webnovel

Kebimbangan Alucard

Ruby berjongkok di dekat pintu gerbang Mansion yang masih terbuka lebar. Pandangannya tak lepas dari tanah berpasir yang dia coret-coret dengan batu kerikil. Sejak kepergian Alucard ke Istana, gadis itu tidak bisa tidur karena memikirkan pemuda itu. Akhirnya dia memutuskan menunggu di luar sampai Alucard kembali.

Suara langkah kaki terdengar setelahnya. Ruby mengalihkan pandangannya dan bergegas berdiri melihat siapa yang datang. Di depan pintu gerbang, telah berdiri sosok Alucard yang menatap Ruby dengan teduh. Dia tahu gadis itu pasti sedang menunggunya.

Alucard berjalan mendekat. "Di luar dingin, ke mana jubah tudungmu?" tanyanya kemudian.

"Aku meninggalkannya di kamar."

Alucard tak berkata-kata lagi. Dia melepas mantelnya dan memakaikannya pada Ruby.

"Lain kali pakai jubahmu sebelum keluar," pesan Alucard.

Ruby mengangguk. "Kau baik-baik saja?"

"Ya."

"Aku belum ingin masuk. Aku ingin tahu apakah pertemuanmu dengan Raja Tigreal berjalan dengan lancar?"

Alucard hening sejenak lalu mengajak Ruby duduk di salah satu bangku yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Aku sudah mengatakan semua yang ingin kukatakan padanya."

"Lalu kau sudah tahu isi pesan kakakmu dan juga rencana Dark Witch?"

Alucard menghela napas panjang. Dia menggeleng. "Ruby, Axel sudah tewas. Seharusnya aku tahu itu. Dia tidak mungkin selamat dari perang itu."

"Jadi dia tidak sempat berpesan pada Raja Tigreal?"

"Dia mengatakannya. Tapi bukan kepada Tigreal. Axel mengatakannya pada salah satu pengikut Tigreal sebelum dia dihabisi."

"Itu artinya di peperangan waktu itu kakakmu gagal mencari celah untuk bicara pada Raja," kata Ruby berasumsi.

Alucard menggeleng. Pandangannya tertuju pada tanaman-tanaman kecil di depannya yang turut terembus angin malam.

"Aku memiliki pemikiran lain. Axel pasti sudah berusaha keras mendekati Tigreal, tapi dia digagalkan oleh ksatria bernama Flavian itu. Axel pasti sudah tahu dia tidak punya kesempatan lagi, karena itulah dia memilih memberitahu Flavian dan memintanya menyampaikan langsung pada Tigreal. Tapi... ada sesuatu yang janggal."

"Apa itu?"

"Kata Tigreal, Flavian memberitahunya kalau Dark Lord telah kembali karena dibangkitkan oleh Vexana. Dia mengakui ada seorang iblis yang memberitahunya. Aku yakin itu Axel karena dia satu-satunya iblis yang berusaha mengatakan sesuatu tentang Dark Witch. Tapi, entah kenapa aku merasa Flavian sudah berbohong karena Axel tidak mungkin mengatakan hal omong kosong seperti itu. Axel tidak mungkin berbohong. Dia sendiri yang menyuruhku datang ke sini dan menanyakan tentang semua pesannya pada Tigreal."

"Kalau begitu kita tanyakan saja pada Flavian."

Alucard menatap Ruby. "Flavian tidak ada di sini, Ruby. Dia sedang bertugas membantu penjagaan di wilayah Awaken Light," terangnya.

Ruby berpikir sebentar dan berusaha mengingat-ingat sesuatu. "Awaken Light? Awaken Light... itu bukankah wilayah kekuasaan Ratu Eudora?"

Alucard mengangguk. Tebakan Ruby tepat.

"Oh, astaga. Tempat itu kan jauh sekali dari sini. Dulu aku pernah mendengar tentang kerajaan itu dari Nenek," kata Ruby lagi. "Lalu apa rencanamu sekarang?"

"Tigreal berkata akan memanggilnya. Flavian sendiri yang akan datang ke sini."

Ruby mengerti. Setidaknya ada solusi untuk masalah ini. Akan gawat bila mereka harus kembali melakukan perjalanan dengan jarak yang cukup jauh. Belum lagi mereka tidak tahu jalur mana yang paling tepat untuk dilewati.

"Alucard," panggil Ruby.

"Hm?"

"Maafkan aku."

Alucard mengerutkan kening. "Maaf untuk apa?"

"Karena aku tidak bisa melindungimu saat mereka mengataimu monster." Ruby kembali teringat kejadian tadi pagi ketika para Nobilium mengucapkan kata-kata yang tidak ingin dia dengar. Seketika dia merasa sedih.

"Tidak apa-apa, Ruby. Kau tidak perlu melindungiku, akulah yang seharusnya melindungimu."

"Tetap saja aku—"

"Mereka tidak salah," potong Alucard cepat. "Tidak salah jika mereka memanggilku seperti itu karena mereka hanya melihat pada kemampuan dan kekuatanku saja. Itu yang membuatku nampak seperti monster di mata mereka. Tapi aku juga tidak peduli apa yang mereka katakan tentangku, jadi kau tidak perlu sedih."

"Kenapa kau mau mengalah pada Zilong? Itu bukan seperti dirimu yang biasanya. Aku tahu pada serangan terakhirmu itu... kaulakukan dengan sengaja, kan?"

Alucard memikirkan perkataan Ruby. Bukan tanpa alasan dia melakukannya. Dia memang harus sengaja mengalah.

"Karena Demonic Claw." Alucard memandangi tangan kanannya. "Aku terpancing membangkitkan kekuatan Demonic Claw dan merasakan kekuatanku terus mengalir dan berkumpul di sana. Aku tidak bisa menahan lebih lama kekuatan yang sebelumnya sudah kubangkitkan."

Ruby membulatkan matanya. Dia hampir tak percaya dengan penjelasan Alucard. "Aku tidak pernah tahu hal ini sebelumnya. Kenapa kau tidak pernah menceritakannya padaku?"

"Aku tidak ingin membuatmu cemas. Sejujurnya, aku masih butuh banyak berlatih mengendalikan kekuatan ini."

"Lalu apa yang terjadi kalau kau terus menahan kekuatan itu?"

"Yang terburuk, aku akan kehilangan kendali diriku dan bisa menyerang siapa pun yang berada di sekitarku. Aku tidak punya pilihan selain memaksa Dragon Knight melukaiku dengan fatal. Itu satu-satunya cara menghentikan kegilaanku. Aku pun tidak ingin melukaimu dan yang lain. Lagipula pertarungan itu bukanlah pertarungan yang sebenarnya karena pemuda itu hanya salah sangka padaku."

Ruby membuang pandangannya ke tempat lain. Dia kembali memikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah Alucard mendapatkan semua jawaban yang ditinggalkan Axel pada Flavian.

"Apa setelah ini kita akan angkat kaki dari tempat ini? Kau masih harus menuntaskan misimu, kan? Membalaskan dendammu atas kematian orangtuamu."

"Ruby, aku..." Alucard menggantung perkataannya. Dia bingung harus mengucapkan apa pada gadis mungil itu. Jalan ke depannya tidak akan mudah bagi mereka dan dia tidak ingin membahayakan Ruby dalam penuntasan misinya.

"Ada apa?"

"Terima kasih selama ini kau selalu ada untukku. Seperti yang kau ketahui, aku sudah mengungkapkan semuanya pada Tigreal. Setelah aku mendapatkan jawaban itu dari Flavian tentu aku harus melanjutkan apa yang sudah kumulai. Sebenarnya aku tidak ingin membahayakanmu, Ruby. Bisakah kau tetap di sini? Tunggu sampai aku kembali dan menjemputmu. Lalu setelah itu kita pulang ke Kota Empire."

Ruby terkejut mendengarnya. Dia menatap Alucard lekat-lekat. Ada kekecewaan di raut wajahnya yang manis.

"Bukankah kita sudah membuat perjanjian? Apapun yang terjadi kita akan hadapi bersama-sama. Kau ingin mengingkari janjimu? Dengar, aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Aku akan ikut denganmu," tegas Ruby.

Alucard mengusap wajahnya. Gadis itu memang keras kepala. "Aku sudah kehilangan semuanya. Jika aku harus kehilangan kau juga, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri," kata Alucard pelan.

Ruby mengusap perlahan bahu Alucard . "Aku tidak akan mati selama kau masih hidup. Benar, kan? Itu yang dulu pernah kau ucapkan padaku."

Alucard memandang Ruby takjub. Gadis itu selalu bisa menenangkan dan meyakinkannya. Dia menarik garis senyuman di sudut bibirnya.

"Ya. Kau benar."

Keduanya saling tersenyum. Malam ini terasa begitu panjang.

***

Miya memandangi tempat di mana Alucard dan Miya duduk berdua. Diam-diam dia sudah mendengar semua yang mereka bicarakan. Ternyata duel antara Demon Hunter dan Dragon Knight hari ini merupakan sebuah kesalahpahaman. Dan Miya merasa Zilong sudah keterlaluan yang asal menuduh Alucard tanpa mencari tahu dulu kebenarannya.

"Kakak, sudah selesai, kan? Ayo kita pulang," bisik si gadis kecil, Nana, yang berdiri di sampingnya.

Sebelumnya, Miya datang ke Mansion untuk menjemput Nana, tapi akhirnya dia melihat Alucard dan Ruby yang sedang duduk membicarakan sesuatu. Tanpa sadar, Miya mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.

"Kita lewat belakang, Kakak tidak ingin mereka melihat kita di sini," ujar Miya.

"Baiklah."

Mereka berdua pergi. Selama perjalanan Miya masih memikirkan pembicaraan mereka. Kenapa hatinya terasa sedih saat mendengar mereka akan meninggalkan Calestine Land?

Nächstes Kapitel