sambil bengong ngitungin cecak lewat.

Mau merokok kayanya engga lucu juga ngasih contoh yang ga bener. Mau ngobrol pasti ga akan nyambung. Kalau Ia tiba-tiba diajak bicara tentang artis Korea terbaru oleh teman-temannya Serena, Ia ga akan ngeh. Terus kalau itu para bocah diajak ngomongin saham apa yang memiliki indeks paling bagus, itu bocah pasti pada muntah-muntah karena ga paham. Rendi jadi garuk-garuk kepala tidak gatal. Beneran Rendi merasa kaya dipaksa kudu makan buah simalakama. Dimakan Ia keracunan ga dimakan Ia digebukin orang.

Serena sudah lama menutup handphonenya. Rendi masih bengong sambil memegang handphonenya. "Ya Alloh selamatkan hamba dari kekonyolan bocah-bocah Alay itu besok" Randi komat-kamit sendiri

Tidak lama kemudian pintu diketuk dari luar. "Masuk.." Kata Rendi sambil kembali duduk dikursinya.

"Pa.. bagaimana? Apa sudah siap? Kalau sudah mari kita pergi sekarang" Anton mengajak Rendi untuk pergi. Rendi melihat ke arah jamnya sudah jam 11.30. "Nanti saja badha dhuhur. Kita sholat di kantor saja dulu. oh ya tolong suruh Amora untuk membawakan Aku makan siang. Aku sudah mau tepar kelaparan" Kata Rendi sambil melonggarkan dasinya.

"Oh..ok siap Bos" Anton langsung keluar menuju ke sekretaris Rendi.

Anton melihat sekertaris Rendi yang cantik itu sedang bersolek. Ia lalu mendekatinya. "Ga usah dandan segitunya kali, Lu kan udah cantik dari Sononya. Ditempelin koyo salonpas di jidat aja masih keliatan cantik" Kata Anton sambil terkagum-kagum melihat kecantikan Amora.

Amora mendengus sebal," Emangnya gua lagi pusing pake ditempelin koyo salonpas segala. Lagian usil amat lu Ama gua. Pergi sana.."

"Emang Elu dandan buat siapa? Buat Pak Rendi yah??" Anton senyum-senyum sendiri. Sudah jadi rahasia umum kalau Amora tergila-gila sama bosnya sendiri. Sebenarnya hampir semua wanita di kantornya Rendi mengagumi sosok Rendi yang tampannya kebangetan. Selain tampan dan kaya Rendi juga ramah dan low profil. Ia Bos yang sangat baik hati dan pemurah. Makanya semua karyawan betah kerja di perusahaan Rendi. Tapi kalau yang lain pada tau diri.

Cuma Amora yang tidak mengenal putus asa. Ia merasa Bosnya itu bagai layang-layang putus yang harus dikejar. Apalagi Ia tahu sejak Ia kerja disini Ia tidak pernah melihat ada wanita yang masuk ke ruangan Rendi selain mitra bisnisnya. Rendi masih single. Single Forever sampai Rendi akan luluh dalam pelukan Amora.

Amora tambah cemberut, "Sana ah, rese banget" Amora membuang mukanya. Bibirnya yang seksi itu sampai manyun-manyun saking kesalnya.

Anton tertawa terbahak-bahak hingga beberapa orang yang kebetulan sedang ada disekitar ruangan Rendi langsung memalingkan wajahnya. Ups...Rendi menutup mulutnya. Ia segera pergi sambil berkata. "Ambilkan makan siang Pak Rendi, Beliau udah kelaparan."

"Apa?? Kenapa Kau baru bilang. Aduh Pak Rendi kasian. Jangan takut Pak, I'm coming" Katanya sambil berlari ke arah kafetaria untuk mengambil makan siang Rendi. Anton melihat sambil menggelengkan kepalanya. Dasar sekertaris ganjen. Tapi Amora ini cuma ganjen ke Rendi doang kalau ke pegawai laki-laki lain Ia judesnya minta ampun. Udah kaya induk macan lagi beranak, bawaannya pengen nyakar melulu.

Tapi begitu didepan Rendi, wajah judesnya berubah menjadi wajah lembut nan berseri-seri. Mata berbinar penuh ekspresi kebahagiaan. Rendi sudah bagaikan candu bagi Amora. Makin ditatap makin membuat Ia Fly so high.

Nächstes Kapitel