webnovel

Karin

"aku kelelahan. Bisakah kau memijat punggung dan kaki ku sebentar saja?" pinta ilham.

Tidak memberi jawaban, meri bangkit dari posisi baringnya. Duduk di samping ilham yang sedang menelungkupkan tubuhnya hingga punggungnya bisa dengan mudah di jamah.

Tangan halus dan lembut meri mulai menyentuh, meremas dan memijat punggung yang terlihat kekar itu. Saat tangannya turun ke area pinggang, matanya menangkap bekas cakarannya waktu itu. Sudah hampir hilang sepenuhnya jadi meri hanya mengusapnya lembut sebagai bentuk penyesalannya.

"ibuku pintar memijat, apa kau mau aku panggilkan agar memijatmu?" meri tahu ilham akan menolak, dia hanya berbasa-basi.

"tidak perlu, pijatanmu lebih baik dari siapapun" tolak ilham.

"gombal" meri melanjutkan pijatannya.

Tertangkap basah oleh istrinya bahwa ia sedang berusaha merayu, ilham tersenyum tipis. Wanita lain mungkin akan lompat-lompat kegirangan jika ia memujinya seperti itu. Tapi istrinya ini berbeda, bukan hanya kebal pada gombalan, meri juga tidak matre alias mata duitan.

Sejak kecil ia di limpahi dengan kekayaan, kakaknya sudah cukup menjadi penggombalnya saat saling berebut perhatian meri. Barang mewah dan bermerk bukanlah sesuatu yang baru baginya jadi perlu pemikiran ekstra untuk menemukan cara jitu merayunya.

Jika orang lain terlalu banyak berpikir untuk memberi kesan baik pada meri, ilham justru hadir dengan sosok dingin, acuh namun selalu ada di saat-saat kritis. Baginya selalu ada sepuluh kali bersama wanita dalam keadaan senang akan di kalahkan ketika satu kali saja hadir di sisi wanita itu saat ia terpuruk. Begitulah ia memperlakukan meri sejak pertama berkenalan hingga wanita yang selalu tenang dan acuh pada pria lain yang berusaha mendekatinya itu justru memilih bergelantungan di lengan ilham setiap saat sepulang sekolah atau saat libur.

"sudah cukup. Terimakasih sayang" ujar ilham setelah membalikkan tubuhnya dan membuat meri berakhir di pelukannya.

"apa kau tidak pernah memanggil orang lain sayang?" tanya meri.

"hanya untukmu dan junior" jawab ilham cepat seakan ia sedang mengikuti lomba cerdas cermat.

"ckckck. Pantas saja lidahmu kaku mengatakannya. Panggil saja dengan namaku"

"apa kau sudah terbiasa memanggil orang lain sayang?" tanya ilham

"Mmm" jawab meri bergumam.

"siapa yang kau panggil sayang?" ilham bertanya bukan karena ingin tahu nama orang itu karena ia jelas sudah tahu andre orangnya. Ia hanya ingin tahu respon istrinya.

Di pelukan ilham, meri terdiam tak berusaha menjawab. Dia bisa saja mengatakan nama andre tapi yang ia pikirkan adalah perasaan suaminya. Tidakkah itu terlalu menyakitkan kalau ia memanggil andre sayang dan terus saja memanggil ilham dengan namanya bahkan setelah enam tahun pernikahannya. Ilham bahkan dua tahun lebih tua dari andre dan enam tahun lebih tua dari meri.

"apa kau tidak mau memanggilku dengan sebutan itu?" tahu meri tak akan menjawab, ilham merubah pertanyaannya.

"aku lebih nyaman memanggilmu dengan namamu karena sudah terbiasa" jawab meri lemah.

"kalau begitu tetaplah panggil namaku saja" ilham tidak berdebat.

Tidak sama saat bersama andre, pria itu akan terus-terusan mencari cara atau alasan agar meri memanggilnya dengan panggilan berbeda untuk menunjukkan bahwa status mereka berbeda antara dulu dan yang sekarang. Tapi ilham tidak mencari alasan atau argumen sedikitpun.

Rasa lelah membuat keduanya dengan cepat tertidur tanpa tahu siapa yang lebih dulu. Suasana kamar yang penuh dengan aroma mint terasa sangat menenangkan. Kamar itu di dekorasi sesuai keinginan tuan putri, termasuk pengharum ruangan.

"meri, ilham. Apa kalian belum bangun?" suara ibu meri mengetuk pintu membangunkan pasangan yang sampai jam 7 belum juga muncul.

Mendengar suara ribut di depan kamarnya, ilham bangun lebih dulu. Meri masih terlelap tidur seperti orang mati karena kelelahan yang baru ia rasakan setelah tubuhnya mencapai kasur.

"ibu maaf kami terlambat" ujar ilham membuka lebar pintu kamarnya untuk memperlihatkan bahwa tuan putri rumah itu masih tidur.

"kalian pasti kelelahan. Turunlah, kita akan sarapan sebentar lagi. Tidak perlu membangunkan meri, kepalanya terbiasa pusing jika di bangunkan"

"baik bu, aku akan turun sebentar lagi"

Ilham kembali menutup pintu setelah ibu mertuanya pergi dari depan kamarnya. Mengikuti perkataan mertuanya, ilham tidak membangunkan meri dan langsung ke kamar mandi membersihkan diri.

Dengan setelan kemeja biru dan celana formal hitam, ilham turun dan bergabung di meja makan bersama yang lain tanpa ada meri. Makanan di meja sangat beragam dan semuanya adalah masakan rumahan yang di masak oleh nyonya rumah itu dan menantunya syasya.

Wanita cerdas dengan karir cemerlang serta bertanggung jawab dalam mengurus keluarga kecilnya itu pada akhirnya tetap menjadi tuan putri di kerajaannya.

"apa kau ada rencana hari ini?" tanya ayah meri kepada ilham.

"tidak ada" jawab ilham seperlunya.

"pakaianmu terlalu formal hanya untuk sarapan pagi. Ayah pikir kau akan pergi keluar dengan setelan itu" goda ayah meri.

"aku hanya berusaha bersikap sopan" jawab ilham.

Sejak menginjak rumah meri, ilham selalu menggunakan kemeja dan jas nya. Setelah menikah, ia tidur di rumah sakit menemani meri yang juga menunggui maria melahirkan. Saat kembali ke rumah, itu hanya beberapa jam dan segera berangkat ke paris. Jadi dia hampir tidak pernah duduk berdua bersama dengan ayah meri saat statusnya naik dari tamu menjadi mantu.

Hari ini, ia bingung menggunakan pakaian apa, ia sampai menghamburkan isi kopernya untuk mencoba setelan mana yang lebih sopan. Jika saja istrinya itu sudah bangun, mungkin ia tidak akan kesulitan karena meri tentu tahu bagaimana selera ayahnya sendiri.

"tidak perlu terlalu bersikap sopan. Ini rumahmu bukan kantor. Kita keluarga jadi bicaralah sebebas yang kau mau. Selama tidak bicara kasar atau kotor dan selama kau memakai baju, maka tidak ada masalah" ayah meri menjelaskan.

"baiklah kalau begitu" ilham merasa senang berada di tengah keluarga yang humoris.

Candaan jenaka tak hentinya keluar dari bibir ayah mertua dan kakak iparnya itu. Mereka berwajah tegas tapi ternyata suka bercanda.

Sebagai pengganti meri, ibunya lah yang menjadi pengasuh junior dan melayani cucu tertuanya itu dengan senang hati.

"apa meri masih belum bangun?" tanya rido pada ilham setelah sarapan dan semuanya berkumpul di ruang keluarga.

"aku di sini" jawab meri dari arah tangga. "maaf aku terlambat bangun" ujar meri sambil menyeruput kopi milik rido.

"kau sudah punya anak dan suami, tidak baik jika suami mu yang lebih dulu bangun" oceh ibu meri.

Bukan meri yang menjawab omelan itu tapi ilham "tidak apa bu. Meri hanya sedang kelelahan. Sebelumnya ia tidak begini" bela ilham.

Dia sudah bertekad pasang badan jika ada yang menyakiti atau memarahi istri dan anaknya.

"kau pasti di manja olehnya" ujar ibu meri saat meri mulai memakan sarapannya di meja makan.

"sangat" jawab meri singkat.

Pendengarnya hanya ibunya jadi yang di rasakan olehnya adalah rasa bahagia putrinya jatuh ke pria yang benar-benar mencintainya. Jika wanita lain yang mendengar sudah di pastikan mereka akan iri hingga ke tulang-tulang.

"bu, aku mau belanja pakaian bersama junior. Kami akan ke bali minggu depan untuk menemui andre. Apa mobilku masih ada di garasi?" tanya meri

"masih. Tapi meri, untuk apa kau menemui andre lagi. Sudah cukup kalian saling menyakiti, kasian ilham yang harus berada di tengah masalah kalian" sebagai ibu, mana mungkin dia rela anaknya masuk kandang harimau.

"bu tenanglah. Ada ilham yang menjagaku, aku ke sana juga untuk menemui ibunya dan maria sekaligus membawa junior bertemu ayahnya"

"kalau kau sudah memutuskannya, ibu bisa apa"

Sejak lahir selain membawa kecantikan dan otak cerdas, meri juga di barengi dengan sikap keras kepala. Akan sulit untuk mengubah apa yang sudah ia putuskan sejak awal. Keluarga bahkan sahabat terdekatnya tahu betul mengenai hal ini.

Ilham berganti pakaian dengan kaos oblong putih dengan jaket kulit abu-abu dan celana hitam seperti biasa. Dalam pakaian itu, ia terlihat jauh lebih muda. Meri sendiri menggunakan pakaian dress abu-abu bermotif list putih dengan jilbab dan cadar putih. Mereka terlihat seperti memakai pakaian couple.

"pakaianmu di beli dari luar izmir bukan?" tebak meri

"Mmm, itu pakaian rancangan dari perancang di paris" jawab ilham.

Meri berbelanja hanya untuk menutupi tempat dimana dia bersembunyi selama ini. Dia masih enggan untuk di ganggu oleh siapapun di izmir. Kehidupan barunya bersama junior dan ilham cukup baik di sana jadi ia tetap ingin bersembunyi.

Satu persatu baju dres yang terkesan biasa masuk ke dalam daftar belanja mereka. Junior pun sama antusiasnya memilih pakaiannya sendiri. Hanya ilham yang menjadi penonton kehebohan ibu dan anak yang sedang mengobrak abrik koleksi toko-toko dalam pusat perbelanjaan itu.

Kaca mata hitam di wajahnya membuat pandangan para gadis mulai remaja hingga dewasa terpana. Mereka seperti menemukan sosok idola baru mereka. Jepretan kamera baik yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mulai berbunyi.

Brukk

"ah maaf aku tidak sengaja" ujar seorang wanita dengan suara yang jelas di buat menggoda.

"tidak masalah" jawab ilham sambil menjentikkan jarinya membersihkan jaketnya yang terkena tabrakan tubuh wanita itu.

Dia seperti merasa baru saja di tabrak kotoran hingga banyak bakteri yang menempel. Jika wanita itu cerdas, sudah sangat jelas bahwa ilham tidak tertarik bahkan merasa jijik padanya.

"aku karin" ujar wanita muda penuh semangat itu sambil mengulurkan tangannya.

Nächstes Kapitel