24 September 1274 AG 10:00 Am
Kota Tigris - Markas Militer.
—————
"Apa aku baru mendengar drama ibu-ibu di komplek militer?" Seseorang berseragam prajurit terdengar menegur dari belakang. "Ada yang butuh sapu tangan?"
Karena suara itu sangat familiar, si kapak besar menoleh dan langsung menyapanya.
"Tuan Laboro!"
Prajurit yang dipanggil Laboro itu merangkul akrab pundaknya dan pundak si mata sipit. Dia berkata, "Hanya di kota ini prajurit militer dan para petualang bisa ngobrol santai, bukan?"
Si kapak besar tersenyum simpul.
"Di kota lain kami selalu dicurigai oleh para prajurit militer, Tuan Laboro," ujarnya sambil memandang si mata sipit. "Iya, kan?"
"Iya, mereka melihat kami seperti melihat kriminal saja," kata kawan barunya menambahkan.
Si kapak besar sangat mengenal prajurit itu. Laboro adalah sosok knight yang senang bergaul dengan siapapun. Pria itu sangat berbeda dengan prajurit lain yang jangankan mau bercengkrama dengan petualang, memandang pun mereka tak sudi.
Sebagian besar prajurit di Tigris sangat ramah seperti Laboro. Mereka menghormati profesi petualangan meski orang-orang menganggap profesi itu pekerjaan rendahan. Para petualang Tigris pun akan selalu mengangkat senjata jika para prajurit itu membutuhkan mereka.
"Hahahaha! Kalian rank-D kan? Pasti tahu sejarah militer dan petualang."
Si kapak besar langsung segan karena Laboro tiba-tiba menanyakan topik sensitif tentang sejarah permusuhan dua profesi itu. Syukurlah prajurit itu cukup ramah untuk memahami perubahan gelagat lawan bicaranya.
"Sejarah itu cuma mitos bodoh untuk memancing permusuhan di antara kita. Profesi prajurit dan petualang memang beda lapangan, tapi kita punya tugas yang sama untuk melindungi Kota Tigris dari ancaman luar."
"Betul, Tuan Laboro!" jawab si kapak besar tegas. "Kami siap pasang badan demi Kota Tigris!"
Laboro tersenyum. Dia merekatkan rangkulan di pundak si kapak besar itu dan membisikan sesuatu.
"Beruntunglah marquis punya pola pikir berbeda. Beliau bahkan mengizinkan prajurit muda terbaik Benua Meropis melepaskan jabatan earl untuk jadi petualang."
Si kapak besar mengernyitkan dahinya. Dia bertanya untuk memastikan.
"Prajurit muda terbaik? Maksudnya Tuan Muda Simian?"
"Beliau mantan atasan anda kan?" Si mata sipit ikut-ikutan bertanya karena penasaran.
"Bukan mantan."
Laboro menjawab sambil melepaskan rangkulannya. Prajurit awal 20-an itu meletakan kepalan tangan ke dada dan menatap hormat ke langit.
"Selamanya Tuan Muda Simian adalah komandan kami ... tak ada yang bisa merubahnya."
Gaya prajurit itu nampak keren. Tapi si kapak besar punya pemikiran lain tentang sosok komandan yang Laboro puja-puja seperti dewa.
Petualang Tigris mana yang tidak jengkel sama bocah tengik mata keranjang itu?
Laboro nampaknya memahami perubahan ekspresi si kapak besar dan petualang di sebelahnya.
"Aku tahu hidup kalian jadi berat karena tingkah komandanku yang seenaknya. Tapi aku bagi satu rahasia." Laboro berkata dan merangkul kembali pundak dua lawan bicaranya. "Meski komandan kami dinobatkan sebagai prajurit terbaik di antara puluhan kerajaan, tapi dia tak suka diperlakukan formal." Prajurit itu semakin merekatkan rangkulan dan mengecilkan suaranya. "Beda sama orang itu. Kamu lihat si jangkung itu?"
Si kapak besar langsung menoleh ke seseorang setinggi 190 sentian yang nampak berwajah kaku.
"Hampir semua prajurit seperti dia!"
"Maksudnya, Tuan?" tanya di kapak besar penasaran.
"Dia tipe prajurit penurut yang rela sebulan tidak kentut kalau komandan memerintahkannya. Kamu lihat wajah seriusnya? Menjijikkan sekali! Mungkin kalau komandan menyuruhnya jadi ayam, dia akan berkokok seharian sebelum bertelur, petok petok petok!! hahahaha!"
PLAKKKKK!!!
"Dan telur itu jatah telurmu satu bulan! Kembali ke barisan!" bentak seseorang setelah menjitak kepala Laboro.
Prajurit jangkung berwajah serius itu tiba-tiba sudah ada di belakang Laboro. Dengan muka sebal dia menjepit kepala prajurit nakal itu di ketiaknya.
"Silahkan menghinaku sesukamu. Tapi kalau aku dengar kamu bergosip aneh-aneh lagi tentang komandan ..."
"Memangnya kenapa?"
"Ucapkan selamat tinggal ke jatah telur rebusmu!!!"
Si kapak besar menyeringai geli melihat Laboro meronta saat prajurit jangkung itu mengancamnya. Tapi ancaman itu nampaknya sudah menjadi makanan. Laboro justru menggerakan bibirnya tanpa suara.
'Kamu lihat seberapa fanatik orang ini ke Tuan Muda Simian? Aku yakin dia homo! Jauh-jauh darinya!'
Gerak bibir itu ternyata juga dibaca oleh si jangkung.
"Sudah aku bilang berhenti menyebar gosip!"
Pria berwajah serius itu kembali ke barisan setelah menghukum Laboro berlari keliling lapangan.
Petualang berkapak besar menyilangkan dadanya ke dada saat melihat kepergian mereka. Dia sangat kagum dengan sifat-sifat prajurit Tigris yang apa adanya.
"Apa semua prajurit Tigris seperti mereka?" si mata sipit bertanya.
"Entahlah," jawab si kapak besar karena dia hanya kenal akrab dengan beberapa prajurit saja.
Si kapak besar itu juga hanya akrab dengan segelintir petualang. Dia dikucilkan karena dianggap kurang keren untuk diajak bergaul. Si kapak besar yang malang itu selalu berpetualang solo karena tidak ada satu party-pun yang mau mengajaknya bergabung.
Tapi melihat si mata sipit itu nampaknya juga tak laku, tanpa ragu dia menawarkan diri kepada kawan barunya itu.
"Mau ikut party denganku?"
"Ogah! Party-ku hanya menerima anggota gadis-gadis! Kamu ke laut saja!