webnovel

Chapter 72; Case 2: Perdagangan organ bagian 54

Daniel membanting Mahesa ke tanah dan menembak satu kakinya agar dia tidak bisa bergerak. Merasakan sebuah peluru bersarang di kakinya Mahesa berteriak namun Daniel tidak memperdulikannya dan menghubungi Rei lewat alat komunikasinya.

"Red crow target di amankan."

Mendengar laporan Daniel membuat Rei bernafas lega, iapun berdiri dari kursinya dan beralih menatap Riku, yang tampak sibuk sendiri dengan laptop di depannya.

"Di mengerti, tunggu sebentar aku segera ke sana."

Melihat Riku yang melirik ke arahnya Rei pun memberinya tanda untuk mendekat padanya. Riku tentu menurut dan Rei pun berjongkok menyamakan tinggi mereka dan berbisik kepadanya.

"Orang itu udah tertangkap papa harus kesana buat ngamanin dia. Kamu tunggu di sini ya?"

Riku mengangguk mengerti lagipula dia belum mau rahasianya terbongkar dulu oleh ibunya. Iapun tersenyum lebar kepada Rei.

"Iya papa, aku gak akan kemana-mana, hati-hati sama orang itu dia bahaya."

Rei mengusap rambut Riku sebelum kemudian meminta salah satu robot pelayan untuk mengawasi anak laki-lakinya itu jaga-jaga jika mungkin terjadi sesuatu kepadanya saat ia tidak ada. Iapun pergi ke arah gedung C sambil menyalakan alat komunikasinya untuk menghubungi Aileen. Aileen yang baru saja selesai membereskan stand cafe yang akan di gunakan saat festival tiba-tiba mendapatkan panggilan dari Rei langsung menyalakan alat komunikasi yang baru di berikan Rei kepadanya.

"Ada apa Rei?"

Tanyanya sambil berjalan keluar toilet perempuan.

"Aileen Mahesa udah tertangkap, Daniel udah ngamanin dia."

Mendengar perkataan Rei Aileen terkejut.

"Dimana mereka sekarang? Apa Mikha baik-baik aja?"

"Mikha terluka tapi nyawanya gak terancam."

"Begitu?, mereka di mana?"

"Di gedung C, aku lagi ke sana sekarang. Riku di jaga sama salah satu robot di cafe."

"Aku bakalan ke gedung C setelah mengambil senjataku di tas."

"Ok, aku tunggu di depan."

Aileen pun pergi ke arah kelasnya yang tampak sudah kosong mengambil pistol kembarnya dan pergi ke gedung C menghampiri Rei yang tampak berlari masuk kedalam gedung.

Sementara itu Daniel merobek kaosnya dan menggunakan robekan kaosnya itu untuk membalut luka di kaki Mikha hingga Aileen datang. Setelah selesai mengurus luka Mikha Daniel menatapnya dengan tatapan serius.

"Makasih Daniel."

Ujar Mikha sambil tersenyum kepadanya.

"Lain kali panggil aku, kamu selalu bawa hp kan?"

Mikha tertawa paksa mendengar perkataan Daniel. Mana dia kepikiran untuk memakai handphonenya? Dia bahkan baru ingat kalau dia membawa handphonenya tadi. Mau bagaimana lagi? Di hadapkan pada situasi hidup dan mati secara tiba-tiba membuatnya melupakan teman kecil yang bisa jadi penyelamatnya itu.

"Aku kira kamu masih tidur, tahu sendiri kamu kalo udah tidur susah di bangunin."

Celetuk Mikha sambil tersenyum jahil membuat Daniel menghela nafasnya. Bagaimana bisa Mikha bisa bercanda dengan santai setelah semua yang baru saja terjadi kepadanya?. Tapi itu masih lebih baik daripada mengalami trauma dan menangis tidak jelas di hadapannya. Kalau itu terjadi Daniel tidak tahu harus melakukan apa, emosi bukan spesialisasinya.

"Ya kalau yang begini aku udah pasti bakal langsung bangun Mikha kamu kira aku ini apaan?"

Dalam hati Mikha menjawab 'kelelawar tak bersayap' tapi karena dia tidak mau pipinya jadi korban dia hanya menertawakan isi fikirannya itu

"Iya-iya Aku cuma bercanda kok."

Mikhapun beralih menatap Mahesa yang tampak gemetaran di lantai. Ada apa dengannya? Mahesa bukan hanya gemetaran dia juga mulai bergumam tidak jelas. Apa mungkin OCD? Kalau benar dia terkena OCD bukankah hukumannya akan jadi lebih ringan? Dia hanya akan di bawa ke rumah sakit jiwa dan tidak akan masuk penjara. Lalu bagaimana dengan dia yang hampir jadi korban dan nasib korbannya yang lain?

Mikhapun mengambil handphone dari dalam sakunya dan berniat untuk merekam pembicaraannya dengan Mahesa. Setelah menyalakan tombol rekam diapun bertanya.

"Hei senior, kenapa senior nyerang saya?"

"Mikha bukannya aku udah bilang-"

Mikha memotong perkataan Daniel tahu apa yang ingin dia peringatkan padanya.

"Daniel aku berhak tahu. Dia udah nyerang aku sama Aileen aku harus tahu alasannya."

Mikhapun beralih menatap Mahesa yang tampak masih tersungkur di lantai, laki-laki itu tampak berhenti bergumam tidak jelas .

"Mahesa aku dan Aileen mungkin gak suka kelakuan kamu yang dengan seenaknya gonta ganti pacar tapi aku sama Aileen gak pernah ngelakuin hal yang bisa bikin kamu pingin bunuh kami."

Mahesa melirik pistol Daniel yang tampak dia letakkan di lantai karena dia yang sibuk membalut kaki Mikha yang terluka tadi. Ia juga melihat Daniel tampak melepaskan sepatu high heels yang di pakai Mikha dan meletakkannya di pinggir.

"Aku tahu kamu lakuin ini bukan buat uang dan Kamu juga gak punya alasan yang jelas buat bunuh aku sama Aileen. Terus apa alasannya?"

Laki-laki itu tampak menunduk sesaat. Tubuhnya berhenti gemetaran dan dia pun tersenyum misterius, ia mengambil pistol Daniel yang diletakkannya di lantai tadi dan menembakkannya ke arah Mikha namun Daniel bertindak cepat dan menghalangi peluru itu membuat pelurunya bersarang di bahu Daniel. Mikha terkejut melihat Mahesa masih bisa berusaha untuk membunuhnya ketika tangan kanan dan kaki kirinya sudah terluka seperti itu. Dia bahkan bisa berdiri!! Orang itu benar-benar gila!!

"Kamu salah, aku melakukannya buat kesenangan, dan kalau hobiku menghasilkan uang kenapa gak?"

Mikha mengambil katana Daniel yang tertutupi oleh mantelnya dan mengeluarkan pedang itu dari sarungnya, menghunuskan pedang itu ke leher Mahesa hingga laki-laki itu tampak tidak bisa bergerak namun dia tampak tetap tersenyum menantang kepada Mikha. Ketika Mahesa mau menoleh ia melihat Aileen dan Rei tampak sudah menodongkan pistol di belakang kepalanya.

"Jatuhkan pistol itu sekarang."

Suara dingin Aileen yang terdengar mengancam membuat Mahesa tanpa sadar menjatuhkan pistol Daniel dari tangannya dan ia dibawa Rei ke luar kampus setelah ia memasangi borgol khusus agar Mahesa tidak bisa kabur.

Aileenpun mendekati Daniel dan Mikha menemukan keduanya terluka.

"Mikha kamu gak apa-apa?"

"Aku gak apa-apa, tapi Daniel sempet tertembak tadi."

Aileen tampak tidak suka mendengar perkataan Mikha. Tapi kalau Daniel tidak mengorbankan dirinya sendiri dia mungkin akan kehilangan Mikha. Keadaan mentalnya sudah cukup tidak stabil entah apa yang akan terjadi padanya kalau Mikha harus pergi juga seperti kakaknya dan pacarnya. Aileenpun menyalakan alat komunikasinya dan memutuskan untuk menghubungi Adnan.

***

Sementara itu Adnan yang baru saja memasukkan barangnya ke dalam tas tiba-tiba mendapatkan panggilan dari alat komunikasinya. Melihat itu dari Aileen iapun cepat-cepat memasukkan barangnya dan berlari menengok ke arah temannya.

"Maaf aku gak bisa ikutan kerkom hari ini ada urusan dadakan."

Ujarnya sambil menggendong tasnya.

"Eh? Beneran gak bisa di tunda?"

Tanya salah satu temannya itu.

"Iya gak bisa, aku harus bantu kak Aileen. Dia gak akan manggil aku buat masalah sepele."

Mendengar perkataan adnan teman satu kelompoknya itupun hanya mengangguk mengerti.

"Yaudah kalau gitu, kita kerkomnya besok aja. Lagian tugasnya masih buat minggu depan kan?"

Adnan hanya bisa bersyukur memiliki teman yang pengertian seperti mereka.

"Makasih udah ngerti, maaf ya malah gak jadi. Sampai besok."

Adnan terlihat berlari keluar kelas dan teman-temannya hanya tersenyum melihat kelakuannya sementara Adnan menjawab panggilan Aileen.

"Halo, ada apa kak?"

Tanyanya sambil masuk ke toilet dan mengganti pakaiannya agar tidak ada yang tahu dia dari sekolah mana.

"Kakak butuh bantuan kamu, bisa kamu bantu kakak bawa Daniel ke a apartemen? Dia tertembak dan kakak udah ngeluarin pelurunya pake peralatan seadanya di lab."

Ujarnya sambil menjahit luka Daniel di dalam salah satu ruang praktek terdekat di gedung C dengan posisi mereka sebelumnya tadi sementara Mikha hanya menonton di pinggir karena dia juga terluka. Mendengar penjelasan Aileen Adnan mempercepat langkah kakinya dan berlari keluar toilet secepat mungkin.

"Aku segera ke sana kak."

Sebenarnya Aileen ragu kalau Adnan bisa mengangkat Daniel karena tubuhnya yang kecil tapi dia tidak punya pilihan lain karena Angga masih belum bisa berjalan dengan luka di kedua kakinya.

"Yaudah kakak tunggu ya?"

Adnan pergi ke kampus Aileen yang jaraknya bisa di bilang tidak terlalu jauh dari sekolahnya. Sesampainya di sana ia mendapati Aksa tampak sudah menunggu di parkiran dengan mobilnya. Rei tampak membawa Mahesa yang di borgol kedalam mobil Aksa sementara beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang melihat kejadian itu mulai bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi. Adnan yang tahu benar apa yang terjadi terus berlari ke gedung C di mana Aileen, Daniel dan Mikha berada.

Ia mulai mencari keberadaan mereka dengan membuka pintu satu-persatu dan menemukan ketiganya di ruangan kelima tepat di sebelah tangga menemukan Aileen tampak sedang membalut kaki Mikha yang terluka sementara Daniel tampak berbaring di atas tempat tidur dengan bahu yang tampak telah di perban. Ia juga melihat peluru yang sepertinya baru di keluarkan oleh Aileen di masukkan kedalam sebuah plastik sebagai barang bukti begitu pula sebuah pisau bedah yang masih kotor dengan darah yang sepertinya adalah milik Mikha yang juga di masukkan kedalam kantong plastik yang lain.

"Hei kak Aileen, kak Mikha~ Lho kak Daniel tidur?"

Tanyanya sambil menatap Daniel yang berbaring di tempat tidur dengan posisi tengkurap.

"Aku gak tidur, sembarangan kamu"

Ujar Daniel sambil melirik Adnan dengan tatapan kesal. Dia paling tidak suka di lihat orang dalam keadaan lemah seperti sekarang.

"Dih aku kan cuma nanya kak sewot amat sih."

Mikha tertawa melihat Daniel tampak kesal, mungkin karena dia malu di lihat orang dalam kondisi seperti sekarang.

"Daniel jangan kayak gitu, Adnan dia cuma gak mau keliatan lemah di depan kamu jangan pikirin perkataannya."

Daniel menatap Mikha dengan tatapan tajam tapi wajahnya terlihat agak memerah karena malu. Aileen dan Adnan ikut tertawa melihat ekspresi wajah Daniel.

"Jangan khawatir udah biasa kok kak, lagian meski luarnya serem kak Daniel itu sebenernya cuma gak ekspresif aja."

Mendengar perkataan Adnan Mikha mengangguk setuju.

"Iya itu bener, dia juga orangnya khawatiran banget. Ngomong-ngomong aku nemuin kelemahan Daniel dua hari lalu."

Ujar Mikha sambil tersenyum jahil, Daniel menatap Mikha seakan berkata "katakan kalau berani."

"Eh?!! Apa kak?!!"

Tanya Adnan dengan wajah yang tampak penasaran. Kalau dia tahu dia bisa membalas Daniel yang sering kali meninggalkannya saat misi dan membalas perbuatannya!!.

"Dia itu sebenernya takut sama-"

Tiba-tiba Daniel setengah bangun dari posisinya dan dia langsung menutup mulut Mikha yang duduk tepat di sebelah tempat tidurnya dengan mencium bibirnya.

Nächstes Kapitel