webnovel

Jantung Gargoyle

Redakteur: Wave Literature

"Tuan Rhode! Kami menemukannya!"

Mendengar suara Matt, Rhode menoleh ke belakang dan melihat Matt berdiri dengan riang di pintu masuk gereja. Dia sedang memegang patung yang indah. Itu adalah patung dua Gargoyle dalam posisi meringkuk, mata mereka terbuat dari batu delima, samar-samar memancarkan kilau merah gelap.

Itu dia alat pengontrolnya!

Tingkah laku Matt menarik perhatian kedua Gargoyle. Sebagai makhluk alkemi, mereka tahu betul benda apa itu. Karena itulah, kedua Gargoyle tersebut segera mengalihkan perhatian mereka pada pedagang gemuk itu.

"Aaahhh!"

Melihat bahwa kedua monster itu melaju ke arahnya, Matt hanya bisa menjerit. Dia ingin berlari, namun Rhode berseru padanya.

"Lemparkan benda itu padaku!"

Matt berhenti bergerak saat mendengar seruan pemuda itu, kemudian melirik ke arah kedua Gargoyle yang menuju ke arahnya. Dia yakin bahwa kedua monster itu dapat membunuhnya dengan mudah, namun dia menguatkan tekadnya dan melempar patung di tangannya.

Keteptan lemparan Matt sangat buruk. Walaupun lemparannya melengkung, tapi arah lemparannya berkebalikan dengan arah tujuannya. Bisa dibilang bahwa Matt justru melempar patung itu ke arah kedua Gargoyle dan bukannya Rhode.

Jika seseorang melihat pemandangan itu, mereka bakal mengira bahwa Matt sedang membantu kedua Gargoyle dan bukan Rhode. Kedua monster itu kaget saat mereka menatap hadiah yang terlempar ke arah mereka. Mereka pun merentangkan cakarnya untuk menangkap patung tersebut.

Ketika mereka telah berpikir bahwa mereka berhasil menangkap benda tersebut, angin sepoi-sepoi tiba-tiba melaju dari arah samping. Itu adalah Burung Roh yang transparan! Burung itu melayang cepat dan merebut patung tersebut sebelum kedua Gargoyle itu bisa menangkapnya.

Langkah ini adalah usaha terakhirnya dari sisa kekuatan yang Rhode miliki. Kemudian dia menyarungkan pedangnya dan membuat gertakan jari dengan tangan kanannya.

Burung Roh tersebut melayang kembali ke arah Rhode setelah mendengar isyarat itu. Kedua Gargoyle juga berhenti bergerak dan segera memfokuskan lagi perhatian mereka pada Rhode.

"Wuuusshhh!!"

Gargoyle yang ada di darat memutar tubuhnya dan mengibaskan ekornya ke arah Burung Roh Rhode. Walaupun dampak serangan itu tidak begitu hebat, elemen angin yang membentuk keberadaan burung itu berubah bentuk.

Walaupun begitu, Burung Roh itu tidak menyerah dan berusaha meningkatkan kecepatannya. DIa mengepakkan sayapnya keras-keras dan terbang ke arah Rhode.

Tapi kenyataannya tidak berjalan sesuai harapan.

Tiba-tiba, cakar muncul di langit, menghantam tubuh Burung Roh. Elemen angin yang membentuk tubuhnya semakin berubah bentuk dan burung itu segera menghilang tertiup angin, tidak dapat lagi mempertahankan bentuknya. Akibatnya, patung yang dibawa burung tersebut terlempar melayang cukup jauh. Dalam sekejap, dua bayangan besar muncul dari belakang. Mereka menjulurkan cakarnya dan membuka mulut, mencoba untuk meraih patung itu --- dan menyadari bahwa patung itu telah jatuh ke tangan Rhode.

[Mendapatkan Alat Pengontrol Gargoyle, Teridentifikasi]

[Peintah ---]

"Aig" (ED: Perintah untuk berhenti)

Rhode berbicara dengan suara pelan dan kedua Gargoyle tersebut tiba-tiba berhenti bergerak. Cahaya terang dari tubuh kedua monster itu meredup dan cahaya merah di tubuhnya juga lenyap. Dua bayangan besar melayang melewati Rhode dan mendarat dengan keras ke tanah.

Bum!! Diikuti dengan guncangan yang keras, kedua Gargoyle berubah menjadi patung, kehilangan tenaga mereka. Saat ini , mereka duduk tenang di dekat Rhode. Setelah kehilangan kekuatan magis mereka, mereka tidak sebuas sebelumnya. Mayat mereka berhambur di atas tanah.

"Hahhh…"

Rhode akhirnya bisa bernapas dengan lega. Pada saat ini, dia merasa tenaganya sudah habis. Dan karena penggunaan Kekuatan Jiwanya berlebihan, dia kehilangan tenaga untuk berdiri. Bahkan tangan kanannya yang sedang memegang alat pengontrol terasa sangat lemas. Tapi ekspresi di wajahnya terlihat tetap tenang dan berdiri dengan tegas. Dia lalu mengantongi patung tersebut.

"Tuan Rhode!"

Lize dan Matt berlari ke arahnya dan memandang pemuda tersebut dengan ekspresi khawatir.

"Apa kau baik-baik saja!?"

"Aku baik-baik saja."

Rhode mengambil napas dalam-dalam. Saat ini, dia hanya ingin duduk dan beristirahat sementara. Dalam game, penggunaan yang berlebihan dari Kekuatan Jiwa juga akan memengaruhi pergerakan karakter. Tapi merasakan dampak langsung dari kondisi tersebut terlalu berat bagi Rhode. Dia belum boleh jatuh di sini.

Untungnya, setelah mengamati kabut di sekitar, dia tidak menemukan monster Will – o – Wisp sama sekali di situ. Sepertinya mereka telah menyerah dan berpindah ke tempat lain.

Walaupun kelihatannya monster-monster itu belum menyerah sepenuhnya, hal itu tetaplah merupakan kabar baik bagi mereka bertiga. Rhode tidak terbiasa untuk mengungkapkan perasaannya terang-terangan. Sebagai pemimpin, dia harus selalu menjaga ketenangannya dan tidak panik terhadap hal-hal kecil. Jika dia menjerit setiap kali dia menghadapi rintangan, jelas anak buahnya akan meremehkannya. Walaupun dirinya sekarang bukanlah pemimpin dari guild yang terdiri dari ribuan pemain, kebiasaan tersebut masih melekat pada pemuda itu.

Melihat sikapnya yang tenang, Lize dan Matt merasa lega. Bagaimanapun juga, saat mereka mencari alat pengontrol tersebut, mereka sangat khawatir dengan keadaan di luar. Lize telah berusaha sebaik mungkin yang dia bisa, tapi ternyata Matt jauh lebih baik dalam mencari benda-benda. Pada akhirnya, mereka bisa menemukan benda tersebut di pojok ruangan. Harus diakui; waktu mereka benar-benar sempurna. Jika saja mereka sedikit terlambat , mungkin situasinya akan berbeda sekarang.

Pada awalnya, Rhode berniat untuk melewati reruntuhan ini dengan cepat. Tapi karena kedua Gargoyle itu, dia harus mengubah rencananya. Bagaimanapun juga, menghadapi dua monster itu telah membuatnya hampir kehabisan tenaga. Jika dia tidak beristirahat, maka pertarungan selanjutnya akan berbahaya. Karena itulah, pemuda tersebut memutuskan beristirahat di gereja selama satu malam dan melanjutkan perjalanannya besok. Dia tidak perlu khawatir akan serangan mendadak karena, di dalam game, gereja ini digunakan banyak pemain sebagai tempat istirahat dan mengatur barang rampasan, jadi seharusnya tidak ada masalah besar.

Walaupun dirinya merasa sangat takut terhadap gereja yang gelap dan mengerikan tersebut, tapi seperti biasa…Matt tidak bisa melawan keputusan Rhode.

Langit menjadi gelap.

Kabut tebal menyelimuti gereja. Mengintip melalui jendela, tidak ada sesuatu yang terlihat. Tiga orang duduk di tengah gereja. Kayu yang membusuk dan terbengkalai dari meja dan kursi gereja telah digunakan sebagai kayu bakar. Api itu memberikan penerangan di bawah langit yang gelap sekaligus kehangatan bagi ketiga orang tersebut. Angin dingin masih berhembus melalui jendela-jendela yang rusak dan retakan-retakan di dinding, memberikan sensasi panas dan dingin yang aneh.

Lize merentangkan tangannya dengan hati-hati dan melepas perban yang menyelimuti dada Rhode. Alisnya mengerut sedikit ketika melihat keadaan luka Rhode.

"Lukamu terbuka lagi, tuan Rhode."

"Aku tahu."

Rhode mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Lagipula ini bukan pertama kalinya hal ini terjadi. Bagaimanapun juga, selama perjalanan dia yang bertarung di garis depan. Walaupun dia juga memikirkan luka tersebut, dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tidak menggunakan tangan kirinya. Apa boleh buat, mengingat dia telah menghadapi banyak situasi hidup atau mati. Karenanya, lukanya membuka lagi. Menurut Lize, lukanya seharusnya sembuh dalam waktu dua atau tiga hari. Tapi karena pertempuran-pertempuran yang telah dilaluinya, sepertinya dia butuh waktu sepuluh hari atau lebih untuk memulihkan lukanya.

Lize tidak bisa mengeluh padanya karena dia tahu hal ini. Yang bisa dia lakukan hanyalah membantu Rhode mengganti perbannya untuk menghindari infeksi. Untungnya, sebelum meninggalkan kapal terbang yang karam, sebagai seorang Cleric, dia membawa beberapa peralatan medis.

Ketika dia melepaskan perbannya, Lize melihat luka yang dalam pada dada Rhode. Matt mengambil napas dalam-dalam ketika dia mengamati luka tersebut. Dia bahkan menyentuh dadanya sendiri dengan rasa takut. Selain itu, juga terdapat bekas cakar hitam dan luka-luka lecet lainnya yang menyebar di dada Rhode. Karena pertempuran yang sengit dengan para Gargoyle, banyak luka baru yang ia alami. Darah merah terang yang mengalir bahkan bercampur dengan gumpalan-gumpalan bekas darah berwarna hitam di pakaiannya, membuat orang yang melihatnya gemetar.

Lize mengeluarkan sapu tangannya dan membasahinya dengan air di pot. Kemudian, dia menekankan kain tersebut pada dada Rhode, yang membuatnya mengejang sesaat. Bahkan Matt tidak tega melihatnya, jadi dia mengalihkan pandangannya, tidak lagi ingin melihat pemandangan mengerikan tersebut.

"Ma-maaf, apakah itu sakit?"

"Tidak apa-apa."

Lize bertanya dengan panik. Rhode menggelangkan kepalanya. Dia bisa menahan rasa sakit tersebut.

Mendengar jawaban pemuda itu, Lize merasa lega dan lanjut mencuci lukanya. Di saat bersamaan, dia juga mengamati pemuda di hadapannya itu dengan seksama.

Jujur saja, saat pertama kali bertemu dengannya, kesan pertama Lize pada Rhode biasa-biasa saja. Karena dia terlihat memesona dan kulitnya yang putih mulus, dia mengira bahwa Rhode adalah seorang bangsawan. Tapi, tingkah lakunya tidak terlihat seperti bangsawan muda pada umumnya, yang membuat dirinya bisa menerima pemuda itu. Tapi, di saat bersamaan dia juga tidak pernah menganggap serius pemuda itu. Bagaimanapun juga, berkat perawakannya yang terlihat feminim, kesan pertama yang Rhode berikan adalah, 'lemah'. 

Tapi sejak saat itu, pandangannya terhadap Rhode perlahan berubah.

Dia berbeda dengan bangsawan muda pada umumnya; kekuatannya benar-benar luar biasa, dia bahkan lebih kuat dari pemimpinnya yang dulu. Sikapnya begitu tenang, dan mengikutinya bisa memberikan perasaan nyaman terhadap orang-orang. Bahkan saat menghadapi situasi berbahaya, dia tidak panik. Berbeda dengan penampilannya, pemuda itu sangat tangguh.

Lize tahu seberapa parah luka Rhode. Sebagai seorang Cleric, dirinya sudah pernah merawat berbagai macam luka. Pria-pria yang bertarung sengit di medan perang akan menjerit saat Lize merawat luka mereka. Tapi dari awal, Rhode sama sekali tidak mengeluh. Bukan hanya itu, dia bahkan bertarung dengan luka seperti ini…

Tangan Lize tiba-tiba terhenti.

Apa yang kupikirkan? Aneh-aneh saja.

Gadis itu menggelengkan kepalanya dan membuang pikiran tersebut jauh-jauh dari kepalanya. Setelah itu, dia melanjutkan pekerjaannya.

Rhode tidak menyadari tingkah laku Lize yang aneh. Saat ini, dia sedang fokus memperhatikan tangan kanannya yang memegang dua buah permata yang bersinar merah gelap.

Itu adalah bahan jarahan dari pertempuran yang baru saja terjadi, jantung Gargoyle.

Nächstes Kapitel