10 Chapter 9

Apartemen yang terlihat murah tetapi dihuni oleh hal yang tidak lumrah. Kelompok pembunuh bayaran yang dikoordinir langsung oleh Serikat Jasa. Jasa biasanya terikat pada hal bantu membantu, tapi entah mengapa pembunuh bayaran termasuk dalam jasa. Mungkin pekerjaan ini termasuk pelayanan meskipun hanya berdampak positif bagi pelanggan. Ferdi kini dikelilingi oleh para pembunuh bayaran. Meski penampilan mereka tak terlihat ganas layaknya pekerjaan yang mereka jalani. Mereka nampak penasaran dengan tubuh Ferdi yang hampir bisa dibilang abadi dan juga rambutnya yang berwarna hitam karena tak biasa di dunia mereka.

Yang paling terlihat antusias adalah Marie, orang yang menyambut kedatangnnya dengan tusukkan ke arah jantung. Ia mendekatkan wajahnya pada perut Ferdi sambal memegang pisau. Ia lalu menusuk nusuk tubuh Ferdi dengan pisau itu. Otak orang ini mungkin sudah gila. Ia nampak keasikan menusuk nusuk perut Ferdi sampai sampai seringai terukir di wajahnya. Tusukkan itu hanya perlu Ferdi tahan dengan menahan nafasnya. Sepertinya indera rasa sakit sudah tidak berguna lagi.

"Karena Gilbert menyuruhku mengurusmu, berarti aku boleh latihan denganmu, kan?"

Entah mengapa perasaan Ferdi tak enak.

"Kalau begitu tolong, kalian semua silakan pergi keluar. Aku ingin latihan sebentar."

"Kau mau latihan buat pertandingan besok?" Tanya Frey

"Begitulah, kalau ada samsak hidup aku tidak perlu menahan diri lagi."

"Baiklah, mari keluar." Ajak Frey pada orang orang yang ada di dalam ruangan itu.

Mereka semua pun keluar. Ruangan ini kini hanya diisi oleh mereka berdua.

"Silakan pilih senjata yang kau sukai." Kata Maria sambil memainkan belati di tangannya.

"Tidak perlu, ingatanku sudah pulih. Jadi cukup tangan saja."

"Baiklah. Kita mulai saja langsung."

Marie memulai serangan dengan melempar pisau kea rah kepala Ferdi. Ferdi dapat menghindari serangan itu. Kakinya sudah bisa sinkron dengan pergerakanannya. Ferdi pun memasang kuda kuda bertahan. Ia sengaja ingin membuat Marie mendekat.

Jebakan Ferdi berhasil, marie mengambil umpan murahan yang diberikan Ferdi. Marie berlari mendekati Ferdi dengan gerakan zigzag. Ia pun mengayunkan belatinya dari samping dengan cepat ke arah leher Ferdi.

Ferdi dengan cekatan mengambil lengan perempuan itu lalu ia banting ke belakang.

"Arghh!!!" tubuh Marie terbanting. Tubuhnya mendarat dengan punggung. Ia tak bisa bangkit setelah terbanting.

"Jangan remehkan tenaga kuli. Dan juga kecepatan tidak akan mengalahkanku. Karena aku kenal orang yang lebih cepat dari kau." Ucap Ferdi dengan sombong.

Ferdi pergi meninggalkan Marie yang tergeletak di lantai padahal Latihan belum lama dimulai.

"Pertandingan? Apa di festival ini ada sebuah pertandingan. Sepertinya aku harus menontonnya." Gumam Ferdi.

***

Rangga segera pergi ke tempat pendaftaran. Ia tak ingin dicap sebagai pembohong. Mungkin ia bisa mendapat keuntungan jika ikut pertandingan ini. Dan mungkin juga ia bisa menemukan Ferdi.

"Permisi, saya ingin daftar perlombaan."

Entah mengapa petugas dihadapannya memandang Rangga sinis.

"Begitukah, saya ingtkan saja kau mungkin bisa mati di sana."

"Tidak apa apa." Jawab Rangga.

"Biayanya 1000 dart." Ucap petugas itu sambal mengulurkan tangannya.

Tiba tiba orang yang mengantri di belakang Rangga maju kedepan. Ia memiliki rambut biru dengan tubuh yang kekar. Pedang besar yang perlu diangkat dengan kedua tangan terpasang di punggungnya.

"Hei hei, bukannya pendaftaran ini gratis?" tanya pria itu seakan sedang mengancam.

Di dunia manapun kecurangan selalu ada. Rangga nampak kesal ketika seseorang berusaha menipunya. Ia pun menarik kedua belatinya. Lalu mengacungkannya didepan wajah orang itu.

"kau mau nipu, yah? Aku minta kompensasi 500 dart atau ku laporkan ke pimpinan penyelenggara." Ancam Rangga.

"Ba-baiklah." Ternyata petugas itu tidak punya nyali. ia pun memberikan kantung uang pada Rangga.

Rangga berbalik lalu menepuk pundak pria yang tadi membantunya. Setelah itu ia mengambil tangan pria itu dan menyimpan kantung uang yang baru ia dapatkan di tangan pria itu.

"Terimakasih." Rangga pergi meninggalkan antrean.

"Sebaiknya aku jalan jalan ke tempat lain dulu." Gumamnya.

Rangga mengelilingi kota, alunan musik dari para musisi jalanan mengiringi hari yang cerah itu. Rangga mengamati orang orang yang sedang berjalan jelan. Ia baru menyadari kalau semua orang memiliki tanda semacam tato di bagian leher mereka. Setiap orang memiliki tanda berbeda, mungkin itu semacam identitas. Ia pun melihat toko buku di sana. Toko yang nampak terlihat sepi meskipun berada di tengah festival. Wajar saja, orang orang datang bukan untuk membaca buku.

Lelaki itu masuk ke toko buku tersebut. Lonceng yang disimpan di atas pintu berdering saat ia membuka pintunya.

Tempat ini benar benar sepi, disana hanya ada seorang wanita tua yang menjaga toko ini sambil membaca buku di mejanya.

Rangga pun mendekati wanita itu.

"Permisi, apa ada buku untuk belajar bahasa Asca?" tanya Rangga.

"Tunggu sebentar." Wanita itu pergi membawakan buku yang diminta. Ia kembali dengan membawa buku yang sama dengan yang ada di mansion keluarga Archilles.

"Ada yang lain? Aku sudah baca yang itu."

Wanita itu Kembali pergi.

"Ini." Ia membawakan buku tebal dengan sampul kulit.

"Terimkasih, berapa harganya?"

"10.000 Dart."

"Mahal. Kalau gitu aku baca disini aja."

Ia pun membawa buku itu ke kursi yang telah disediakan lalu membacanya. Di dalam buku itu berisi nama benda dengan gambar yang ada disampingnya. Nampaknya buku ini hanya digunakan oleh bangsawan untuk mengajar anak anaknya karena kertas buku ini terbuat dari kulit yang terlihat mahal.

Hari sudah mulai larut, Rangga baru saja selesai membaca buku itu meskipun hanya menambah kosakata umum, setidaknya ia sudah tidak perlu menggunakan kalung penerjemah itu lagi.

Ia ingin membaca buku lain, namun toko itu hendak tutup. Ia pun pergi ke penginapan untuk istirahat.

Ketika hendak tidur, Rangga terpikir pertarungan yang tadi ia tonton. Bagaimana bisa tanah tiba tiba menyerang dengan sendirinya? Sebelumnya ia tidak pernah melihat kejadian seperti ini. Tapi ia pernah membacanya di sebuah buku. Buku cerita dengan tema fantasi yang biasa disukai anak anak. Tentang sihir dan segala keajaibannya. Namun yang ada di pikiran Rangga sihir bukanlah seperti yang ia lihat sekarang. Selama ini ia yang ia tahu hanyalah sebatas ilmu ilmu hitam yang bisa digunakan untuk mencelakai orang lain meskipun Rangga tidak terlalu percaya dengan hal semacam itu. Jika yang ia lihat tadi benar benar sihi, Rangga ingin tahu bagaimana cara kerjanya. Mengapa hal itu bisa terjadi. Dan yang paling penting apakah dirinya bisa menggunakan sihir itu. besok ia berencana untuk Kembali ke toko buku itu, dengan kosakata yang baru ditambah ia mungkin sudah dapat membaca buku dengan bahasa yang berat.

avataravatar
Next chapter