webnovel

Apa kau takut?

Meri duduk di ruang belajar yang berada di samping ruang kerja ilham sedang sibuk menyimak semua materi dari guru privat bahasanya. Ruangan yang hanya terpisah dinding kaca buram itu menggemakan kata per kata yang baru di pelajari meri.

Sebagai mahasiswi cerdas, meri tidak mengalami kesulitan dalam hal mengingat setiap kata. Satu-satunya kesulitan yang ia alami adalah aksen dari bahasa prancis yang terlalu aneh dan membuat lidahnya kelu mengikuti intruksi gurunya.

Bukan meri jika mudah putus asa. Dia dengan gigih mencoba dan mencoba lagi. Guru privatnya adalah seorang wanita yang seumuran dengannya. Wanita itu cantik, bertubuh model buah pir dengan bahu yang lebar. Kulit putih dan kepribadian yang tegas serta kesabaran tingkat dewa.

Melihat kelemahan dari murid didiknya, mona sebagai guru mengubah metodenya. Ia akhirnya mengajarkan tekhnik pelafalan setiap huruf sesuai dengan aksen perancis. Setelah merasa meri cukup menguasainya, barulah ia melanjutkan dengan pengenalan kata.

Dia tidak menyangka akan mengajar dengan metode anak TK yang baru saja bisa berbicara. Meri melakukan kesalahan dalam melafadzkan huruf bukan karena ia sengaja atau karena tidak mendengar instruksi gurunya. Lidahnya terlalu terbiasa dengan aksen bahasa indonesia yang sangat jelas dan penuh penekanan.

Dalam bahasa Perancis ia harus menyamarkan beberapa huruf agar bisa sesuai dengan aksen setempat. Di Los Angeles meri sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam belajar bahasa inggris, itu karena dari segi pelafalan bahasa indonesia kurang lebih sama. Hanya terdapat perbedaan sedikit pada tingkat kecepatan.

Bukan salahnya jika ia melakukan kesalahan dalam menyebutkan kata dalam bahasa Perancis karena bahasa itu sudah di nobatkan sebagai salah satu bahasa tersulit untuk di pelajari. Walau sulit, itu bukan berarti tidak mungkin.

Jika ilham yang juga merupakan warga Indonesia berhasil mempelajarinya, maka meri sangat yakin bahwa ia juga pasti bisa. Hanya masalah kegigihan dan waktu yang akan membiasakannya.

Meri dan Mona turun ke lantai satu karena pembelajaran mereka hanya dilakukan selama dua jam sehari. Sebelum mona pamit pulang, meri mengajaknya untuk makan malam bersama. Ilham menunda makan malam hanya karena menunggu meri selesai belajar.

Dengan jaket putih berbulu tebal dan syal di leher, meri duduk di samping ilham dan junior. Ilham melihat dandanan aneh istrinya hanya menggelengkan kepalanya. Saat mendengar meri mulai bersin-bersin barulah dia tahu kalau saat ini meri sedang tidak enak badan.

Meri memberikan lauk kepada junior agar anaknya itu makan dengan banyak. Ilham sudah berhasil meyakinkan junior untuk mengikuti therapy pengobatannya. Di mulai pada esok hari.

Mereka ber empat makan dengan hikmat tanpa banyak percakapan. Ilham hanya menanyakan bagaimana proses meri belajar yang di jawab anggukan kepala oleh mona dan sedikit senyum. Karena percakapan mereka menggunakan bahasa Perancis meri hanya menyimpulkan berdasarkan ekspresi keduanya.

Melihat ilham tersenyum dan mona mengangguk, ia menyimpulkan bahwa gurunya itu cukup puas dengan proses belajarnya begitu pula dengan ilham.

Setelah makan malam, meri kembali ke ruang belajar dan mulai berlatih melalui rekaman suara yang di berikan oleh mona agar meri dapat belajar mengulang dan mengoreksi kekurangannya. Melihat keseriusan meri, ilham mengambil alih tugas menidurkan junior.

Awalnya sangat sulit karena junior meminta agar ilham berdongeng. Akhirnya ia memilih bernyanyi karena saat kecil ibunya tidak pernah berdongeng hingga tak ada satupun dongeng anak-anak yang ia ketahui.

Ilham mulai menyanyikan beberapa lagu dalam bahasa inggris yang ia tahu walau tidak termasuk mahir. Ia hanya ingin memenuhi kewajibannya dan tak ingin mengganggu meri yang masih belajar dengan memintanya mengurus junior.

Lambat laun mata anak kecil itu mulai berat dan tertutup hingga terdengar suara nafas yang teratur. Ilham tampak bangga pada dirinya sendiri karena berhasil menidurkan anaknya untuk pertama kalinya. Dia akhirnya mengerti betapa luar biasa seorang ibu yang berhasil mengatur rumah tangga, suami dan mengurus anaknya. Pekerjaan itu bertambah berat bagi meri yang sekarang juga harus membagi waktu untuk melanjutkan study nya.

Sudah jam sepuluh saat ilham selesai menelfon andre untuk mengabari proses pengobatan junior yang akan di mulai besok. Dia tidak bisa menemani junior di hari pertama karena baru akan berangkat esok hari ke paris. Dia berjanji akan menemaninya di hari kedua. Setelah ia tiba di paris.

Meri tak kunjung muncul saat ilham sudah akan tidur. Suara ketukan pintu terdengar bersama dengan suara bibi grace.

"ada apa?" tanya ilham setelah membuka pintu dan melihat bibi grace berdiri di depan pintu dengan semangkok air dan handuk kecil putih di atas baki.

"tuan, saya dari ruang belajar nyonya dan melihat nyonya tertidur di meja. Sepertinya ia mengalami demam tinggi, saya bawakan air hangat untuk mengompres tapi tidak berani membangunkan nyonya"

"bawa masuk kompresan itu di meja nakas" ilham meninggalkan bibi grace setelah memberi perintah dan segera menuju ruang belajar.

Benar saja, meri tidur dengan wajah terbenam di antara kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Ilham menghampiri meri dengan langkah cepat dan merasakan panas tubuh meri saat ia menyentuh punggung istrinya itu.

Ia mengangkat tubuh meri agar pindah ke kamar tapi kemudian meri terbangun.

"ilham" meri membuka matanya dan melingkarkan tangannya di leher ilham.

Rasa panas menjalar di sekitar kulit yang di sentuh oleh meri.

"jika kau sedang tidak sehat harusnya jangan memaksakan diri untuk belajar" ilham sedikit sedih melihat kondisi meri.

"aku hanya demam karena flu. Jangan ke kamarmu, bawa aku ke kamarku saja"

"junior tidur di kamarku sekarang" ujar ilham mengingatkan meri.

Sejak pertama kali bertemu lagi setelah kehadiran junior, tidak ada satu malampun meri ingin memisahkan tempat tidur junior darinya. Walau sekarang ada perubahan dengan meri yang berada di tengah agar ilham bebas memeluknya.

"aku sedang demam dan flu. Aku tidak mau dia tertular" jawab meri.

"apa sekarang kau berencana tidur sendiri agar tak menularkan penyakitmu pada orang lain?"

Tangan meri memutar gagang pintu kamarnya dan mendorongnya terbuka. Ilham membaringkannya dengan hati-hati dan menyingkirkan beberapa hadiah pernikahan dari para pelayannya yang masih belum di buka oleh meri.

"daya tahan tubuh junior sedikit buruk. Dia sangat mudah tertular penyakitku. Kau tidur bersama junior saja dan panggil bibi grace untuk menemaniku"

"tidak perlu. Aku akan tidur di sini dan biar nanny yang menemani junior"

Meri menjalinkan kedua alisnya karena sedikit heran. Kamar tempat junior adalah kamar pribadi ilham yang bahkan nyamuk harus menelan ludah karena di larang masuk. Hanya bibi grace yang di perbolehkan masuk saat mendapat izin dari ilham langsung.

Ilham keluar memanggil nanny yaitu pengasuh junior untuk menemani junior tidur di kamarnya. Setelah mengambil kompresan yang tadi di bawa oleh bibi grace, ilham kembali ke kamar meri dan mulai mengompres meri dengan lembut.

"kau terlihat sangat pucat dan tak bertenaga" ujar ilham membelai pipi meri yang putih.

"jangan berpikir untuk menginfusku atau menyuntikku" ancam meri "ini hanya sakit biasa karena terlalu lama berenang tadi" meri menekankan kata berenang agar ilham merasa bersalah atas kondisinya saat ini.

"tidak akan ku ulangi"

Merasa bertanggung jawab atas kondisi istrinya, ilham dengan setia menemani meri dengan tetap terjaga di sampingnya. Meri sangat gelisah karena merasa tidak nyaman dengan suhu tubuhnya yang terlalu panas.

"makanlah sedikit. Kau harus minum obat agar demamu turun dan hidungmu tak tersumbat" ilham menyuapi meri dengan nasi dan soup karena terlalu lama jika dia harus membuat bubur.

Mendengar meri yang kesulitan bernafas dan suhu tubuhnya tak juga turun, ilham memberikan obat penurun panas karena kompres penurun panas tak bekerja optimal pada kondisi meri yang sedang flu berat.

Peluh di wajah dan leher meri mulai bercucuran setelah meminum obat yang di berikan ilham. Ilham berbaring di samping meri dan menyusupkan tangannya di bagian bawah leher meri agar bisa memeluknya.

"aku rasa kau benar-benar ras kambing yang takut air" ejek ilham.

Istrinya itu memiliki fisik yang cukup atletis jika di bandingan dengan tubuh wanita biasanya. Itu karena meri mencintai kegiatan outdoor dan aktif di beberapa komunitas pencinta alam liar. Tubuhnya sangat bugar karena wanitanya itu rajin berolahraga dan melakukan berbagai perawatan.

Melihat meri yang saat ini terbaring tak berdaya hanya karena berenang menandakan tubuh wanita itu tidak terbiasa dengan suhu air kolam yang membuat imun tubuhnya baru mulai berkembang melakukan penyesuaian. Ilham bahkan semakin yakin, meri mungkin akan langsung demam jika terkena air hujan.

"berhenti mengejekku. Secara tidak langsung kau mengakui dirimu menikahi wanita dengan ras kambing" ujar meri dengan suara parau akibat flu.

Tak bisa berkomentar karena itu adalah suatu kebenaran. Ilham hanya tersenyum dan terus mengelap keringat yang membasahi wajah dan leher wanita yang saat ini berada dalam pelukannya.

"ilham, apa kau sudah mengabari andre mengenai pengobatan junior?" meri merasa andre harus tahu kondisi putranya.

"sudah. Dia berjanji akan datang besok dan akan menemani junior melakukan pengobatan lusa"

"baguslah" ucap meri dengan helaan nafas lega.

"meri, ada yang ingin ku katakan. Tapi jangan tersinggung"

"katakan saja" meri penasaran dengan apa yang ingin di ucapkan ilham.

"emm, kau tahukan alasan andre melakukan semua ini untuk menjagamu dan junior. Aku sangat berterima kasih dia sudah melakukan pengorbanan yang begitu besar. Saat kau masih dalam keadaan koma, aku melihat penyesalan mendalam saat menatap matanya. Dia sangat mencintaimu dan juga junior. Apa kau pernah berpikir untuk kembali padanya?"

"jika aku ingin kembali padanya, apa kau akan membiarkanku?" meri balas bertanya untuk mengetahui jalan pikiran suaminya.

"aku egois dalam hal itu. Bahkan jika dia hanya ingin mengambil junior dan menyerahkanmu padaku, aku akan tetap mempertahankan kalian berdua. Aku bisa menyerahkan semuanya tapi tidak dengan kalian berdua"

Kalimat itu mengingatkan meri dengan perkataan andre saat ia sedang mabuk berat karena permasalahannya dan megan. Andre juga mengatakan hal yang sama namun pada akhirnya ia melepaskannya begitu mudah.

"dia juga pernah mengatakan hal itu, tapi kemudian berubah pendirian. Aku sedikit menyangsikan ucapanmu barusan. Apa itu benar atau hanya perasaan sesaat"

"kami memang bersaudara dan memiliki beberapa persamaan, tapi dalam hal ini aku berbeda darinya. Adikku itu terlalu baik dengan mengorbankan cintanya untuk kebahagiaanmu dan junior. Meri, aku tidak semurah hati adikku untuk menyerahkan kalian. Aku juga tidak serakah dengan harta dan kekuasaan selama ada kau dan junior, semuanya akan baik-baik saja. Jadi tetaplah di sisiku dan aku akan tetap mempertahankan kalian bagaimanapun caranya" ujar ilham tegas.

"adikmu itu tidak berniat menikung kakaknya sendiri, kau terlalu banyak berpikir" meri menenangkan ilham. "apa andre mengatakan sesuatu?" meri merasa curiga dengan pertanyaan ilham yang aneh setelah ia membahas mengenai telfon dari andre.

"Mmm, dia mengatakan akan merebutmu lagi jika aku memperlakukanmu dengan buruk. Dia sama bertekadnya denganmu, aku merasa dia serius dengan ucapannya" ilham merasa gelisah jika harus bermasalah dengan adiknya lagi terlebih jika itu berhubungan dengan meri dan junior.

"apa kau takut dengan ucapannya?" meri menatap mata ilham yang masih sibuk menyeka keringat di pelipisnya.

"sedikit" jawab ilham jujur. Dia tidak akan berkeras untuk menunjukkan kekuatannya saat dia benar-benar merasa tertekan. Dia tidak terbiasa menyembunyikan sesuatu terlebih itu kepada meri.

"kalau begitu kau hanya perlu memohon padaku agar tidak meninggalkanmu dan memperlakukanku dengan baik"

"aku sudah melakukan itu tiga tahun lalu saat kau pertama kali ku bawa ke paris. Tapi kau mengabaikan permohonanku" ilham mengingat saat ia sedang lemah tak berdaya karena demam, ia memohon kepada meri agar tak meninggalkannya tapi tiga hari selanjutnya meri pergi meninggalkannya begitu saja bersama andre. Walaupun saat itu andre memang lebih berhak atasnya.

"aku tidak mengingatnya, tapi tenanglah. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi" ujar meri

"janji?" ilham memastikan perkataan meri akan mengikat dirinya sepenuhnya.

"itu tergantung perlakuanmu padaku" goda meri.

"meri..." ilham merasa kembali tak berdaya. Dia kehilangan ketenangannya menghadapi situasi dan ketakutannya saat ini.

"hahaha. Tenanglah. Aku berjanji dan kau juga harus berusaha mempertahankanku dan junior. Oke"

"tentu" ilham mencium kening meri serta memeluknya erat untuk mengembalikan sikap tenangnya.

Nächstes Kapitel