webnovel

Pulang

Keenam orang yang sedang asik menikmati liburanya itu sudah berada di bandara udara Surabaya, yaaa mereka harus mempercepat kepulangan dari jadwal liburan kali ini karena ada klien Ryuji yang datang dari Cina.

Pertemuan bisnis telah diatur maka tak ada pilihan lain selain pulang ke Jakarta lebih cepat, jadwal berlibur yang di percepat sudah pasti membuat hati para kaum wanita kecewa terutama Safira.

sejak perjalanan dari Malang ke Surabaya tak terlihat senyum manis diwajah cantik Safira, wajahnya murung, cemberut dan enggan menatap wajah suaminya. jika Safira marah sudah pasti lelaki yang biasanya bersikap dingin itu berusaha keras membujuk sang istri walau tak ada respon positif yang didapatnya.

dua jam terbang di antara langit bumi khatulistiwa ini, Ryuji dan rombonganya telah sampai di Jakarta. mereka berpencar kembali ke rumah masing- masing kecuali Ryuji dan Jacky karena keduanya harus bergegas kembali ke kantor, kedua pria tampan itu duduk santai menikmati alunan musik dari radio mobil Alphard warna putih milik Safira.

"Ryu.... kau ingat mengapa aku berdiam diri di teras rumah saat kita akan pergi ke gunung??" tanya Jacky memecah kebisuan diantara keduanya.

Ryuji menganggukkan kepalanya, sorot matanya kini berpindah menatap Jacky setelah sebelumnya asik dengan ponsel di genggamanya.

"aku merasa ada yang tidak jelas dengan Arthur, maaf kalau mungkin ini akan membuatmu marah tapi aku merasa Arthur memberi perhatian lebih pada kakak ipar."

Ryuji menarik nafas panjang mendengar penjelasan Jacky, sedikitpun ia tak meragukan pengamatan sahabatnya itu. terlebih Ryuji juga merasakan kebenaran akan apa yang dikatakan Jacky padanya, bahkan Silvi tidak mendapat perhatian sebesar itu dari pangeran Eropa itu.

"yaaa.... pandanganya pada Safira juga kadang membuatku hampir kehilangan kendali." ucap Ryuji.

"tapi pria aneh itu selalu memiliki alibi untuk terhindar dari kecurigaan kita?? bagaimana menurutmu??" tanya Jacky

Ryuji mengangguk senyum kecutnya terbit "ya... aku juga merasakan hal itu."

"kau tahu Ryuji, si Arthur adalah pasien dari dr. Richard, satu satunya pasien si tua bangka itu setelah ia pensiun. bukankah itu terlalu istimewa untuk seorang pangeran buangan??"

"benarkah???" Ryuji terkesiap tertarik

Jacky mengangguk tersenyum kemudian melanjutkan perkataanya. "aku bahkan sudah menghubungi beberapa temanku di Inggris dan meminta bantuan Yurin juga tapi semua mengatakan memang dr. Richard terdaftar sebagai dokter keluarga kerajaan Eropa, tapi pelayanan istimewa itu tidak pernah terjadi untuk orang buangan." kisah Jacky

awan mendung seketika menyelimuti hati Ryuji, kegelisahan tergambar jelas diwajahnya. pandanganya kosong menerawang masa depan yang tak ia ketahui, pikiranya tiba - tiba tertuju pada Safira.

"Jacky, apa menurutmu dia berbahaya untuk ku dan Safira?" tanya Ryuji

"aku tak bisa menerka apa yang ada dalam benak pria itu, tapi kau patut waspada dari segala aspek." jawab Jacky mencoba memberi saran.

"haaaah.... aku masih pusing dengan tingkah Safira beberapa hari ini yang acuh padaku, sekarang si pria phobia itu menambah fikiran ku. entah apa niat pria itu sebenarnya?" gumam Ryuji sembari merapikan jas yang ia kenakan.

****

Safira terpaksa menumpang pada mobil Silvi karena mobilnya harus mengantar sang suami kembali ke kantor menemui kliennya, sepanjang perjalanan istri pengusaha kaya itu masih membungkam bibirnya.

kemarahan pada Ryuji yang tiba- tiba memutuskan untuk pulang saat liburan baru dimulai semakin kentara, anatomi tubuhnya sulit ditebak. bentar- bentar menghentakan kaki, bentar bentar acak acak rambut, bentar bentar mukul kursi, tingkah Safira yang seperti ini justru membuat Silvi tersenyum geli.

kenangan masa lalu sebelum Safira menikahi Ryuji Tanaka hinggap dalam ingatan Silvi, yaa seperti inilah Safira manja, kalau marah selalu bertingkah gak jelas, kadang sampe mengeluarkan sumpah serapah pada orang yang membuatnya marah.

"kenapa kamu ketawa- ketawa?" bentak Safira

tawa Silvi semakin kencang di telinga Safira membuatnya mendapat serangan spontan dari sahabatnya itu.

aw... aw.....aw....

Silvi mengaduh dan menepis pukulan Safira.

"stop stop stop.... oke aku berhenti ketawanya." kata Silvi

"kamu ngeledek aku ya????" Safira memiringkan badanya menghadap Silvi, mulutnya monyong kedepan dan tampangnya sangat lucu. sekali lagi Silvi harus menahan tawa melihat tingkah sahabatnya itu.

sebelum menjawab pertanyaan Safira, Silvi membenarkan posisi duduknya. manik matanya melihat supir pribadinya sekilas memastikan sang sopir tak memperhatikan tingkahnya dan tingkah sahabatnya itu.

"aku ketawa karena lihat tingkah kamu ini Saf, jadi keinget jaman - jaman kamu masih blom jadi nyonya Tanaka." kekehnya pelan

Safira menghadiahi pelukan mesra pada sahabatnya itu setelah mendengar penjelasan Silvi, ia tak menyangka waktu sudah lama berlalu jaman sudah berubah tapi Silvi masih mengingat siapa Safira sebelum ini.

perasaan haru menyerang keduanya, serpihan masa masa indah itu perlahan bermunculan dalam ingatan mereka.

"Saf, kamu dulu kalau ngambek ya seperti ini. tapi setelah hampir dua tahun kamu menikah baru sekarang aku ketemu Safira sahabatku yang dulu " ujar Silvi lagi

kedua mata indah itu perlahan mengembun, tetesan air mata pun tak terelakan. keduanya menyelami kenangan memutar kembali memori lama yang sudah lama tak tersentuh, berbagi cerita dalam isak tangis haru.

"tapi Saf, kamu keterlaluan banget sama Ryuji. masa suami sendiri dijutekin dari kita turun gunung tadi."

mendengar nama sang suami disebut wajah Safira kembali memerah, ia mengibaskan tanganya seraya berkata " sudahlah jangan bahas dia sekarang aku males."

Silvi mengernyit tak percaya, yang ia tahu Safira sudah jatuh cinta pada suaminya bahkan Safira ingin sekali mendapat momongan darinya tapi kenapa Safira malah bersikap acuh?

"ehhh Saf, kenapa sih kamu?? kasihan tahu anak orang dah gak punya orang tua, tinggal di negri orang trus kamu istrinya malah ngejutekin dia. awas loh ntar ditinggal pulang ke gunung Fuji." kata Silvi

"ich biarin, kalau dia mau pulang ga pa pa. aku disini lebih tenang kan disini rumahku. lagian gunung Fuji udah gak anggep dia anak lagi es nya udah cair." jawab Safira asal

gelak tawa Silvi kembali menghiasi mobil BMW miliknya, kali ini Safira tak mempertanyakan alasan sahabatnya tertawa ia hanya mendengkus kesal mengingat suaminya.

"iya es nya cair kena lahar panas gunung berapi, eh Saf btw kamu lagi sakit?" Silvi mengawati wajah sahabatnya dengan seksama

"enggak." tukasnya

"tapi kamu pucet banget lo Saf, badan kamu juga anget." Silvi menempelkan kulit tepak tanganya pada leher dan kening Safira.

"aku masih hidup kaleee Sil, makanya badanku anget. kalau udah ganti nama jadi mayat baru badanku dingin, aneh deh kamu tanya nya. kalau pucet kayaknya aku kurang tidur Sil, bayangin aja kita berangkat dari Jakarta siang nyampe Malang udah sore. belum perjalanan ke penginapanya, nyampe penginapan si tuan Jepang itu minta jatah, baru tidur dua jam udah dibangunin buat jalan ke puncak. dan sejak saat itu aku belum tidur lagi." jelas Safira

Silvi mengangguk angguk faham, menurutnya penjelasan ini masuk akal karena yang dia tahu sesibuk apapun Safira pasti gak mau kalau jam tidurnya terganggu. sedangkan hampir tiga hari dua malam dia kurang tidur, pantaslah jika wajahnya pucat.

"kalau gitu nyampe rumah nanti kamu langsung tidur aja Saf." saran desainer muda itu

"aku mau makan geprek dulu Sil, yuuuk makan geprek dulu aku laper." rengek Safira

"jangan ah, kamu kan punya magh. kalau makan pedes magh nya kambuh gimana??" Safira membuang muka menolak permintaan Safira

"aku beli yang level 1 deh, yaaa pliiissss kita beli geprek dulu ya...."

tak ada pilihan lain, Silvi menuruti permintaan Safira yang ngotot mau makan geprek.

Nächstes Kapitel