saat itu, junior berlari dengan ponsel meri di tangannya.
"ibu, aunty menelfon"
meri terheran mendengar kata aunty. bukan karena iya tidak memiliki saudara perempuan, dia hampir tidak pernah di telfon oleh saudara iparnya.
satu-satunya yang biasa menelfonnya adalah istri rido dan itu mustahil dia menelfon pada jam sibuk seperti ini. terlebih jika ia membandingkan waktu di Indonesia dan beijing.
sedetik kemudian ia tersadar dari pemikiran tak berguna dan segera menerima telfon.
"halo"
"meri, terjadi hal buruk dengan rafa"
mendengar suara yang begitu ia kenali di tambah sebuah nama yang terlalu akrab, meri menjadi semakin gelisah.
"apa yang terjadi?"
"baru saja polisi mengabariku bahwa kakakmu berada di rumah sakit dan dalam keadaan kritis"
brakk
seakan ada pecahan kristal yang tepat menghantam jantungnya saat mendengar kabar itu.
bukan hanya itu berita buruk, ia bahkan lebih takut jika kejadian itu berkaitan dengan ayah ilham. jika benar, entah bagaimana dia akan menghadapinya.
sudah cukup sakit orang tidak waras itu mengusik junior, dia tidak akan menerima jika saudaranya juga ikut terseret masalahnya.
"apa yang terjadi dengannya?"
"aku belum tahu pasti tapi polisi mengatakan bahwa itu pengeroyokan dengan motif dendam. kakak mu tidak pernah berhubungan dengan gangster, dia bahkan berhenti menyerang saingan bisnisnya tapi masih saja ada yang ingin mencelakainya"
suara kakak iparnya yang terdengar serak semakin menusuk dalam luka yang masih basah.
"kakak, jangan panik. aku sekarang berada di beijing dan akan segera terbang ke LA. dan jangan..."
"tunggu. kau bilang beijing? polisi juga mengatakan asal gengster itu dari sana"
"apa?" meri semakin terkejut mendengarnya.
"aku sangat jelas mendengar polisi mengatakan kota itu. segera kemari, aku merasa bingung sendirian di sini"
"tunggu aku dan tolong jangan beritahu ibu dan yang lain. kita akan memastikan dia baik-baik saja sebelum mengabari mereka"
"oke"
setelah menutup telfon, ekspresi di wajah meri semakin suram. dia sekilas memberi tatapan mengancam ke arah ilham sebelum berbalik ke kamar untuk mengambil jaketnya yang tertinggal.
junior juga mengikutinya dengan langkah layaknya berlari karena ibunya yang berjalan tergesa-gesa.
"kita akan ke Los Angeles. ibu akan mengabari pihak sekolahmu dan meminta cuti seminggu. apa itu tidak masalah?" meri bertanya untuk melibatkan putranya di semua keputusan yang ia ambil.
"ibu, akan ada tes untuk penyetaraan tingkat. itu akan mengganggu jadwal studyku tapi bukan masalah besar. aku akan ikut ke Los Angeles"
mendengar itu, meri menjadi bimbang. dia tidak ingin mengganggu study putranya namun tidak cukup waktu untuk mengantarnya kembali ke izmir.
diam sejenak, meri memutuskan menghubungi pihak sekolah. tak lama ia kembali dengan senyum di wajahnya.
"mereka setuju untuk tes susulanmu. tapi selama di Los Angeles, kita tidak punya waktu untuk membuatmu belajar. apa itu masalah?"
"tentu saja tidak"
junior cukup yakin dengan kecerdasan yang dia miliki bahwa itu tidak akan mempengaruhi hasil tes nya.
anak yang belajar dan mengulang pelajarannya saat akan melakukan tes adalah anak-anak dengan otak biasa dan terbilang normal. dia sama sekali bukan pada taraf iyu dan lebih mengacu pada manusia super yang akan mengingat semua yang pernah ia dengar dari A-Z dengan runtutan yang benar hingga pada letak titik, koma atau tanda baca lain.
sebagai seorang ibu, meri tentu mempercayai kemampuan putranya dan bangga akan kemampuan itu.
"baiklah, kita akan ke bandara sekarang juga"
"apa ayah dan dadi ikut?" tanya junior penasaran.
"kita akan lihat apa mereka ingin ikut"
jawabannya sudah jelas bahwa kemanapun dia pergi, dua pria itu akan siap untuk ikut dengannya.
keduanya turun ke ruang keluarga di mana ilham dan andre berada. ilham sudah berdiri saat meri turun sementara andre masih dalam duduknya yang tenang.
"aku harus ke bandara sekarang"
"aku sudah memesan empat tiket untuk kita" ujar andre.
dia hanya berpikir bahwa tujuan keberangkatan mereka yaitu izmir.
"aku bukan ke izmir tapi Los Angeles" kata meri yang membuat andre terpaku.
"LA. untuk apa?"
"kak rafa sedang dalam keadaan kritis. sekelompok gengster tiba-tiba menyerangnya"
"bagaimana itu bisa?" ilham masih terlalu buta untuk menghubungkan kejadian itu dengan ayahnya.
"ibu, aku mendengar kakek tua di gudang tadi mengatakan sesuatu tentang uncle rafa. ayah baru akan menelfon uncle tapi dia lebih dulu menelfon ibu"
mendengar kata kakek tua, meri sudah sangat yakin yang di maksud junior adalah ayah ilham. dia berusaha melihat keterkejutan di wajah ilham namun enggan untuk berdebat.
"kita harus cepat" meri meraih tangan junior dan membawanya keluar.
andre langsung berdiri tegap mengikuti langkah meri begitupula dengan ilham.
"mau kemana kalian?" meri menatap mereka satu per satu.
"LA"
keduanya serentak bagai paduan suara dengan satu jawaban dan nada yang sama.
"ilham, sebaiknya urus masalah ayahmu dengan baik. jika dia terlibat dengan kasus kakakku, aku berjanji tidak akan melepaskannya bahkan jika harus melawanmu"
ilham "..."
perasaan semakin cemas dengan semua masalah yang di sebabkan ayahnya tapi dia masih berusaha untuk tenang.
"aku akan memastikan dia tidak terlibat"
mereka bertiga pada akhirnya segera menuju ke bandara dan berangkat ke Los Angeles.
meri tidak membawa visa dan paspornya untuk ke amerika, tapi karena ia sudah lama menetap di amerika bahkan keduataan Indonesia di amerika mengenalnya membuat mereka lolos dengan relasi yang ia miliki.
itulah yang dimaksud kekuatan dari kekuasaan di padukan dengan kekuatan uang. sementara ilham melenggang bebas berkat sebuah kartu identitas kedokterannya yang telah di akui di amerika.
andre sendiri lolos dengan visa dan paspor lengkap karena ia sudah mempersiapkan segalanya dengan baik.
awalnya dia tidak berpikir akan membawa junior kembali ke izmir namun ke Cambridge. tak di sangka mereka justru ke Los Angeles.
mereka tiba setelah 12 jam di penerbangan dan mendarat pada hari yang sama karena beijing lebih cepat 15 jam dari Los Angeles.
dengan cepat, meri menuju alamat yang di berikan oleh kakak iparnya dan segera berlari mencari ruang ICU. setelah melakukan operasi, rafa masih terbaring lemah tidak sadarkan diri dengan selang oksigen di hidungnya.
Meri tidak berpikir dia akan menjadi lemah saat melihat keadaan kakaknya yang penuh memar di wajah dengan selang di oksigen serta kabel yang memenuhi dada sebagai pengontrol kehidupannya.
air matanya tak terbendung menyaksikan semua itu. junior yang melihat juga turut bersedih dan menangis bersamanya sambil memegang tangan rafa lembut.
bagaimana bisa paman yang begitu perkasa dan selalu melindunginya kini terbaring tak berdaya.
saat ilham melihatnya dia tidak berpikir meri akan marah dan langsung memeluknya. memberikan bahunya sebagai sandaran kesedihannya.
"dia akan baik-baik saja"
tangannya dengan lembut membelai rambut meri yang hanya tertutup topi setengah. karena terlalu khawatir dia bahkan tidak memikirkan penampilannya yang tidak lebih baik dari anak funk jalanan.
"bagaimana bisa mereka menyakitinya seperti ini" meri menangis tersedu-sedu membayangkan betapa kesakitan kakaknya.
saat ia mulai pulih dari syoknya, dia mendorong ilham menjauh.
ilham "..."
"pastikan ayahmu tidak ada hubungannya dengan ini. jika tidak, bagaimana aku akan memandang kakakku lagi" air matanya kembali mengalir.
entah bagaimana dia akan meredakan rasa bersalahnya jika ternyata ayah mertuanya yang menjadi dalang dari pengeroyokan itu. dia tidak tahu bahwa kembali pada suaminya akan membuat orang terkasihnya sengsara.
"tenangkan dirimu. aku akan memastikannya"
tak ingin melihat kemarahan yang lebih besar, ilham keluar untuk menemui dokter dan penyidik. dia hanya akan tenang jika mengetahui seberapa parah kakak iparnya dan perkembangan kasusnya.
"dia menderita memar dan penggelembungan cairan pada jantung. kami sudah melakukan operasi, kita akan menunggu perkembangannya saat ia sadar"
"apa terjadi masalah di kepalanya? mengapa dia belum sadar?" ilham bertanya.
"tidak ada masalah serius. itu hanya gegar otak ringan"
"terimakasih dokter"
"anda terlalu sungkan. apa dia keluargamu?" dokter itu bukan tidak tahu identitas ilham. sebagai dokter, profesor muda di hadapannya sangat terkenal dengan teknik bedah saraf serta kontribusinya di bidang penemuan mutasi gen. karena itu, dia merasa senang menangani pasien yang terlihat penting bagi sang profesor.
"dia kakak iparku" ujar ilham.
polisi yang mendengar itu segera menghampirinya dan meminta untuk berbicara secara pribadi untuk sebuah interogasi.
ilham menunjukkan betapa kooperatif dan antusiasnya menemukan pelaku. selain untuk menemukan pelaku itu karena kemanusiaan, ia juga ingin memperjelas bahwa ayahnya tidak ada hubungannya.
"apa kau mengenal korban dengan baik?"
"tidak terlalu karena kami selalu tinggal di negara berbeda"
"apa ada sesuatu yang membuatmu antusias mengenai kasusnya?" polisi jelas mampu menilai tindakan ilham
ilham sendiri tidak akan mengatakan kecurigaan istrinya karena itu bisa menyebabkan bias dan penyidikan hanya akan fokus menargetnya dan bukan menarget pelaku sebenarnya.
"aku hanya ingin istriku tenang setelah pelakunya tertangkap"
"apa hubunganmu dan istrimu berjalan baik?"
"maaf, itu privasiku" ilham enggan untuk menjawab.
"tidak masalah. aku hanya mendengar kalian melakukan penerbangan dari beijing. aku baru tahu jika kalian sebelumnya berada di istanbul. aku hanya berpikir sesuatu terjadi"
sebagai seorang penyidik, polisi itu sangat detail dan tidak membiarkan sedikitpun petunjuk terlewat.
bukan hanya karena ini melibatkan gengster dari negara berbeda, sosok korban adalah salah satu orang terpandang di Los Angeles berkas bisnisnya. dia juga termasuk warga indonesia dengan sumbangan dana sosial serta pajak yang tidak sedikit. karena itu, mereka berusaha keras menyelesaikan kasusnya.
"putraku berada di beijing. aku dan istriku menjemputnya"
"apa dia ke beijing sendiri? ini masih efektif anak sekolah. apa putramu mengambil cuti?"
ilham terdiam sejenak. "dia bersama kakeknya. dia hanya menjenguk kakeknya sehari"
"baiklah. kami akan menyelidiki lebih lanjut"
polisi itu jelas melihat celah kebohongan dan tahu ada sesuatu yang terjadi. sangat tidak masuk akal seorang anak kecil ke beijing tanpa pengawasan orang tuanya.
jawaban ilham terlalu membingungkan. jika dia ke beijing untuk menjenguk kakeknya dan ke beijing bersama kakeknya, lalu apa gunanya ia membawa cucunya ke beijing. bukankah mereka sudah bertemu di mesir.
berlandaskan pada ambigunya jawaban itu, dia akan menyelediki kasus ini di mulai dari sana.