webnovel

#Misi Pemberontakan

Aku langsung bergegas menuju ke rumah Yudi untuk memastikan bahwa dia berada di rumah.

Karena sekarang dia adalah satu-satunya yang bisa membantuku untuk melengkapi data diri yang akan aku lengkapi hari ini juga.

Hmmm jadi hari ini juga aku harus menuju ke rumah Pak Parman untuk menanyakan pakah formulir masih ada, karena dengan begitu maka aku bisa langsung mengisi semua data yang di perlukan.

Tapi yang lebih penting sekarang adalah untuk pergi ke rumah Yudi.

Semoga dia dirumahnya.

Sengaja aku tidak memberitahu siapapun kalau aku akan tetap bersikeras untuk mendaftar ke sekolah gratis itu, termasuk orang tuaku pun aku tidak akan memberi tahu mereka sebelum keadaan benar-benar membaik. Karena jelas tidak akan keluar kalimat "Ya" dari mereka jikalau aku meminta izin mereka sekarang. Jadi aku langsung saja mengambil tindakan dengan pilihanku sendiri.

Hanya Buk Mis saja yang tahu bahwa aku akan mendaftarkan diri ke sekolah gratis itu, dan semoga juga Buk Mis bisa berkompromi denganku agar orang tuaku tetap tidak tahu akan rencanaku.

"Yud, yudi!" aku memanggil Yudi dari teras rumahnya, memastikan bahwa dia berada di rumah.

"Yaaa siapa?" teriak Yudi dari dalam rumah.

"Aku Bayu, ada misi yang yang harus kita berdua lakukan!" ujar ku sambil berteriak padanya.

Aku mendengar suara derap kaki yang langsung cepat dari dalam rumah dan pintu terbuka dengan begitu keras.

"Ada apa!!!" sesegera Yudi langsung bertanya. Karena dia adalah anak yang sangat antusias sekali dengan misi yang menurutnya itu adalah sesuatu hal yang berbahaya. Ya meskipun misi ini tidak seserius itu.

"Sini aku kasih tahu kamu!" ujarku sambil mengajak Yudi buat duduk di kursi depan teras.

Aku langsung menceritakan kepada Yudi tentang rencana apa yang akan aku lakukan setelah ini. Dan dia dengan cepat langsung menyetujui apa yang sudah aku rencanakan.

"Eh tapi tunggu, terus kita nanti gak ketemu lagi dong!" ujarnya seketika menghentikan langkahnya dari sebelahku.

Aku langsung memberikan senyuman padanya

"Hei cuma tiga tahun kok, kan nanti setiap liburan aku juga akan pulang. Gak selamanya disana kan!" jawabku sambil terkekeh padanya.

"Hmmm iya iya!" jawabnya sambil tersenyum dan merangkul pundakku.

"Okay, langsung aja yuk!" tambahnya sambil mengajakku untuk berjalan menuju ke motornya...

Aku tidak tahu apa yang aku rencanakan sekarang, karena aku benar-benar mengikuti apa yang ada di dalam isu hatiku sekarang. Masalah aku nanti dengan orang tuaku bisa aku urus belakangan, yang penting sekarang adalah aku harus melengkapi data diri dari formulir tersebut.

Aku dan Yudi langsung bergegas menuju ke rumah Pak Parman, dan kali ini Yudi sengaja aku minta untuk mengambil jalan pintas agar tidak melewati rumahku. Karena bisa saja gagal kalau sampai ada Bapak atau Ibu di teras.

Rumahnya Pak Parman tidak terlalu jauh dengan tempatku. Kalau aku tinggal di dusun kalau Pak Parman tinggal di Desa nya, jadi membutuhkan waktu sekitar sepuluh menitan untuk bisa sampai ke rumahnya.

Di sepanjang perjalanan yang aku pikirkan hanyalah, aku pokoknya harus bisa masuk kesekolah itu karena ini adalah kesempatan satu-satunya agar aku bisa mandiri dari orang tuaku. Aku pengen nunjukin ke mereka bahwa aku benar-benar bisa hidup dengan pilihanku, dan aku jamin itu.

"Ini katanya rumahnya Pak Parman!" ujar Yudi sambil memarkir motor di halaman depan rumah yang lumayan besar bak istana itu.

"Hmmm aku nyoba masuk dulu ya tanya tentang Formulirnya, kamu tunggu aku disini ya!" ujarku pada Yudi sembari aku berjalan dengan perlahan memasuki teras rumah Pak Parman.

"Permisi, Pak Parmannya apaka dirumah?" tanyaku sedikit berteriak sambil mengetuk pintu yang sudah memang terbuka itu.

"Ya, tunggu sebentar ya!"

"Yud ada orangnya!" teriakku pada Yudi dengan agak berbisik.

Yudi hanya membalasku dengan menganggukkan kepalanya.

Senggang beberapa menit tiba-tiba Pak Parman keluar dari dalam.

"Loh sudah selesai ngisi formulirnya?" tanya Pak Parman sambil menjabat tanganku.

"Pak ada yang mau saya ceritakan kepada Bapak!" ujarku dengan sedikit memelas.

"Loh, ayo ayo sini duduk!" jawab Beliau sambil mempersilakan aku untuk duduk.

"Jadi Bapak sama Ibu saya tidak mengizinkan saya buat sekolah disana, mereka berdua membakar formulir saya Pak!"

"Loh kok bisa?"

"Ya karena mereka orang tua saya tidak mau kalau jauh-jauh dari saya. Namun Pak Parman saya benar-benar ingin sekolah disana, dan saya ingin memohon kepada Pak Parman untuk memberikan satu formulir lagi ke saya untuk saya isi" jelasku pada Pak Parman yang aku juga gak tahu apakah berhasil atau tidak untuk mendapatkan formulir kembali.

Pak Parman hanya diam tidak menjawab apa yang aku tanyakan, beliau hanya diam sambil memandangi langit-langit rumahnya.

Hmmm duh gimana ini kalau orangnya gak ngasih, ya sudah memang gak ada harapan buat aku.

"Ehem, tunggu bentar ya!"

Ucap Pak Parman kemudian bangkit berdiri dan menuju ke dalam ruangan sebelah ruang tamu.

Hmmm mau kemana orangnya, duh aku juga jadi gak enak kayak gini menyulitkan  beliau, ya karena aku tahu yang daftar ke sekolah itu kan bukan hanya aku saja. Dan sedangkan satu Formulir itu sangat berarti bagi siapapun. Sedangkan aku menyia-nyiakan satu formulir yang telah musnah di lahap kobaran api yang ada di tungku rumahku.

Aku menunggu hampir lima menitan namun orangnya juga tidak kunjung kembali lagi. Hmmm rasanya aku balik aja deh, gak usah lagi ngarep mau sekolah lagi.

"Eh mau kemana?"

Langkahku terhenti pada waktu aku hendak keluar dari ruang tamu untuk menemui Yudi.

Aku menoleh ke arah Pak Parman yang datang kembali dengan membawa sebuah kertas tiga warna tersebut.

Loh itu kan formulir yang sama persis dengan yang aku lihat kemarin.

"Ya ada apa Pak?" tanyaku sok gak tahu apa yang akan di katakan oleh Pak Parman.

"Jadi gak ini?" tanyanya sambil tersenyum lebah ke arahku.

Tanpa pamrih aku langsung menerima lembaran formulir yang di berikan oleh Pak Parman.

"Wah jadi dong Pak, makasih banyak ya Pak. Saya tidak akan mengecewakan!" ujar ku membuat Pak Parman percaya dengan apa yang aku sampaikan.

"Sudah buruan urus data diri kamu, sore ini akan di kirimkan ke Batu. Jangan sampai telat ya!" ujarnya mengingatkan...

"Siap pak!" jawabku sambil memberikan senyuman lebar padanya.

Detik itu juga aku langsung bergegas bersama Yudi untuk langsung mengurus Data Diri di lembaran Formulir tersebut.

Harus Yakin Pokoknya.

***

Ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama dari yang kukira. Mulai pagi sampai sore, baru formulirku sudah komplit karena di bantu juga oleh Yudi. Thanks Yud.

Aku pergi bersama Yudi menuju rumahnya Pak Parman kembali untuk memberikan formulir tersebut.

Setelah sampai di rumah Pak Parman, kebetulan orangnya juga sudah mau berangkat ke Batu, jadi pas banget.

Aku langsung memberikan formulir itu padanya.

"Bay, jangan lupa berdoa ya, agar kamu di terima, soalnya bapak baru tau yang mendaftar ada dua ratusan lebih anak. Dan yang di terima hanya empat puluhan saja. Tadi sempat telpon dengan pembinanya juga mengatakan bawha pengumuman akan di beritahukan lewat surat, yang akan di kirimkan ke Kamu sendiri. Hmmm ya udah cepet pulang, hati-hati di jalan dan jangan lupa berdoa".

Aku hanya bisa memberikan balasan lambaian tangan padanya, dan kemudian meninggalkan tempat bersama Yudi.

Wajahku menjadi sedikit lesu, karena mengetahui yang mendaftar ada dua ratusan lebih anak. Aku menjadi minder.

Bagaimana kalau aku tidak lolos seleksi?

Yudi tahu apa yang aku rasakan saat ini dan dia mencoba untuk menenangkanku.

Aku beranjak pulang bersama Yudi. Delapan menit ku tempuh hingga aku sampai rumah, karena agak ngebut juga.

Sesampai di rumah, Yudi memutuskan untuk langsung pulang.

"Yud makasih ya, makasih banget!" ujarku sebelum akhirnya Yudi beranjak untuk pulang kerumahnya.

Aku berjalan menuju ambang pintu, tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Namun kusingkirkan semua pikiran negatif itu.

Kubuka pintu perlahan dan aku terkejut karena bapak sudah berdiri tepat di depanku dengan memasang wajah yang kurang enak aku rasa.

"Apa-apa'an kamu ngomong gak di pikir!!!! kamu barusan sakit dan menghabiskan uang banyak, dan tanpa izin bapak, kamu sudah mendaftar sendiri!!!!"

Ujarnya dengan nada tegas dan tinggi.

Aku terkejut saat bapak mengatakan hal itu. Hatiku sakit oleh kalimat yang di ucapkan oleh bapak barusan.

Tanpa pikir panjang aku langsung berlari menuju kamar dan bergegas mengunci pintu.

Hatiku berkecamuk dan bingung, aku duduk sambil memejamkan mata. Ku putuskan untuk berdoa

"Ya Tuhan berikan hambamu ini kemurahan-Mu ya Tuhan. Semoga saya bisa di terima di sekolah itu ya Tuhan. Bayu tahu Tuhan tidak tidur, Tuhan tidak menutup mata Tuhan maha pemurah, lancarkanlah ya Tuhan, Lancarkanlah."

.

.

.

Nächstes Kapitel