Mobil pun melaju di jalan lingkar Express dan dengan cepat menuju jembatan South River.
Di bawah jembatan di sisi jalan, Mu Yuchen membiarkan Xi Xiaye memarkirkan mobil. Kemudian mereka berjalan di sepanjang jalur menyusuri sungai. Xi Xiaye sadar bahwa pria ini ingin memeriksa lahan properti nya.
South River sudah mengalami pengembangan dengan baik. Sebelumnya, Perusahaan Glory World Corporation telah merencanakan pembangungan Zona Ekonomi Berkembang, namun kemudian dihentikan sementara karena sedang dalam pengerjaan proyek lain.
Pria ini sepertinya memiliki visi yang jauh ke depan. Jumlah populasi sedikit padat dan transportasi cenderung lancar. Jika ada yang mengembangkan area ini, prospek ke depannya pasti bagus.
Saat ini meskipun banyak orang yang masih pesimis dengan kawasan tersebut, Xiaye secara pribadi berpikir wilayah ini bisa menjadi aset suatu saat nanti.
Mu Yuchen tidak berlama-lama di sana. Setelah dia merenung dalam pikirannya sendiri, akhirnya dia mengajak Xiaye kembali ke mobil. Sudah hampir gelap jadi Xi Xiaye memutuskan untuk langsung menuju ke tempat mereka makan malam.
Tempat yang dipilih Xi Xiaye untuk makan malam bukanlah tempat makan berkelas. Restoran itu salah satu yang terunik di South River. Di ujung mata air panas di pesisir sungai dibangun sebuah rumah makan khas Cina yang elegan dan masih baru.
"Pesan apa saja yang kau suka. Tidak usah malu-malu." Xi Xiaye menyerahkan menu pada Mu Yuchen yang duduk di depannya. Matanya bersinar, terpancar rasa terima kasih dan ketulusan.
Mu Yuchen mengambil menu tersebut dan dengan elegan dibukanya.
"Pangsit buatan mereka sangat lezat, apalagi hotpot-nya…"
Dia baru saja membuka lembaran menu saat suara rendah Xi Xiaye tiba-tiba keluar samar. Dilihatnya matanya bersinar, seperti bintang di langit, terlihat penuh harapan.
Ketenangan terpancar dari wajah Mu Yuchen yang tampan. Akhirnya, dia setuju dengan sarannya dan memesan hotpot dengan pangsit sebagai makanan pendamping, ditambah dengan satu teko panas berisi arak khas bernama Ular Bambu Hijau.
Saat diserahkannya kembali menu tersebut ke pelayan, dia bertanya pada Xiaye jika ada tambahan lagi, dia menyadari bahwa Xiaye tak mendengarkannya lagi pandangannya jauh ke luar jendela, melamun dengan bertopang dagu.
Diisyaratkannyalah si pelayan untuk pergi. MU yuchen mengikuti arah pandangan Xiaye, samar-samar dia mendengar suara tawa dari luar di arah pepohonan prem sepanjang sungai. Pohon prem bermekaran, kelopaknya berguguran terhempas angin hingga jatuh ke tanah. Banyak pasangan yang bergandengan tangan selagi berjalan perlahan di atas rumput hijau. Mungkin mereka sepasang kekasih atau bahkan keluarga…
Restoran itu benar-benar cepat pelayanannya, hanya sekejap saja makanan pesanan mereka telah tersaji.
Xi Xiaye mengangkat teko arak kemudian mengisi penuh dua gelas yang tersedia. Perlahan disodorkannya ke Mu Yuchen sementara diambilnya yang lain. Dengan mengernyit, ditenggaknya minuman itu dalam beberapa teguk.
Mata Xi Xiaye berkedip, dan tiba-tiba terlihat kurang enak selagi menuangkan segelas lagi dan menyeruputnya. "Aku juga pernah mabuk minuman ini sekali. Awalnya rasanya tidak enak, namun entah sejak kapan aku mulai terbiasa. Cobalah, meski sepertinya kau tidak akan terbiasa."
Mu Yuchen dengan tenang mendengarkan ucapannya selagi mengangkat gelasnya. Diseruputnya sedikit dan ternyata rasanya sangat enak. Rasanya halus dan manis, arak ini juga memiliki wangi yang khas.
Xiaye mengingat dengan samar bahwa neneknya pernah berkata jika seorang wanita harus bisa seperti arak Ular Bambu Hijau, mungkin karena kombinasinya yang tepat – halus, kaya rasa dan wangi seperti anggur, cantik, misterius, namun beracun. Sama seperti ular.
Namun, kesedihan ini..
Agak lama sebelum akhirnya dia kembali dari lamunannya.
Saat dilihatnya Mu Yuchen diam-diam memperhatikannya, dia tersenyum kecil dan sepertinya meminta maaf, berkata, "Kau tidak terbiasa? Atau mungkin mau kuganti dengan anggur merah?"
Mu Yuchen menggeleng. Diletakkannya gelasnya perlahan dan melihat hotpot yang mendidih di hadapannya. Dengan suara yang pelan, berkata, "Aku hanya berpikir. Jika kita minum ini saja dan tidak segera makan, apa nantinya makanan di perut kita seperti sampah?"
Begitu didengarnya pertanyaan ini, Xi Xiaye melihat ke dalam pot, isinya sangat mendidih. Dia pun tertawa kecil dan dengan ceria mengambil sumpitnya memilih bakso di dalamnya. "Coba ini. Baksonya enak, apalagi bakso udangnya."
Ditaruhnya sedikit saus sebelum dimakannya perlahan.
Melihat ini, Mu Yuchen juga mengambil sumpit, gaya makannya terlihat sangat berkelas seperti bangsawan. Diambilnya irisan daging kecil dan terkesima, rasanya enak.
Angin dingin berhembus. Seperti ada wangi prem mekar mengudara, begitu menyegarkan hati dan pikiran.
Sudah senja saat mereka keluar dari restoran. Lampu neon berkerlap-kerlip mewarnai seluruh Kota Z, kabur seperti yang ada dalam fantasi ditambah temaram bayangan lampu jalan yang terlihat agak gelap.
Di kursi pengemudi, Xi Xiaye menopang dagunya dengan tangan di jendela sebagaimana biasanya selagi yang satunya mengendalikan kemudi. Mu Yuchen pun duduk diam di sampingnya dan mencoba menutup mata sejenak. Seisi mobil terasa hening.
Dua orang yang tidak terlalu saling kenal ini duduk terdiam. Secara teori, mereka harusnya merasa sedikit canggung dan aneh, namun tidak ada perasaan seperti itu di antara mereka. Malahan terasa seperti teman yang sudah kenal lama. Saat mereka duduk bersama, meskipun mereka tidak melontarkan sepatah katapun, mereka tidak dirasa aneh.
Mobil dengan laju konstan menyapu jalanan. Karena mereka melewati pinggiran kota, tidak banyak pejalan kaki di jalanan. Paling-paling hanya satu atau dua mobil di depan mereka.
Xiaye dengan perlahan menyadari bahwa jalanan yang dilewatinya cenderung sepi namun jalan ini jaraknya lebih dekat untuk sampai ke Maple Residence tempat tinggal Mu Yuchen. Jalanan itu dianggap gagal bangun karena banyak pertigaan-perempatan di sepanjang jalan dan banyak terowongan berkelok di bawah pegunungan. Strukturnya juga lumayan curam dan sulit. Karenanya orang cenderung menghindari jalur ini, apalagi di malam seperti ini.
Tidak perlu lega dengan tantangan jalanan begini, rupanya malah menjadi surga bagi para anak-anak muda untuk melakukan balapan liar malam. Beberapa hari lalu, koran meliput berita banyak mobil mewah yang kebut-kebutan di sekitar jalan ini.
Baru saja Xiaye memikirkannya, tiba-tiba di belakang mobil mereka mobil-mobil lain melaju mendekat. Lampu-lampunya menyinari mereka dari belakang. Karena pantulannya menyilaukan dari spion, Xiaye hampir saja tidak bisa melihat. Mereka mendahuluinya bak angin topan, kemudian sebuah siulan sapa yang tajam.
"Cantik, kalau tidak cepat jalanan di depan nanti bakal ditutup. Mau balapan saja ke sana sama-sama?"
Di tengah tawa yang mengejek itu, sebuah mobil lainnya mulai menyamakan kecepatan dengan Xiaye. Seorang pemuda dengan bandana bajak laut menampilkan wajahnya dari jendelanya untuk menantangnya.
Xi Xiaye membalasnya dengan tatapan dingin. Alisnya mengkerut tajam namun berencana untuk mengabaikannya.
Akan tetapi, mobil lainnya yang di sebelah mobil tadi itu melayangkan lajunya hampir menabrak mobil Mu Yuchen yang dikendarai Xi Xiaye. Untungnya Xi Xiaye siaga dan dengan cepat membanting kemudi, menghindari mobil yang mendekat itu.