Meri dan keluarganya tiba di sebuah pulau terletak di bangka bagian tengah. Destinasi pulau yang menyajikan keindahan pantai dan pemandangan bawah lautnya. Di kawasan pantai bisa ditemukan cangkang kerang, rumput laut hingga burung camar yang tengah mencari makan.
Semua mata terpesona dengan jajaran rapi pohon kelapa disepanjang pulau, pasir putih yang lembut serta air laut yang sangat jernih. Dari kejauhan, Pulau itu nampak seperti kue pie berwarna hijau. Itu karena, pohon kelapa tumbuh subur di pulau ini dan hampir merata di sepanjang garis pantai. Tidak hanya itu, gradasi laut berwarna biru tua, biru muda, dan hijau terlihat sangat jelas di tepi pantai. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata.
Di pulau itu meri dan keluarga besarnya melakukan banyak kegiatan. Mulai dari berfoto ria, melepas penyu, bermain bola hingga menikmati segarnya kelapa muda langsung dari pohonnya. Meri mengajak dani dan dedi mengambil foto dengan background plang nama pulau berukuran besar yang dicat warna merah.
Randy membawa sima yang menyukai kegiatan bawah laut untuk melakukan snorkeling. Air laut yang sangat jernih dan belum tercemar serta pemandangan bawah laut yang spektakuler menjadi sajian menarik bagi pasangan muda itu. Rido dan megan memilih mengelilingi pulau dengan menggunakan jet ski.
Pulau itu tak berpenghuni sehingga suasana kekeluargaan sangat terjalin di antara mereka. Meri tak terlalu memperhatikan andre karena ia hanya ingin menghabiskan waktunya bersama keluarganya yang berada di Indonesia. Ia dan andre masih bisa melakukan wisata romantis di amerika jadi dia tidak fokus pada suaminya. Ia hanya sesekali mengajaknya walaupun mendapat penolakan.
Matahari semakin turun dan tenggelam di ujung lautan yang menandakan hari sudah hampir malam. Setelah menyelesaikan makannya, mereka segera kembali ke rumah kediaman keluarga meri.
Hari sudah gelap saat mereka tiba. Meri berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Ia merasa lelah namun juga bahagia karena liburannya yang hanya dua hari begitu bermakna dan membuatnya semakin dekat dengan keluarganya.
Meri duduk di balkon kamarnya ditemani secangkir coklat panas serta biskuit buatan tangan ibunya. Dia menatap langit malam dengan rasi bintang yang menghiasinya. Sangat indah dan menawan karena cahaya bulan yang terang membuat wajahnya semakin cantik di bawah sinar temaran itu.
Duduk sendiri, memikirkan langkah selanjutnya yang akan ia tempuh untuk menghindari kejadian buruk kembali menimpanya. Randy mengusulkan agar ia di dampingi pengawal tapi ide itu di tolaknya tegas. Membawa pengawal akan membuatnya menjadi pusat perhatian dan ia tidak akan nyaman dalam situasi itu. Andre tak mungkin bisa melindunginya 24 jam karena pekerjaannya sudah menunggu.
Sebagai wanita yang terbiasa jauh dari orangtua, dia juga tak ingin membuat keluarganya khawatir setiap saat. Setidaknya dia harus memiliki bekal untuk bisa menghadapi hari esok.
"apa yang kau pikirkan?" suara wanita yang begitu lembut dan familiar berhembus di telinga meri.
"ibu"
"mengapa wajahmu tampak lesu? Apa kau kelelahan?" tanya ibu meri yang duduk di samping putri tercintanya itu.
"tidak. Aku hanya memikirkan bagaimana hari esok dan tidakkah takdir yang kejam akan kembali menghampiriku?"
"meri, jika kau khawatir dan ketakutan. Katakan kepada suamimu itu agar dia bisa memberi pengamanan selama kau tidak bersamanya. Ah tidak, selama 24 jam. Kau bahkan bisa hilang saat bersamanya, ibu sudah tidak bisa terlalu percaya padanya lagi"
"dia tidak seperti yang ibu pikirkan. Aku yang keluar rumah terlalu pagi dan tidak menyadari seseorang mengikutiku. Aku tidak menyukai sikap ibu yang selalu menyalahkannya. Itu terlalu nampak bu, jika ibu tidak menyukainya setidaknya jangan membencinya hanya karena dia putra pria yang ibu benci" meri akhirnya memiliki kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati kepada ibunya.
"ibu tidak sebaik yang lain. Mereka mungkin sudah menerimanya tapi ibu tidak. Itu terlalu sulit"
"aku tahu. Aku juga tidak akan memaksakan apa-apa. Aku hanya berharap suatu hari nanti ibu akan menerimanya"
Tidak pernah terpikirkan di benak meri untuk memaksa ibunya itu menerima pernikahannya semudah ini. Baginya, dengan ibunya membiarkan ia dan andre tinggal serumah itu sudah lebih dari cukup. Ibunya sudah berbaik hati dengan tetap membiarkan andre membawanya kembali ke amerika untuk melanjutkan study nya.
Ibu dan anak itu terlihat sangat akrab walau tetap terdapat jarak di antara mereka yang samar-samar nampak. Meri tetap berusaha yang terbaik untuk menghilangkan rasa tidak nyaman karena ibunya yang terkadang bersikap dingin dan acuh kepada andre dan begitu perhatian kepada kakak iparnya.
Tapi suaminya bukanlah anak kecil yang akan mudah tersinggung hanya dengan sikap pilih kasih yang di tunjukkan ibunya setiap kali mereka bersama.
Malam semakin larut saat perbincangan ibu dan anak itu selesai. Meri harus kembali ke boston besok jadi dia harus tidur lebih awal agar bisa bangun lebih cepat. Andre memilih jadwal penerbangan pertama dan meri hanya bisa mengiyakan perbuatannya.
Melihat andre yang masih asyik berkumpul dengan kakak dan ayahnya, meri berjalan ke kamar dani dan dedi untuk melihat di jam sepuluh apakah dua adiknya itu sudah tidur.
"hai, mengapa kalian belum tidur?" meri melihat kedua adiknya itu masih sibuk menatap buku pelajaran mereka.
"kakak, aku memiliki tugas di rumah dan belum ku kerjakan saat ke pulau tadi. Aku sepertinya akan terlambat tidur" jawab dani.
"Mmm, aku juga. Tugasku menumpuk" dedi juga mengeluhkan tugas yang ia tinggalkan saat ikut rekreasi ke pulau.
"baiklah. Biar ku bantu"
Meri duduk di karpet abu-abu dengan bulu-bulu lembut membuat rasa nyaman bagi yang berada di atasnya. Dedi dan dani dengan cepat membawa tugas mereka dan duduk menghadap meri yang bersila di lantai yang berlapis karpet.
Saat meri masih seusia dedi dan dani, tak seorangpun yang bisa membantunya. Kakaknya saat itu hanya berada satu tahun di atasnya sedangkan randy dan rafa sudah lama berhenti sekolah. Ayah dan ibunya juga tak ingin memaksakan jika mereka memutuskan untuk tinggal di rumah dan memilih membantu ayahnya.
Sebagai guru yang baik, meri tentu tak akan mengerjakan semuanya, ia hanya memberi contoh dan ketika adiknya mengalami kesulitan dia akan membantu menjelaskan. Dengan begitu tugas mereka akan selesai lebih cepat dan mereka tetap paham dengan apa yang mereka tulis.
Pepatah yang selalu di genggam meri dalam membantu seseorang adalah "lebih baik memberi umpan dan pancing dari pada memberi ikan"
Dia tak ingin adiknya menjadi manja dan selalu berharap bantuan dari orang lain. Walau bagaimanapun mereka adalah laki-laki dan harus di latih mandiri sejak dini. Tak ada yang memperoleh hasil secara instan, oleh karena itu mereka harus berusaha.
Hanya butuh tiga puluh menit dan tugas mereka selesai. Meri menyuruh mereka menyiapkan peralatan sekolah dan segera tidur namun dedi menahannya.
"kakak, ada yang ingin aku katakan"
"ada apa?" meri kembali duduk di samping dedi yang menatapnya serius namun ada cahaya keraguan di matanya. "katakan jika ada sesuatu, apa kau memiliki masalah di sekolah?"
Adiknya itu sudah beranjak remaja, kenakalan di sekolah terkadang terjadi karena itu meri berpikir itulah yang akan di katakan adiknya.
"kakak, aku melihat kak andre dan kak megan berbicara akrab di pulau tadi. Aku merasa tidak nyaman"
Meri terkejut dengan perkataan adiknya itu.
"bagus jika mereka menjadi akrab. Mereka akan jadi ipar jika kak rido menikah dengan megan nanti"
"tetap saja itu terlihat aneh. Kak, apa setiap orang dewasa akan memegang tangan wanita yang baru dia kenal?" tanya dedi.
"aku juga melihatnya tadi" dani yang tadinya sudah berbaring di kasur kini ikut berbicara dan duduk di tepi ranjang hingga meri harus mendongak untuk melihatnya.
"kalian hanya salah paham. Kak andre mungkin hanya berjabat tangan karena mereka baru berkenalan"
"kakak, apa kau yakin kak andre pria yang baik?"
"dedi, apa yang kau katakan? Dia kakak iparmu jadi tidak baik mengatakan hal itu"
"Aku hanya tidak yakin padanya. Dia terlalu sempurna, apa kakak tidak merasa dia menyembunyikan sesuatu?" dedi sudah merasa ragu sejak pertama kali andre datang dan menyelamatkan kakaknya dari jackob.
Dia merasa andre terlalu misterius. Di benaknya, tak ada pria yang harus di waspadai melebihi pria misterius seperti andre.
"aku juga tidak begitu menyukainya" tambah dani.
Meri mencoba memikirkan perkataan adik-adiknya itu. Dia memang lupa meminta pendapat kedua adiknya mengenai andre ketika pertama kali andre datang ke rumahnya. Dia mengira dedi dan dani tak akan memperdulikan andre karena mereka masih anak kecil yang seharusnya hanya memikirkan cara bersenang-senang dan belajar.
Dedi mungkin lebih bisa di percaya karena dia sudah menginjak tahun kedua di kursi SMP. Tapi sikap polos dan terus terang dari dani juga patut ia pertimbangan. Karena dani tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya atau sebuah rahasia kepada orang lain. Dia lebih pendiam dan tampak acuh berbeda dengan dedi yang merupakan anak pemikir dan cerdas, dedi juga lebih perhatian jika di banding dani.
Namun percaya kepada andre adalah hal yang sudah sepatutnya dia lakukan sebagai seorang istri.
"kalian terlalu banyak berpikir. Bukankah menurut kalian kak andre baik kepada kakak selama ini?"
"iya itu yang ku lihat" dedi menunduk ketika mengucapkan itu. Tampak putus asa karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Ia masih merasa janggal dengan semua yang ia lihat.
Merasa sudah selesai, meri berdiri meninggalkan adiknya agar mereka bisa beristirahat.
"kak" panggil dedi saat meri sudah hampir menutup pintu kamar mereka.
"Mmm"
"aku hanya ingin yang terbaik untukmu" ujar dedi kemudian bangkit dan merebahkan dirinya di kasur.
Melihat tingkah adiknya itu, dia merasa hangat dengan perhatian dan rasa kekhawatiran yang muncul di wajah adiknya menandakan betapa dedi dan dani sangat menyayanginya. Dia menutup pintu dan kembali ke kamarnya ketika mendapati andre sedang berdiri di pintu menuju balkon.
Meri menatap ekspresi suaminya itu dan mulai menyadari sikapnya yang berubah seharian ini.
'dia memang nampak misterius' batin meri.